Dorong Nilai Tambah, Produk Unggulan Daerah Perlu Makin Inovatif
Generasi muda Indonesia umumnya teredukasi baik soal digitalisasi maupun jiwa kewirausahaan sehingga menjadi peluang bagi lahirnya wirausaha muda, inovatif, dan menciptakan lapangan kerja.
JAKARTA, KOMPAS — Produk unggulan daerah perlu terus dikembangkan dan diberikan sentuhan inovatif sehingga mampu meningkatkan nilai ekonomi, terutama produk pertanian organik yang sesungguhnya masih memiliki ceruk pasar tinggi.
Asisten Deputi Konsultasi Bisnis dan Pendampingan Deputi Bidang Kewirausahaan Kementerian Koperasi dan UKM Destry Anna Sari dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (30/6/2022), mengemukakan hal itu terkait penyelenggaraan Workshop Pengembangan Bisnis Lokal Produk Unggulan Daerah yang mendukung keberlanjutan wirausaha Desa Pinogu, Gorontalo.
Destry mengatakan, berbagai komoditas pertanian dan perkebunan organik telah dihasilkan oleh warga Desa Pinogu yang terletak di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Sudah saatnya hasil pertanian organik ditangani dan dikelola oleh generasi muda untuk kembali memulihkan ekonomi perdesaan pascapandemi Covid-19.
”Saatnya pemuda desa memajukan desanya sendiri. Setelah selesai belajar di kota, kembalilah ke desa. Desa adalah contoh kemandirian pangan yang diharapkan oleh pemerintah agar negara kita tidak bergantung pada impor yang pada akhirnya bisa tercipta kemandirian pangan nasional,” kata Destry.
Indonesia kini dihadapkan pada bonus demografi. Populasi anak muda mencapai 64,69 persen dari total penduduk di Indonesia. Mereka umumnya adalah anak muda yang teredukasi baik soal digitalisasi maupun jiwa kewirausahaan sehingga menjadi peluang bagi lahirnya wirausaha muda, inovatif, dan menciptakan lapangan kerja.
Desa Pinogu dikatakan memiliki potensi ekowisata yang menarik. Dikelilingi oleh hutan konservasi dengan akses menuju desa yang ekstrem akan memberikan pengalaman tersendiri bagi masyarakat perkotaan yang ingin berkunjung ke Desa Pinogu.
Sekretaris Daerah Bone Bolango Ishak Ntoma menyampaikan, dengan potensi desa yang luar biasa dan konsep back to nature ditambah peran aktif pemerintah, Desa Pinogu diharapkan menambah semangat dan daya juang segenap warga masyarakat.
Pendiri Amati Indonesia, Viringga Prasetyaji, selaku pendamping warga Desa Pinogu telah mengaktivasi pemuda, baik pemuda desa maupun para mahasiswa melalui program Kampus Merdeka. Hal ini mendorong dan memaksimalkan potensi pertanian dan perkebunan organik yang bernilai tinggi dan potensi pasar yang besar.
”Saat ini, masyarakat Indonesia maupun luar negeri mencari produk-produk organik dan sehat. Tren saat ini adalah back to nature, konsumen mulai memikirkan kualitas produk yang dikonsumsi bagi tubuh,” ujar Viringga.
Agar kegiatan ini dapat berkelanjutan, Kementerian Koperasi dan UKM juga melibatkan pemuda daerah yang tergabung dalam Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI) Provinsi Gorontalo untuk mengaktivasi pemuda Desa Pinogu. Selain itu, kisah sukses dari wirausaha muda agregator pertanian yang telah berhasil mengekspor rempah-rempah mencapai Rp 62 miliar pun ditampilkan.
Langkah ini diharapkan bisa memberikan inspirasi dan semangat bagi pemuda untuk menjadi penggerak, pemasar, dan penghubung petani agar memenuhi standar yang diinginkan pasar, baik pasar nasional maupun global.
Perkuat ekosistem bisnis
Secara terpisah, Kementerian Koperasi dan UKM juga menggandeng World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia untuk memperkuat ekosistem bisnis berkelanjutan dan ekonomi hijau agar terus melaju. Kerja sama ini merupakan tindak nyata kolaborasi untuk mewujudkan pelaku koperasi dan UMKM yang keberlanjutan dan terintegrasi dalam upaya pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Penandatanganan nota kesepahaman tersebut dilakukan oleh Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim serta Ketua Badan Pengurus Yayasan WWF Indonesia Alexander Rusli di Jakarta, Rabu (29/6/2022).
Kerja sama ini diharapkan dapat memfasilitasi penguatan kelembagaan ekosistem bisnis bagi koperasi dan UMKM. Kerja sama tersebut menyangkut pendampingan UMKM untuk peningkatan kualitas produk usaha, mendukung ekonomi sirkular yang memberdayakan masyarakat, inovatif, serta melindungi alam dan lingkungan hidup.
”Saya meyakini kerja sama ini dapat dilakukan dengan baik karena WWF banyak melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap pelaku UMKM. Jadi, kerja sama ini akan dilakukan lebih intensif lagi,” kata Arif.
Menurut Arif, ada beberapa program strategis Kemenkop dan UKM yang dapat disinergikan dengan WWF Indonesia, di antaranya menumbuhkan legalitas usaha bagi UMKM, seperti nomor induk berusaha (NIB) dan sertifikasi produk.
Ada juga program membangun ekosistem dan tata kelola UMKM agar terhubung ke dalam rantai pasok industri, baik nasional maupun global. Kemudian, terkait program pengembangan wirausaha muda dan produktif yang tumbuh dari kampus-kampus perguruan tinggi hingga pendataan UMKM.
”Untuk mewujudkan program-program tersebut, butuh kemitraan dan sinergi dengan banyak pihak. Misalnya, dengan WWF, bisa masuk dari sisi edukasi dan sosialisasi mengenai ekonomi hijau,” ujar Arif.
Banyak UMKM yang sudah mempraktikkan ini dengan nilai tradisional dan kearifan lokal. Selain itu, beradaptasi dengan ekonomi hijau akan membuka pasar yang lebih luas.
Meski begitu, Arif tetap mendorong agar lebih banyak kolaborasi dan kerja sama yang dapat mendorong praktik dari agenda ekonomi hijau. Sebab, hal itu tidak hanya akan memberikan pemulihan ekonomi dan lapangan pekerjaan. Ekonomi hijau juga akan membantu memajukan SDGs yang telah menjadi fokus pemerintah.
Ketua Badan Pengawas Yayasan WWF Indonesia Alexander Rusli mengatakan, melalui penandatanganan MoU ini, kedua pihak akan melakukan proyek percontohan (pilot project) bersama terkait pendampingan UMKM. WWF Indonesia diharapkan dapat berkolaborasi melakukan pendampingan pada UKM untuk meningkatkan kualitas produk usaha dalam menghasilkan produk inovatif, tetapi juga ramah lingkungan.
WWF Indonesia mencatat ada sekitar 75 persen kebocoran dari sumber berbasis lahan diperkirakan berasal dari sampah yang tidak terkumpul (Ocean Conservancy, 2017).
”Dibutuhkan solusi yang dapat mengurangi dampak kolektif yang disebabkan limbah plastik yang dihasilkan masyarakat, yang dapat menjadi ancaman global bagi bumi,” kata Alexander.
Menurut Alexander, sebagai alternatif dari ekonomi linier tradisional, ekonomi sirkular mengutamakan penggunaan sumber daya, sampah, emisi, dan energi terbuang secara minimal. Hal ini dicapai melalui penutupan siklus produksi-konsumsi dengan memperpanjang umur produk, inovasi desain, pemeliharaan, penggunaan kembali, remanufaktur, daur ulang ke produk semula (recycling), dan daur ulang menjadi produk lain (upcycling).
Lebih dari itu, Kemenkop dan UKM telah menegaskan komitmen kebijakannya untuk membawa koperasi dan UKM naik kelas, meningkatkan posisi dan peran UMKM untuk mengakses pasar nasional maupun internasional dengan tetap terus memperkuat penerapan standar usaha dan standar produk hijau, arif secara sosial dan lingkungan hidup, serta berkelanjutan.
”Komitmen tersebut selaras dengan tujuan-tujuan program Yayasan WWF Indonesia saat ini,” kata Alexander.