Sejak pertama kali terdeteksi pada 22 April 2022, penyakit mulut dan kuku kini telah menyebar di 19 provinsi di Indonesia. DPR menilai pemerintah tak serius dalam penanganannya. Adapun penanganan PMK kini di bawah BNPB.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi IV DPR RI menilai penanganan penyakit mulut dan kuku atau PMK oleh Kementerian Pertanian tidak optimal dan cenderung lambat. Hal itu menyebabkan PMK menyebar dengan cepat dan telah terdeteksi di 19 provinsi. Adapun pemerintah menganggarkan Rp 4,6 triliun untuk dana penanganan, termasuk untuk pengadaan vaksin PMK.
Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi PDI-P Sudin dalam rapat dengar pendapat dengan pejabat eselon I Kementerian Pertanian (Kementan), Senin (27/6/2022), di Jakarta, mengatakan sudah sebulan lalu pihaknya meminta pengendalian PMK disertai penguatan biosekuriti, juga pengawasan lalu lintas hewan ternak. Namun, jumlah hewan yang sakit justru terus bertambah.
Sejak pertama kali terdeteksi pada akhir April 2022, PMK memang terus meluas. Berdasarkan data di laman siagapmk.id, Senin sore, tercatat ada 274.837 hewan dinyatakan sakit di 217 kabupaten/kota di 19 provinsi. Jumlah itu mencakup 1.674 ekor mati, 2.655 ekor dipotong bersyarat, 88.664 ekor sembuh, dan 181.844 ekor belum belum sembuh.
”Komisi IV melihat penanganan PMK kurang optimal dan cenderung lambat. Perlu peningkatan fasilitas pencegahan serta penguatan karantina di perbatasan. Sebab, sebagian besar penyebaran penyakit melalui alur perdagangan. (Badan) Karantina sangat lemah. Terlihat Kementan tidak serius dalam menekan penyebar luasan penyakit ini,” ujar Sudin.
Beberapa hari lalu, atau saat penyebaran PMK sudah meluas di 19 provinsi, pemerintah pusat akhirnya membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan PMK, yang dikomandoi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Di dalam satgas juga terdapat unsur dari Kementan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Selain perbaikan terkait pendataan, Sudin meminta Kementan memperhatikan distribusi vaksin dan kesiapan produksi vaksin. Terlebih, dua pekan lagi hari raya Idul Adha. Terkait pendanaan, pihaknya mendukung dengan catatan perencanaan harus cemat,karena keputusan juga akan menjadi tanggung jawab Komisi IV DPR.
Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Gerindra G Budisatrio Djiwandono menilai, dengan perkembangan situasi saat ini, dua bulan adalah waktu yang lama dalam penanganan PMK. ”Sementara rakyat, khususnya para peternak, butuh kepastian. Butuh diyakinkan pemerintah bahwa mereka akan dibantu. Sudah ada tahapan yang dilalui, kami apresiasi. Tapi tolong dikejar, ini sudah jauh terlambat,” katanya.
Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono mengatakan, upaya percepatan penanganan dilakukan. Terkait kebutuhan anggaran, dari Rp 4,4 triliun yang diusulkan ke Menko Bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan, meningkat menjadi Rp 4,6 triliun, sesuai rapat koordinasi terbatas (rakortas) pada 22 Juni 2022. Anggaran sebanyak itu termasuk untuk vaksin, vitamin dan obat-obatan, serta alat pendingin.
Sejumlah anggota Komisi IV DPR menanyakan kepastian anggaran Rp 4,6 triliun tersebut. Kasdi menuturkan, dari rakortas memang telah diputuskan demikian, tetapi dikaji ulang Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu baru akan dilakukan pada Selasa (28/6/2022).
Mengenai rincian, vaksin dan sarana pendukung ialah Rp 2,8 triliun. ”(Setiap hewan) total dua kali vaksin plus satu kali booster. Total 43,66 juta dosis yang akan kami berikan. Dana operasional vaksinasi Rp 866 miliar dan pendataan ternak Rp 570 miliar. Khusus pendanaan di Badan Karantina, untuk pengawasan lalu lintas dan transportasi hewan, Rp 159,5 miliar,” katanya.
Dalam rapat tersebut, juga ditanyakan terkait kewenangan Kementan dan BNPB dalam menggunakan anggaran. Menurut Kasdi, hal tersebut sudah dibicarakan dengan BNBP. ”(Pengadaan) vaksin, juga obat-obatan tetap ada di Kementan. Sementara pada BNPB ialah dana operasional seperti untuk distribusi dan penyiapan vaksinator,” lanjutnya.
Idul Adha
Sementara terkait Idul Adha, Kasdi mengatakan, empat hewan ternak utama yang disiapkan adalah sapi, kerbau, kambing, dan domba. Ia pun memastikan ketersediaan hewan kurban melebihi kebutuhan saat Idul Adha. ”Total dari empat ternak tersebut adalah 2,27 ekor, sedangkan kebutuhan 1,81 juta ekor,” ucapnya.
Pakar Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Mikrobiologi Pangan Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis IPB University, Denny Widaya Lukman, menuturkan, PMK memang tak menular kepada manusia. Daging hewan juga tidak mengandung virus PMK, terlebih jika dimasak. Namun, selain kesehatan manusia, aspek kesehatan hewan juga perlu diperhatikan.
Menurut dia, daging tanpa tulang dan tanpa limfoglandula (kelenjar pertahanan), serta sudah dilayukan tidak mengandung virus PMK aktif. Namun, ada kemungkinan permukaan daging masih terkontaminasi virus PMK dari bagian yang mengandung virus saat dipotong. Akan tetapi, apabila pH (derajat keasaman) daging di bawah 6,0 maka virus PMK inaktif.
Virus PMK pada daging dari pemotongan hewan hanya berada dalam sumsum tulang dan dalam limfoglandula. ”Oleh sebab itu, hewan yang dipotong di daerah wabah, tertular dan terduga, tulang dan limfoglandula sangat dianjurkan diambil atau dilepaskan dari daging. Bukan ditakutkan menular, tetapi agar tidak membawa virus PMK ke mana-mana, yang justru dapat menular ke hewan rentan lainnya (sapi, kerbau, kambing, domba, babi),” kata Denny.