GWM Bank Terus Naik, Ekspansi Kredit Diyakini Tidak Terganggu
Per 1 Juli 2022, BI menaikkan GWM perbankan. Hal ini tentu mengurangi likuiditas di pasaran. Namun, perbankan tetap optimistis likuiditas yang tersedia masih cukup untuk ekspansi kredit.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Likuiditas di pasar makin berkurang seiring langkah Bank Indonesia yang secara bertahap terus menaikkan Giro Wajib Minimum perbankan. Kendati likuiditas terus berkurang, perbankan diyakini tetap memiliki ruang untuk melakukan ekspansi kredit.
Mulai 1 Juli 2022, Bank Indonesia (BI) meningkatkan persentase Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah untuk bank umum konvensional (BUK) menjadi 7,5 persen dari sebelumnya 6 persen. Ini merupakan kenaikan yang ketiga sepanjang 2022. Kenaikan GWM pertama terjadi pada Maret 2022, yakni dari 1,5 persen menjadi 5 persen. Sementara kenaikan GWM kedua terjadi pada Juni 2022 dari 5 persen menjadi 6 persen.
Tak hanya BUK, kenaikan persentase GWM rupiah juga dikenakan pada bank umum syariah (BUS) per 1 Juli 2022 menjadi 6 persen dari sebelumnya 4,5 persen. Seperti halnya kenaikan GWM rupiah pada BUK, kenaikan GWM rupiah pada BUS juga telah terjadi tiga kali sepanjang 2022.
Pengetatan likuiditas dengan menaikkan persentase GWM rupiah, baik untuk BUK maupun BUS, masih akan berlanjut hingga September 2022. Mulai awal September, GWM rupiah untuk BUK akan menjadi sebesar 9 persen dan GWM rupiah untuk BUS akan menjadi sebesar 6,5 persen.
BI menjelaskan, pengetatan likuiditas ini merupakan salah satu upaya untuk menormalisasi likuiditas usai kebijakan quantitative easing selama pandemi Covid-19 pada tahun 2020-2021.
Direktur Treasury and International Banking Bank Mandiri Panji Irawan mengatakan, meski ada pengetatan, pihaknya yakin likuiditas di pasar tetap mencukupi bagi perbankan untuk menyalurkan kredit.
”Kami perkirakan penyaluran kredit ke depan masih akan tumbuh seiring dengan bisnis dan perekonomian yang juga bertumbuh. Bank juga dapat memenuhi kewajiban GWM dengan tetap menyalurkan kredit sesuai rencana bisnisnya,” ujar Panji saat dihubungi, Jumat (1/7/2022).
Ia menambahkan, dalam perhitungannya, kenaikan GWM akan menurunkan likuiditas perbankan menjadi di level sekitar Rp 400 triliun pada September 2022. Namun, lanjutnya, jumlah likuiditas itu masih lebih tinggi dibandingkan dengan level likuiditas sebelum pandemi yang berada di kisaran Rp 250 triliun.
”Oleh karena itu, kami proyeksikan kalangan perbankan masih tetap memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi kenaikan GWM maupun kebutuhan bisnis lainnya,” ujar Panji.
Executive Vice President Secretariat and Corporate Communication BCA Hera F Haryn mengatakan, pihaknya memahami kebijakan kenaikan persentase GWM rupiah itu untuk menormalisasi likuiditas yang melimpah selama pandemi Covid-19. Selain itu, kebijakan tersebut untuk memitigasi risiko akibat kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat dan berbagai negara maju lainnya.
Ia menjelaskan, likuiditas di BCA masih mencukupi. Hal ini tecermin pada pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 17,5 persen secara tahunan pada triwulan pertama tahun ini menjadi Rp 997,8 triliun. Kenaikan itu ditopang oleh dana murah sebesar Rp 798,2 triliun atau bertumbuh 21,7 persen secara tahunan. Deposito juga masih bertumbuh 3,1 persen secara tahunan menjadi Rp 199,6 triliun.
Penyaluran kredit
Hera menambahkan, pihaknya optimistis mencapai target pertumbuhan penyaluran kredit di kisaran 6-8 persen pada tahun ini. ”Likuiditas yang cukup dan harapan akan pemulihan ekonomi akan mendorong permintaan kredit,” ujar Hera.
Gubernur BI Perry Warjiyo sebelumnya menjelaskan, normalisasi likuiditas melalui kenaikan GWM secara bertahap berlangsung tanpa mengganggu kemampuan bank dalam menyalurkan kredit. Sejak Maret hingga Mei 2022, kenaikan GWM telah menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp 119 triliun. Meski demikian, likuiditas masih cukup terindikasi dari rasio Alat Likuid terhadap DPK yang berada di level 30,8 persen.
”Penyerapan likuiditas tersebut tidak mengurangi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian Surat Berharga Negara (SBN) untuk APBN,” ujar Perry dalam jumpa pers hasil Rapat Dewan Gubernur pada akhir Juni lalu.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anto Prabowo mengatakan, intermediasi perbankan terus bertumbuh di tengah upaya normalisasi kebijakan moneter. Penyaluran kredit bank pada Mei 2022 bertumbuh 9,03 persen secara tahunan. Di sisi lain, DPK pada Mei juga masih bertumbuh 9,93 persen.