Dongkrak Harga TBS, Pemerintah Tambah Faktor Pengali Ekspor
Pemerintah berupaya mempercepat ekspor CPO dan produk turunannya guna mendongkrak harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani. Kementerian Perdagangan diminta menaikkan pengali ekspor dari 5 menjadi 7.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
Petani kelapa sawit di Padang, Sumatera Barat, Kamis (30/6/2022), memperlihatkan sejumlah tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang kini harganya masih anjlok pasca-pelarangan ekspor CPO.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyatakan tengah berupaya menemukan keseimbangan antara target dari sisi hulu dan hilir terkait pengendalian minyak goreng. Hal itu, antara lain, ditempuh dengan cara mempercepat realisasi ekspor minyak sawit mentah atau CPO dengan tujuan menaikkan harga tandan buah sawit di tingkat petani.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta Kementerian Perdagangan mempercepat ekspor CPO dan produk turunannya karena kapasitas tangki-tangki diperkirakan kembali penuh dalam waktu dekat. Selain itu, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit petani masih rendah.
”Saya minta Kementerian Perdagangan untuk dapat meningkatkan pengali ekspor menjadi tujuh kali untuk ekspor sejak 1 Juli ini dengan tujuan utama untuk menaikkan harga TBS di petani secara signifikan,” ujar Luhut dalam keterangan pers, Sabtu (2/7/2022), berdasarkan rapat evaluasi kebijakan pengendalian minyak goreng pada Jumat.
Sebelumnya, pemerintah memberikan insentif berupa kuota ekspor sebesar lima kali lipat kepada perusahaan yang melaksanakan kuota kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik (domestic market obligation/DMO) dengan harga yang ditetapkan (DPO). Mereka bisa mengekspor komoditas itu lima kali lipat dari kuota DMO.
Luhut menambahkan, saat ini harga minyak goreng telah mencapai Rp 14.000 per liter di Jawa-Bali sehingga kebijakan di sisi hulu dapat mulai direlaksasi secara hati-hati untuk mempercepat ekspor dan memperbaiki harga TBS di tingkat petani.
Per Juni 2022, pemerintah telah memberikan alokasi ekspor sebesar 3,41 juta ton melalui program transisi dan percepatan. Alokasi itu diharapkan memberikan kepastian kepada dunia usaha dalam melakukan ekspor dan program transisi dapat dipergunakan selama beberapa bulan ke depan.
Hingga akhir Juni 2022, total minyak goreng curah yang disalurkan sebagai bagian kewajiban pemenuhan pasar dalam negeri (DMO) produsen minyak goreng telah mencapai lebih dari 270.000 ton. Alokasi ekspor dari program DMO dapat dipergunakan selama enam bulan dan sebagian telah dikonversi menjadi hak ekspor.
Di sisi lain, upaya mendongkrak harga CPO pada semester II ditempuh dengan menaikkan B30 (program pencampuran biodiesel 30 persen pada solar) menjadi B35/B40 dan diterapkan secara fleksibel tergantung pasokan dan harga CPO. Luhut meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, dan Pertamina bisa segera mengkaji rencana tersebut agar harga dapat terkendali.
”Saya harap seluruh kementerian dan lembaga yang terkait dapat segera menindaklanjuti pekerjaan terkait isu ini agar harga minyak goreng dapat segera terkendali dan menguntungkan bagi masyarakat, petani, ataupun para pengusaha,” kata Menko Luhut.
Sebelumnya, harga tandan buah segar kelapa sawit di tingkat petani dilaporkan anjlok hingga lebih dari 70 persen di 22 provinsi. Berdasarkan laporan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), harga tandan buah segar (TBS) petani swadaya anjlok sekitar 72 persen dibandingkan dengan sebelum adanya kebijakan larangan ekspor CPO. Per 23 Juni 2022, harga rata-rata TBS di 22 provinsi dengan kebun sawit adalah Rp 1.050 per kilogram (kg).
Menurut anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Hermanto, jatuhnya harga TBS tak lepas dari struktur industri sawit yang oligopolistik. Pemerintah diminta bergerak cepat dengan mengintervensi. Tidak hanya dalam jangka pendek untuk meringankan beban di tingkat hulu, tetapi juga memperbaiki tata kelola industri sawit agar lebih berpihak kepada petani (Kompas, 24/6/2022).
Sementara itu, masa sosialisasi penggunaan aplikasi Peduli Lindungi bagi masyarakat yang ingin membeli minyak goreng curah rakyat (MGCR) di pengecer resmi yang telah terdaftar di aplikasi SIMIRAH 2.0 ataupun PUJLE, menurut rencana, diperpanjang dari dua minggu menjadi tiga bulan. Hingga kini, masih banyak ditemui pengecer yang belum mengunduh QR Code Peduli Lindungi.
”Saya juga minta masa transisi dan sosialisasi penggunaan Peduli Lindungi yang tadinya dua minggu bisa diperpanjang selama tiga bulan. Kita harus memahami proses adaptasi yang masih dibutuhkan oleh teman-teman di lapangan,” lanjut Luhut.
Dalam masa perpanjangan sosialisasi ini, masyarakat tetap dapat membeli MGCR tanpa perlu menunjukkan nomor identitas kependudukan (NIK).
Dalam masa perpanjangan sosialisasi ini, masyarakat tetap dapat membeli MGCR tanpa perlu menunjukkan nomor identitas kependudukan (NIK). Namun, pemerintah meminta para pengecer dan pembeli agar dapat mulai menggunakan dan membiasakan penggunaan Peduli Lindungi dalam proses jual beli MGCR. Pengecer didorong segera mencetak QR Code Peduli Lindungi melalui SIMIRAH 2.0 atau PUJLE dan menempelnya di tempat penjualan.
Pemerintah juga akan terus mengembangkan penggunaan Peduli Lindungi sebagai alat pengawasan dan kontrol distribusi minyak goreng untuk mengantisipasi kembali terjadinya kenaikan harga minyak goreng di pasaran.