Kebijakan Wajib Daftar Dukung Basis Data Platform Digital
Kebijakan mewajibkan penyelenggara sistem elektronik privat untuk mendaftar di sistem perizinan terintegrasi dinilai positif untuk kebutuhan pendataan. Namun, pemerintah perlu mengkaji dampak dan menjelaskan tujuannya.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah yang mewajibkan penyelenggara sistem elektronik privat untuk mendaftar dianggap positif untuk mendukung adanya basis data platform digital yang beroperasi di Indonesia. Hanya, kebijakan itu jangan sampai memiliki tujuan lanjutan yang tidak tersosialisasikan sehingga berpotensi mengganggu iklim industri digital.
”Kebijakan mewajibkan penyelenggara sistem elektronik (PSE) privat domestik dan asing mendaftar cukup masuk akal. Namun, kebijakan itu harus dibedakan dengan registrasi perizinan. Apabila tujuan kebijakan berkembang sampai perizinan, hal itu berpotensi menimbulkan masalah bagi industri digital,” ujar Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri saat dihubungi di Jakarta, Kamis (23/6/2022).
Menurut dia, kewajiban PSE privat mendaftar di sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik berbasis risiko atau OSS RBA sebenarnya membuat tambahan beban persyaratan bagi PSE. Hal ini terutama bagi PSE privat yang skala usaha operasionalnya masih kecil.
Jika dilihat dari perspektif konsumen, Yose memandang, apabila kebijakan itu ditegakkan, termasuk sanksi pemblokiran, pengguna platform digital akan memiliki pilihan layanan yang terbatas.
Terkait dengan sanksi blokir, dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, Yuli Wahyuningtyas, berpendapat, kebijakan blokir tidak bisa asal diterapkan. Pemerintah seharusnya sudah lebih dulu mengkaji kemungkinan dampak terhadap keputusan memasukkan sanksi blokir dalam kebijakan PSE wajib daftar, misalnya dampak terhadap investasi industri digital.
”Apakah pemerintah (Kementerian Komunikasi dan Informatika/Kominfo) telah melakukan penilaian dampak terlebih dulu? Apakah pemerintah juga sudah mengevaluasi implementasi OSS RBA yang disebut-sebut mempermudah administrasi, tetapi masih muncul banyak keluhan terhadap sistemnya?” ujarnya.
Dari segi tujuan kebijakan, Yuli senada dengan Yose. Apabila pemerintah memiliki tujuan lanjutan dari wajib daftar, seperti menjaga kedaulatan digital, pemerintah diharapkan mampu menjelaskan ke publik.
”Makna kedaulatan digital butuh penjelasan detail. Setelah pemerintah mampu menjelaskan maksudnya, pemerintah juga harus menimbang apakah regulasi yang sudah dibuat sejalan dengan tujuan dan bisa diukur?” tegas Yuli.
Apabila pemerintah memiliki tujuan lanjutan dari wajib daftar, seperti menjaga kedaulatan digital, pemerintah diharapkan mampu menjelaskan ke publik.
Juru Bicara Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Andi Taufan Garuda menyampaikan, kebijakan wajib daftar di OSS RBA bisa dimaknai sebagai langkah tegas pemerintah mau meminimalkan kemunculan penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi ilegal. Dengan dukungan dua lembaga pemerintah, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Kominfo, industri teknologi finansial bidang pendanaan dapat lebih terjaga kualitas, layanan, serta kredibilitasnya. AFPI akan menyosialisasikan kebijakan wajib daftar di OSS RBA kepada anggota.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif Angga menerka, jika semua PSE privat telah terdaftar, pemerintah jangka panjang akan meminta mereka mengikuti standar keamanan siber yang ditetapkan pemerintah.
”Jika memang begitu, pemerintah secara paralel harus segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi. RUU ini adalah keharusan,” kata Angga.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga berpandangan senada. IdEA terus memfasilitasi komunikasi antara anggota dan Kementerian Kominfo.
Tenggat 20 Juli
Sesuai Surat Edaran Menteri Kominfo Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tanggal Efektif Pendaftaran dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat pada 14 Juni 2022, batas waktu wajib pendaftaran PSE lingkup privat domestik dan asing di OSS RBA akan berakhir pada 20 Juli 2022.
Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi menjelaskan, penetapan batas waktu itu mengacu pada dua aturan. Pertama, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Kedua, Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat yang telah diubah melalui Peraturan Menteri Kominfo Nomor 10 Tahun 2021.
”Kedua peraturan itu mewajibkan PSE lingkup privat, baik domestik maupun asing, mendaftar paling lambat enam bulan sejak sistem pendaftaran PSE efektif pada OSS RBA beroperasi, yaitu sejak tanggal 21 Januari 2022,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (22/6/2022), di Jakarta.
Kedua peraturan itu mewajibkan PSE lingkup privat, baik domestik maupun asing, mendaftar paling lambat enam bulan sejak sistem pendaftaran PSE efektif pada OSS RBA beroperasi.
Sesuai Surat Edaran Menteri Kominfo No 3/2022 pula, PSE yang telah memiliki tanda daftar PSE sebelum diundangkannya Peraturan Menteri Kominfo No 5/2020 harus melakukan daftar ulang melalui OSS RBA sebelum 20 Juli 2022. Dedy menegaskan, bagi PSE privat lainnya yang belum pernah melakukan pendaftaran dan memenuhi kriteria wajib daftar, pemerintah mendorong mereka segera menunaikan kewajibannya.
Sanksi pemblokiran akan dilakukan Kementerian Kominfo setelah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lain.
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Kominfo No 5/2020, pengajuan permohonan pendaftaran dilakukan dengan mengisi informasi yang benar mengenai empat hal. Keempat hal itu meliputi gambaran umum pengoperasian sistem elektronik, kewajiban untuk memastikan keamanan informasi, kewajiban perlindungan data pribadi, dan kewajiban melakukan uji laik. Adapun yang dimaksud dengan gambaran umum pengoperasian sistem elektronik meliputi, antara lain, nama domain, sektor sistem elektronik, dan keterangan data yang diproses.