Media sosial masih dianggap sebagai salah satu kanal pemasaran dan beriklan yang efektif. Proses produksi konten yang dilakukan jenama harus selalu mengikuti tren di kalangan warganet.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Media sosial masih menjadi salah satu saluran pemasaran yang efektif memikat konsumen. Pendekatan konten yang cenderung naratif dan bernuansa menghibur dianggap lebih mampu membuat konsumen memutuskan untuk bertransaksi.
Menurut Head of Business Marketing Tiktok Indonesia Sitaresti Astarini, berdasarkan studi internal, 85 persen pengguna Tiktok menyukai iklan dan konten lain yang bernuansa menghibur. Tiga dari lima orang pengguna Tiktok bisa langsung terpengaruh membeli produk seusai menonton iklan tersebut.
Karakteristik platform Tiktok adalah entertainment first. Maka, di TikTok, konten produk jenama yang naratif, bernuansa menghibur, dan tidak hard selling akan selalu disukai. Dalam kondisi suasana hati yang baik atau tidak, konten seperti itu biasanya memang lebih mudah diterima khalayak, ujar Sitaresti saat menghadiri diskusi Megasales 2022, Selasa (5/7/2022), di Jakarta.
Karena penekanan sifat konten iklannya naratif, bernuansa menghibur, dan hard selling, beragam jenis produk/layanan bisa dipasarkan melalui platform Tiktok. Jumlah konten video iklan/pemasaran di Tiktok naik dua kali lipat sepanjang tahun 2021 dibandingkan sebelumnya. Konten tersebut tidak hanya diproduksi oleh pemilik jenama, tetapi juga pembuat konten.
Sitaresti mengklaim, keputusan membeli barang setelah menonton konten di Tiktok 2,5 kali lipat lebih tinggi dibanding platform lain. Tiga kategori produk yang banyak dibeli adalah kecantikan, mode, dan elektronik. Ada juga kategori barang yang mengalami pertumbuhan minat pembelian yang tinggi, seperti buku dan alat tulis, serta perlengkapan rumah tangga.
Sejalan dengan temuan itu, Direktur Eksekutif Nielsen Indonesia Hellen Katherina menambahkan, sesuai Laporan Tahunan Marketing Nielsen 2022, jenama di tingkat global masih berencana meningkatkan pengeluaran iklan mereka di media sosial hingga 53 persen mulai tahun depan. Media sosial yang dimaksud bukan hanya TikTok. Lebih dari setengah pemasar global yang disurvei Nielsen dalam laporan itu menilai beriklan di media sosial juga efektif.
Meski tidak menyebut tipe format atau pendekatan isi konten iklan di media sosial, Hellen mengatakan, sejumlah konsumen di tingkat global masih memercayai iklan, opini, ataupun penempatan produk dari para pemengaruh (influencers) yang ada di media sosial.
”Tidak semua konten promosi yang dibuat oleh influencers dimulai dari jenama yang menggaet mereka. Sejumlah jenama malah mendapat inspirasi dari mereka,” katanya.
Sementara itu, Managing Director Wavemaker Indonesia Amir Suherlan berpendapat, pendekatan pemasaran dan pemasangan iklan sekarang harus menyasar semua saluran. Ini berarti media luring, daring, hingga media sosial harus dirambah oleh jenama.
”Pendekatan isi kontennya bukan hanya bercerita dan bernuansa menghibur, tetapi juga komprehensif agar merangsang pembelian,” kata Amir.
Chief Digital and Media Officer L’Oreal Indonesia Fabian Prasetya berpendapat, tren pemasaran sekarang lebih banyak memakai format video. Secara durasi, video bisa diproduksi hanya 30 detik. Video yang dikemas secara vertikal pun bisa diterima konsumen. Itu semua mengikuti karakteristik media sosial.
”Dulu, pertanyaan kami para jenama adalah mengikuti atau menciptakan tren. Kini, dengan melesatnya perkembangan internet dan media sosial, jenama harus membuat keduanya (mengikuti dan menciptakan tren). Jenama dituntut adaptif, kreatif, dan tetap otentik melalui narasi-narasi produk,” ujarnya.
Ketika ditanya ada tidaknya pengaruh situasi ketidakpastian perekonomian global terhadap daya beli, Fabian memandang, produk hasil sektor industri kecantikan akan tetap diminati. Ini terbukti di beberapa kanal penjualan daring, produk kecantikan termasuk tinggi peminat. Aktivitas promosi ataupun strategi pemasaran skala besar (megasales) yang mengandalkan tanggal kembar juga akan tetap dilakukan sejumlah jenama.
”Inflasi bukan sesuatu yang bisa kami kontrol. Kegiatan pemasangan iklan, megasales, ataupun membuat gimmick promosi tetap berjalan. Masih tetap menarik,” tuturnya.