Kominfo: 4.634 Penyelenggara Sistem Elektronik Swasta Telah Mendaftar
Kementerian Kominfo tetap bersikeras agar kebijakan wajib daftar penyelenggara sistem elektronik swasta di OSS RBA tetap berjalan. Seruan terus dilakukan, termasuk secara khusus ke penyelenggara skala besar.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
MEDIANA
Dirjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan, hingga Senin (27/6/2022), sudah ada 4.634 penyelenggara sistem elektronik swasta menunaikan kewajibannya mendaftar di Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik Berbasis Risiko atau OSS RBA. Jumlah itu terdiri dari 4.559 penyelenggara domestik dan 75 asing.
“Penyelenggara sistem elektronik (PSE) swasta berskala besar yang belum menunaikan kewajibannya mencakup, antara lain Google, Netflix, dan Facebook. Mereka harus lekas mendaftar,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan, Senin (27/6/2022), di Jakarta.
Dia mengatakan, Kementerian Kominfo telah bertemu dengan perwakilan 66 PSE swasta skala besar, termasuk PSE swasta asing, di kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin pukul 14.00 WIB. Dalam pertemuan itu, pihak Kementerian Kominfo menegaskan ulang bahwa kebijakan wajib daftar adalah amanat Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat yang telah diubah melalui Permenkominfo Nomor 10 Tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Dari pertemuan itu, dia berharap mereka segera melaksanakan kewajibannya mendaftar.
Apabila perusahaan PSE swasta skala besar itu menilai Indonesia sebagai pasar layanan digital yang potensial dan besar, Semuel menyatakan mereka seharusnya lekas menunaikan kewajiban mendaftarkan PSE di OSS RBA. Sebab, dari sisi Kementerian Kominfo tidak segan menjatuhkan sanksi mulai dari teguran sampai pemblokiran.
”Pendaftaran ini wajib. Tanggal 20 Juli 2022 adalah batas akhir menunaikan kewajiban daftar di OSS RBA. Kalau tidak daftar, PSE swasta bersangkutan bisa dianggap ilegal,” imbuh Semuel.
Manajemen Google, dalam pernyataan resmi yang diterima Kompas, Senin, mengatakan, pihak perusahaan telah mengetahui adanya kebijakan wajib daftar PSE swasta. Perusahaan akan mengambil tindakan yang sesuai sebagai upaya patuh pada aturan yang berlaku.
Head of Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda, saat dihubungi terpisah, berpendapat, kebijakan wajib registrasi PSE swasta di OSS RBA memiliki sisi positif dan negatif. Untuk sisi positif, dia mengatakan, kebijakan wajib registrasi akan mendorong adanya perekaman data PSE yang sangat bagus, mulai dari data tahun, domisili, hingga investasi awal. Data seperti itu penting bagi pemerintah untuk membuat sebuah kebijakan.
”Sistem data PSE yang telah tertata akan lebih memudahkan bagi investor ataupun pemilik penyelenggaraan transaksi digital guna mendapatkan izin dari pemerintah,” ujar Huda.
Huda menyebutkan tiga dampak negatif pemberlakuan wajib registrasi PSE swasta di OSS RBA. Pertama, cara kerja OSS RBA relatif belum sinkron dengan sistem pengurusan bisnis yang dimiliki pemerintah daerah. Merujuk PP No 71/2019, sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
Menurut dia, jika ada pengembang aplikasi yang ingin mengembangkan usaha daring, pengembang bersangkutan seharusnya mengajukan izin usaha ke pemerintah daerah, meskipun usahanya daring. Pengurusan izin usaha di daerah kadang sukar. Mekanisme pendaftaran ataupun perizinan seperti itu mengakibatkan PSE bisa terlambat beroperasi. Dengan kata lain, ada biaya operasional yang seharusnya bisa diefisienkan oleh perusahaan.
Kedua, apabila wajib registrasi di OSS RBA sudah dipenuhi oleh PSE swasta, tetapi terdapat kemungkinan belum terdaftar ataupun berizin di kementerian/lembaga lain. Hal ini bisa menimbulkan kerancuan bagi industri ataupun pasar layanan digital.
”Konsumen pun biasanya cuma sebatas paham ’PSE swasta berizin atau tidak’. Celah ini bisa dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Sisi negatif ketiga adalah potensi tumpang tindih dengan rezim wajib perizinan di kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang telah berjalan. Huda lantas memberikan gambaran pendaftaran dan perizinan PSE swasta sistem pembayaran di Bank Indonesia. Ketika mereka harus mengajukan lagi pendaftaran PSE swasta di OSS RBA demi mengikuti kebijakan Kementerian Kominfo, ia menilainya hal itu malah menimbulkan tumpang tindih.