Stagflasi berasal dari dua kata yakni stagnan dan inflasi. Ini adalah kondisi dimana pertumbuhan ekonomi cenderung stagnan bahkan turun, dibarengi dengan inflasi yang tinggi.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Seluruh pemangku kepentingan perlu mewaspadai dan mengantisipasi potensi terjadinya stagflasi atau stagnansi atau bahkan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang datang bersamaan dengan inflasi tinggi. Pemerintah perlu terus berupaya mengendalikan kenaikan laju inflasi yang melemahkan daya beli masyarakat dan pada akhirnya berpotensi mengendurkan pertumbuhan ekonomi.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menjelaskan, stagflasi berpotensi melanda Indonesia pada triwulan ketiga dan keempat tahun ini.
“Di triwulan kedua (2022) pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh karena konsumsi masyarakat dan inflasi masih cukup terjaga. Tapi di triwulan ketiga dan keempat, isu terbesarnya perlambatan dan dibarengi inflasi. Ada potensi stagflasi di triwulan ketiga dan keempat,” ujar Ahmad dihubungi Minggu (3/7/2022).
Ia menjelaskan, potensi stagflasi ini tercermin dari makin meningkatnya inflasi umum yang diikuti dengan penurunan permintaan atau konsumsi rumah tangga.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi umum pada Juni mencapai 0,61 persen meningkat dibandingkan Mei yang sebesar 0,40 persen. Adapun secara tahunan, inflasi umum mencapai 4,35 persen atau sudah lebih besar dari target atau estimasi dari pemerintah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Bank Indonesia (BI) yang sebesar 4,2 persen.
Pada saat bersamaan permintaan atau konsumsi masyarakat justru menurun. Hal ini ditandai dengan inflasi inti yang justru terus mengalami penurunan pada Juni 2022 menurun menjadi 0,12 persen setelah pada Mei 2022 yang 0,23 dan April 2022 yang sebesar 0,36 persen.
“Daya beli masyarakat menurun tergerus kenaikan harga,” ujar Ahmad.
Ia menjelaskan, terus meningkatnya inflasi umum sampai dengan Juni sangat jelas dipicu oleh unsur kenaikan harga barang (cost push inflation) ketimbang kenaikan permintaan atau konsumsi masyarakat (demand pull inflation).
Inflasi umum bulan Juni merupakan buntut dari kenaikan harga yang diatur pemerintah (administered price) seperti kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada April lalu yang mulai bertransmisi kepada inflasi. Selain itu juga kontribusi dari harga barang bergejolak (volatile foods) seperti cabai, bawang merah, dan telur ayam.
Ahmad menjelaskan, unsur kenaikan harga yang diatur pemerintah dan harga barang bergejolak masih akan mengungkit kenaikan inflasi di triwulan ketiga dan keempat. Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada awal Juli akan menaikan inflasi dari unsur harga yang diatur pemerintah. Adapun masih tingginya harga cabai serta berbagai barang pokok masih terlihat di pasaran.
Dengan berbagai gejala itu, ia mengingatkan bahwa stagflasi di Indonesia berpotensi terjadi. “Semua ini akan bertransmisi menjadi inflasi di triwulan ketiga dan keempat. Di sisi lain daya beli masyarakat bisa terus menurun. Konsumsi menurun, pertumbuhan ekonomi juga bisa melambat saat inflasi tinggi,” ujar Ahmad.
Untuk mencegah itu, Ahmad meminta pemerintah untuk terus serius mengendalikan inflasi. Pemerintah perlu memperbaiki tata kelola niaga perdagangan sehingga inflasi bisa terkendali. Pada komoditas cabai misalnya, yang seakan selalu rutin melonjak harganya. Di sisi lain, pemerintah harus menahan diri untuk tidak ikut mendongkrak inflasi melalui kebijakan menaikkan harga.
Pemerintah perlu memperbaiki tata kelola niaga perdagangan sehingga inflasi bisa terkendali. Pada komoditas cabai misalnya, yang seakan selalu rutin melonjak harganya.
“Pemerintah jangan terlalu sibuk urus minyak goreng saja, tapi harga cabai juga. Stabilkan juga harga lainnya,” ujar Ahmad.
Estimasi ke depan
Sampai akhir tahun inflasi umum diperkirakan akan terus melaju hingga 6,5-6,7 persen. Perhitungannya, berkaca kecenderungan inflasi selama enam bulan pertama tahun ini di kisaran 0,4 – 0,5 persen, bila itu dikalikan enam bulan ke depan dan ditambah inflasi hingga Juni, maka inflasi sampai akhir tahun akan mencapai 6,5 persen.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan, inflasi masih akan terus meningkat di periode mendatang. Ia berharap konsumsi masyarakat bisa ikut meningkat seiring dengan makin menggeliatnya kegiatan masyarakat. Di sisi lain, ia berharap alokasi subsidi dari APBN bisa mencegah pemerintah kembali menaikkan harga barang, sehingga inflasi bisa terkendali.
Kendati demikian, Faisal mencemaskan, inflasi dari harga barang bergejolak bisa menjadi unsur dominan di semester kedua. Masih tingginya harga-harga dunia akibat disrupsi rantai pasok global yang dipicu perang Rusia dengan Ukraina bisa bertransmisi menjadi inflasi di Indonesia yang berasal dari barang-barang impor (imported inflation).