Usaha Rintisan Sebaiknya Fokus Menghasilkan Produk dan Model Bisnis yang Berkelanjutan
Ketidakpastian makroekonomi global mendorong para usaha rintisan bidang teknologi untuk fokus meningkatkan kesesuaian produk dengan kebutuhan pasar.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
KOMPAS/MEDIANA
Suasana pertemuan investor dan perusahaan rintisan bidang teknologi yang dikemas mirip speed dating di acara Nexticorn International Summit 2019. Dalam pertemuan yang berdurasi sekitar 20 menit, usaha rintisan melakukan presentasi di hadapan investor agar memperoleh pendanaan.
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan rintisan bidang teknologi atau start up diperkirakan masih akan berjibaku menghadapi ketidakpastian kondisi makroekonomi global dan potensi kenaikan suku bunga. Oleh karena itu, start up harus tetap fokus memiliki produk dan model bisnis yang menghasilkan profit berkelanjutan daripada mengejar pertumbuhan secepat mungkin.
”Ketika ingin menyuntikkan investasi kepada start up, investor akan lebih selektif, seperti investor akan semakin jeli mempertimbangkan ukuran pangsa pasar ataupun kecocokan solusi yang start up tawarkan dengan target pasar yang dituju,” ujar Chief Summit Executive Nexticorn International Summit 2022 Edward Ismawan Chamdani saat ditemui seusai konferensi pers Nexticorn International Summit 2022, Jumat (24/6/2022), di Jakarta.
Menurut dia, investor juga mempertimbangkan latar belakang sektor industri yang sebuah start up geluti. Salah satunya adalah start up bidang kesehatan. Apalagi, di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sedang berusaha menata kembali regulasi teknologi ataupun layanan kesehatan.
”Namun, pertimbangan investor yang utama tetap terkait apakah suatu start up memiliki peta jalan meraih untung. Mungkin masih akan ada fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena start up akan melakukan restrukturisasi lini bisnis mana yang bisa tetap atau lekas untung,” kata Edward yang juga menjabat sebagai bendahara Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) dan Managing Partner Ideosource Venture Capital.
Nexticorn International Summit 2022 merupakan acara yang akan mempertemukan start up Indonesia dengan investor. Acara tahunan ini sempat vakum 2020–2021 selama pandemi Covid-19. Pada penyelenggaraan tahun 2022 akan berlangsung 31 Agustus - 2 September 2022 di Nusa Dua, Bali.
Di tengah fenomena ketidakpastian kondisi makroekonomi global, tim dari Nexticorn memperketat seleksi start up yang boleh berpartisipasi. Misalnya, kriteria start up dinaikkan menjadi mereka yang sudah mengantongi seri A ke atas.
Sejauh ini, jumlah start up seri C ke atas yang lolos kurasi dan akan mengikuti Nexticorn Internasional Summit 2022 mencapai empat perusahaan, seri B terdapat delapan perusahaan, dan seri A sebanyak 14 perusahaan. Jumlah perusahaan modal ventura dalam dan luar negeri yang telah mendaftar hadir lebih dari 50 perusahaan.
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA
Suasana Forum Sosialisasi Belanja dan Jualan Online di Jakarta, Jumat (28/9/2018).
Saat ditemui di Alpha JWC Portfolio Gathering & Media Networking, Jumat sore, Vice President Marketing and Value Creation Alpha JWC Ventures Cheryl NG mengatakan, fenomena penyesuaian bisnis (company rightsizing) di lingkup start up diperkirakan masih akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang. Fenomena yang hangat terjadi beberapa pekan ini, seperti penyesuaian bisnis yang menyebabkan pengurangan sejumlah karyawan start up, masih tahap awal.
”Kita tidak bisa mengendalikan situasi global. Kepada para pendiri start up, kami terus-menerus mengimbau agar mereka fokus ke produk dan kesesuaian produk dengan kebutuhan pasar,” ujar Cheryl.
Strategi seperti itu dinilai akan membuat perusahaan tumbuh lebih berkelanjutan dan menghasilkan keuntungan. Perusahaan pun masih bisa mempertahankan karyawan ataupun tetap membuka lowongan pekerjaan.
Ketidakpastian makroekonomi global yang tengah terjadi akan berdampak ke penilaian valuasi start up menjadi lebih rasional. Ini sejalan dengan langkah investor yang semakin mencari start up yang menghasilkan profit, bukan start up yang bersaing ”membakar uang” atau mempergunakan dana untuk promosi diskon besar-besaran demi menarik pelanggan.
Cheryl menambahkan, Alpha JWC Ventures tidak akan menghentikan suntikan investasi. Alpha JWC tetap melakukan penyertaan pendanaan kepada start up tahap awal. Tidak ada spesifik bidang industri yang jadi incaran Alpha JWC Ventures.
”Kami adalah perusahaan modal ventura yang agnostik. Portofolio investasi kami selalu beragam, mulai dari usaha kuliner sampai perusahaan teknologi finansial. Selain kesesuaian produk dengan kebutuhan pasar, kami akan mencari pendiri start up yang memiliki karakter bagus sebelum kami memutuskan berinvestasi,” katanya.
Terlepas dari ketidakpastian makroekonomi global, Cheryl masih melihat ekosistem industri start up di Asia Tenggara, terutama Indonesia, punya prospek cerah. Salah satu pemicunya adalah penetrasi pengguna internet di Indonesia yang telah melebihi populasi penduduk Indonesia.
Managing Partner Strategy and Transaction Ernst & Young Indonesia David Rimbo menyampaikan hal senada. Sebagai negara kepulauan dan populasi penduduk yang besar, Indonesia memiliki sejumlah persoalan yang dapat diatasi menggunakan teknologi digital. Sebagai contoh, masih ada warga yang belum terlayani layanan perbankan dengan maksimal (underbank) dan warga yang sama sekali belum terakses layanan perbankan (underserved bank). Semua bisa diatasi lewat teknologi digital.
”Kami justru melihat fenomena yang terjadi belakangan di industri start up sebagai suatu penyesuaian kembali pasar (market adjustment). Inovasi teknologi tidak seharusnya berhenti karena kondisi ketidakpastian ekonomi. Amazon, misalnya, tetap mempersiapkan dengan inovasi pengiriman barang menggunakan drone,” tutur David.
Chairman Nexticorn Foundation dan Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Rudiantara menambahkan, teknologi Web3 masih mempunyai peluang besar dikembangkan di berbagai sektor industri. Misalnya, jasa keuangan, ritel, edukasi, dan konstruksi. Dia juga menilai minat warga terhadap Web3 besar yang ditandai dengan peningkatan investor aset kripto. Sesuai data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, dari akhir Desember 2021 sampai Mei 2022, terdapat penambahan hampir 3 juta investor, dari 11,2 juta sekarang mencapai 14,1 juta investor.