Kesadaran akan bisnis berkelanjutan menjadi tren global dan Indonesia. Pemerintah dan dunia usaha berupaya terus mempercepat transisi kegiatan ekonomi hijau ini.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pembiayaan dan investasi berkelanjutan terus berkembang di Indonesia meskipun nilainya relatif belum besar. Untuk mempercepat pembentukan ekosistem pembiayaan dan investasi berkelanjutan, dibutuhkan sinergi dari para pemangku kepentingan.
Hal tersebut mengemuka dalam acara Program G20 Bincang Dua Puluh berjudul “Building Sustainable Investing Ecosystem” yang diselenggarakan Kompas bersama East Ventures secara hibrida di Jakarta Kamis (30/6/2022).
Hadir sebagai pembicara Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Wempi Saputra, Deputy Chair of Finance & Infrastructure B20 Arief Budiman, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy, Partner East Ventures Melisa Irene, dan Chief Platform Officers KoinWorks Jonathan Bryan.
Pembiayaan dan Investasi berkelanjutan merupakan pembiayaan atau investasi yang mempertimbangkan faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental Social Governance/ESG). Pembiayaan ini disalurkan ke sektor-sektor usaha yang mengusung ekonomi hijau dengan konsep ESG.
Wempi Saputra mengatakan, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi hijau di Indonesia, pemerintah sudah merilis obligasi hijau antara lain Green Sukuk Bond yang mencapai 3,5 miliar dollar (Rp 50,75 triliun). Dari postur belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pihaknya sudah menandai alokasi anggaran untuk urusan perubahan iklim (tagging climate change).
Selain itu, pemerintah juga telah menjalankan Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP) sebanyak 31 proyek terkait investasi bisnis berkelanjutan dengan nilai total Rp 338 triliun. Adapun proyek itu antara lain pembangunan sarana telekomunikasi, transportasi, listrik, dan satelit. Untuk menarik investor membiayai proyek-proyek hijau, pemerintah akan menyiapkan skema insentif pajak seperti tax holiday dan tax allowance.
Sementara itu Arief Budiman mengatakan, untuk meningkatkan pembiayaan dan investasi berkelanjutan, ada unsur yang harus dipenuhi yaitu harganya terjangkau (affordable) dan mudah diakses (accessible). Ia menjelaskan, salah satu kendala yang membuat dunia usaha terkesan ragu-ragu adalah mahalnya biaya pinjaman dan investasi yang diperlukan untuk bertransformasi ke ekonomi hijau.
Transisi
Kendati demikian, lanjut Arief, transisi dunia usaha ke ekonomi hijau terus terakselerasi seiring waktu. Ini artinya, kesadaran dunia usaha untuk mulai beralih menjalankan bisnis berkelanjutan kian terbangun.
Ia menjelaskan, minat investor luar negeri untuk ikut membangun proyek energi baru terbarukan juga sangat besar. Mereka hanya perlu kerangka kerja dan peta jalan yang lebih kongkret.
“Saat ini dunia usaha yang tidak menjalankan prinsip ramah lingkungan pasti kesulitan. Namun, dunia usaha yang berupaya menuju ekonomi hijau pun belum mudah jalannya. Proses transisi ini yang harus kita bangun,” ujar Arief yang juga merupakan Deputi Chief Executive Officer Indonesia Investment Authority.
Melisa Irene mengatakan dalam menyalurkan investasi kepada suatu entitas atau perusahaan rintisan, East Ventures selalu mempertimbangkan prinsip bisnis berkelanjutan. Pihaknya juga merilis “Sustainability Report” yang berisi kajian dan penilaian seberapa jauh perusahaan-perusahaan menjalankan prinsip bisnis berkelanjutan.
Menurut Irene, pihaknya juga mendorong perusahaan-perusahaan yang memperoleh pendanaan dari East Ventures terus menjalankan bisnisnya dengan prinsip keberlanjutan.
Jonathan Bryan mengatakan, berdasarkan pengalaman KoinWorks, digitalisasi mampu menurunkan risiko debitor. Artinya, digitalisasi sebenarnya bisa menurunkan risiko debitor yang sedang bertransisi ke ekonomi hijau. Ia mencontohkan, dengan bantuan teknologi digital, risiko pembiayaan kepada nelayan yang sebelumnya dianggap besar menjadi terukur sehingga nelayan akhirnya bisa mengakses pembiayaan.
Sementara Yusuf Rendy berpendapat, salah satu faktor penting untuk mendorong pembiayaan dan investasi berkelanjutan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya ekonomi hijau dan bisnis berkelanjutan. Sebab, masyarakat punya peranan besar dalam mata rantai perekonomian. “Ketika dunia usaha sudah mulai beralih namun masyarakatnya belum, ini malah bisa menjadi senjata makan tuan,” ujar Yusuf.
Yusuf mengapresiasi berbagai insentif yang diberikan pemerintah untuk menarik investasi berkelanjutan. Menurutnya, insentif-insentif tersebut perlu diarahkan ke sektor-sektor yang bisa memberikan dampak besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yaitu pertanian dan manufaktur.