Permintaan Lesu dan Pasokan Komponen Terhambat, Pengiriman Ponsel Turun di Triwulan I-2022
Pengiriman ponsel pintar secara global turun pada triwulan I-2022. Permintaan lesu hingga masih adanya kendala pasokan komponen diduga menjadi faktor yang menyebabkan penurunan tersebut.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri ponsel pintar menghadapi tantangan yang semakin meningkat, mulai dari lesunya permintaan, ketegangan geopolitik yang berkelanjutan, hingga kendala rantai pasok komponen yang masih berlangsung. Situasi ini memengaruhi pengiriman ponsel dari produsen ke pasar.
Beberapa riset yang dilakukan firma analis pasar teknologi informasi, seperti International Data Corporation (IDC) dan Canalys, menyampaikan hal itu. Direktur Riset IDC’s Worldwide Mobility and Consumer Device Trackers Nabila Popal, dalam blog IDC seperti dikutip Kompas, Minggu (19/6/2022), di Jakarta, mengatakan, IDC memperkirakan pengiriman ponsel pintar secara global akan turun 3,5 persen menjadi 1,31 miliar unit pada tahun 2022. Pengiriman juga cenderung turun tiga triwulan berturut-turut sebelumnya.
”Tantangan yang dialami industri ponsel pintar meningkat, baik dari sisi penawaran maupun permintaan. Kuncitara yang terjadi di China memiliki dampak besar. Sejumlah OEM (perusahaan manufaktur yang memproduksi produk atau komponen yang kemudian dibeli oleh perusahaan lain dengan memakai merek dagang dari perusahaan pembeli) mengurangi pesanan tahun ini,” ujar Nabila.
Apple menjadi produsen yang paling sedikit terkena dampak situasi global karena kontrol yang lebih besar atas rantai pasokannya. Selain itu, mayoritas pelanggannya di segmen harga tinggi tidak terlalu terpengaruh oleh masalah ekonomi makro, seperti inflasi.
IDC memperkirakan pasokan semikonduktor yang terbatas masih berlangsung hingga paruh kedua 2022, diikuti komponen ponsel pintar lain. Misalnya power management integrated circuits, display drivers, dan chip Wi-Fi discrete.
Vice President Mobility Canalys Nicole Peng memperkirakan pengiriman ponsel pintar di seluruh dunia turun sekitar 11 persen pada triwulan I-2022. Produsen ponsel pintar menghadapi ketidakpastian yang besar karena konflik politik Rusia-Ukraina, kuncitara di China, dan ancaman inflasi global. Semua itu semakin menambah pelambatan permintaan triwulan I yang biasanya cenderung lesu.
Sementara itu, di dalam Indonesia, berdasarkan laporan riset IDC bertajuk Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker (Juni 2022), pengiriman ponsel pintar dari produsen ke pasar pada triwulan I-2022 mencapai 8,9 juta unit. Jumlah ini turun 17,3 persen dibandingkan dengan triwulan I-2021 dan turun 13,1 persen dibandingkan triwulan IV-2021.
Associate Market Analyst IDC Indonesia Vanessa Aurelia, Kamis (16/6/2022), di Jakarta, menduga daya beli masyarakat Indonesia terhadap ponsel sedang rendah. Sebab, pada saat bersamaan terjadi kenaikan harga barang kebutuhan pokok, seperti bahan bakar.
China masih menghadapi persoalan kekurangan pasokan cip. Sementara negara itu merupakan produsen manufaktur ponsel yang besar di tingkat global.
Pada triwulan I-2022, pengiriman ponsel pintar untuk kisaran harga 200 dollar AS ke bawah atau segmen bawah secara khusus turun 22 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021 karena kendala pasokan cip 4G low-end.
Menurut Head of Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda saat dihubungi Minggu (19/6/2022), China sendiri masih menghadapi persoalan kekurangan pasokan cip. Sementara negara itu merupakan produsen manufaktur ponsel yang besar di tingkat global.
”Jika produsen harus menurunkan produksinya, hal itu akan berimbas ke pasar Indonesia. Pangsa pasar ponsel pintar (yang diproduksi dari ) China di Indonesia mencapai lebih dari 50 persen,” ujar Nailul.
Terkait sisi permintaan, Nailul memandang inflasi global memang turut menekan daya beli masyarakat secara global, termasuk terhadap ponsel pintar. Namun, dia menilai di tingkat domestik, fenomena penurunan daya beli masyarakat Indonesia terhadap ponsel pintar pada triwulan I-2022, terutama bukan karena dampak inflasi. Inflasi domestik yang telah mendekati 4 persen baru terasa dampaknya tiga hingga empat bulan mendatang.
Pada saat pandemi Covid-19 berlangsung, permintaan masyarakat Indonesia terhadap ponsel pintar meningkat tajam. Pembatasan sosial yang ketat membuat mereka mau tidak mau harus beraktivitas jarak jauh menggunakan layanan internet dan ponsel pintar, salah satu sarana mengakses internet.
Pada saat pandemi Covid-19 berlangsung, permintaan masyarakat Indonesia terhadap ponsel pintar meningkat tajam.
”Sejak awal tahun 2022, pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 di Indonesia semakin melonggar. Kami melihatnya, permintaan masyarakat terhadap ponsel pintar sedang berangsur ’normal’ menuju sebelum pandemi Covid-19,” imbuh Nailul.
Ketua Umum Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia Ali Oetoro mengatakan, industri ponsel pintar masih harus berhadapan dengan tantangan keterbatasan pasokan cip. Namun, ini tidak menyurutkan pemilik merek agar terus berinovasi dan memperluas portofolio produk. Misalnya, Samsung menggenjot produksi seri A yang populer untuk bersaing secara agresif di segmen menengah ke bawah.
Mengenai daya beli masyarakat terhadap ponsel pintar, Ali memandang tidak semua kelompok kelas sosial ekonomi menurunkan minat membeli gawai. Kelompok masyarakat kelas menengah ke atas tetap antusias.
”Pemerintah telah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen. Namun, produsen atau distributor dan pedagang ponsel tetap kreatif dengan cara tetap memberikan promo cicilan kredit. Hanya saja, kami melihat telah terjadi penurunan daya beli di kelompok masyarakat, terutama menengah dan menengah ke bawah yang kami duga mereka mengalihkan anggaran beli ponsel baru ke kebutuhan pokok atau untuk keperluan berwisata,” katanya.