Restriksi Ekspor CPO Gerus Surplus Neraca Perdagangan
Ekspor minyak sawit mentah atau CPO pada Mei 2022 anjlok hingga 87,72 persen akibat adanya kebijakan larangan ekspor. Program percepatan penyaluran CPO diharapkan dilakukan secara bertahap untuk menjaga harga CPO global.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan restriksi ekspor minyak sawit mentah atau CPO membuat surplus neraca perdagangan pada Mei 2022 anjlok dari rekor 7,56 miliar dollar AS pada bulan sebelumnya menjadi 2,89 miliar dollar AS. Setelah larangan tersebut dicabut, pemerintah mulai menggencarkan perluasan pasar ekspor CPO dan minyak goreng ke sejumlah negara.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Rabu (15/6/2022) menunjukkan, nilai ekspor Indonesia pada Mei 2022 mencapai 21,51 miliar dollar AS atau turun 21,29 persen dibandingkan nilai ekspor pada April 2022. Sementara itu, impor Mei 2022 tercatat 18,61 miliar dollar AS, turun 5,81 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Penurunan ekspor yang lebih tajam dibandingkan impor sepanjang bulan Mei itu menggerus surplus neraca perdagangan yang pada bulan sebelumnya sempat menyentuh rekor tertinggi dalam sejarah. Sebelumnya, pada April, neraca perdagangan mencatat surplus 7,56 miliar dollar AS. Namun, pada Mei, surplus tersebut anjlok menjadi 2,89 miliar dollar AS.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto, Rabu, mengatakan, penurunan nilai ekspor yang tajam itu disebabkan oleh kebijakan restriksi ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada Mei 2022.
Ia mengatakan, larangan yang bertujuan untuk menstabilkan harga minyak goreng di dalam negeri itu berkontribusi signifikan pada penurunan total ekspor industri pengolahan non-migas serta surplus neraca perdagangan pada bulan Mei. Adapun kebijakan itu mulai diterapkan sejak 28 April 2022 dan dicabut pada 23 Mei 2022.
”Kalau dilihat trennya, secara bulanan, memang ada penurunan komoditas utama ekspor Indonesia lainnya seperti batubara serta besi dan baja. Namun, secara bulanan maupun tahunan, penurunan terdalam adalah ekspor CPO, akibat adanya kebijakan restriksi ekspor selama bulan Mei,” katanya.
BPS mencatat, ekspor CPO pada bulan Mei tersebut anjlok secara bulanan hingga 87,72 persen atau setara 2,03 miliar dollar AS. Nilai ekspor CPO selama Mei 2022 pun hanya mencapai 284,6 juta dollar AS.
BPS mencatat, ekspor CPO pada bulan Mei tersebut anjlok secara bulanan hingga 87,72 persen atau setara 2,03 miliar dollar AS. Nilai ekspor CPO selama Mei 2022 hanya mencapai 284,6 juta dollar AS.
Berdasarkan negara tujuan, penurunan ekspor CPO tertinggi adalah ke India, yakni hingga 100 persen alias nihil. Sementara, ekspor CPO ke Pakistan masih tercatat senilai 21,9 juta dollar AS atau turun 90,17 persen, ekspor ke Amerika Serikat turun 68,64 persen menjadi 46,7 juta dollar AS, dan ekspor ke Malaysia turun 80,88 persen menjadi 24,3 juta dollar AS.
Perluasan pasar
Menyusul dibukanya kembali ekspor CPO, pemerintah mulai menjajaki perluasan pasar ekspor CPO dan minyak goreng. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pemerintah saat ini sedang menjalankan program percepatan distribusi CPO, refined bleached deodorized palm oil(RBDPO), dan used cooking oil (UCO) melalui ekspor.
Setidaknya, ada 64 perusahaan eksportir CPO dan turunannya yang akan mengikuti program flush out atau percepatan ekspor minyak sawit tersebut. Program itu dimulai sejak 7 Juni sampai 31 Juli 2022. Program itu bertujuan untuk mengosongkan tangki CPO yang selama bulan Mei penuh karena adanya larangan ekspor. Diharapkan, dengan demikian, serapan dan harga tandan buah segar (TBS) sawit di petani bisa kembali naik.
”Setelah melihat kondisi pasokan yang terpenuhi di pasar domestik dan penurunan harga minyak goreng curah saat ini, pemerintah membuka lagi ekspor CPO dan minyak goreng. Program percepatan ekspor ini dilakukan dalam rangka optimalisasi dan stabilisasi produksi dan rantai perdagangan CPO, RBDPO, dan UCO,” ujar Agus.
Program tersebut berlaku bagi seluruh eksportir dengan total alokasi ekspor sebesar 1 juta ton. Salah satu negara yang saat ini sedang dijajaki untuk perluasan pasar ekspor adalah Pakistan.
Dua hari lalu, Menperin bertemu dengan Menteri Industri dan Produksi Pakistan Syed Murtaza Mahmud, untuk membicarakan hubungan kerja sama, termasuk mengakselerasi ekspor CPO dan minyak goreng sawit. Selain CPO, ekspor komoditas lainnya yang sedang ditingkatkan ke Pakistan adalah serat stapel rayon viscose, mobil dan kendaraan bermotor lainnya, serta kertas uncoated dan kertas karton.
Peneliti Centre of Industry, Trade, and Investment, Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, program percepatan dan perluasan ekspor CPO sebaiknya tidak dilakukan secara mendadak dan sekaligus pascalarangan dicabut, karena itu akan berisiko menurunkan harga CPO dunia.
Mengutip data Trading Economic, harga CPO global per Rabu (15/6/2022) tercatat 5.657 ringgit Malaysia per ton. Harga tersebut turun 3,27 persen secara harian dan 7,5 persen secara bulanan, serta naik 66,19 persen secara tahunan. Penurunan harga mulai terjadi sejak Indonesia mencabut larangan ekspor CPO dan menjalankan program percepatan penyaluran CPO dan turunannya.
”Istilahnya kita ibarat mengobral dan mencuci gudang. Stok yang kemarin menumpuk dilempar ke pasar, yang memang paling besar porsinya itu adalah pasar ekspor. Strategi seperti ini akan berdampak pada penurunan harga CPO itu sendiri,” kata Heri.
Menurut dia, meski kuantitas ekspor CPO akan meningkat pada Juni 2022 setelah pencabutan larangan ekspor, dari segi nilai, ekspor CPO tidak akan terlalu berkualitas karena harga dunia terus menurun.
”Lebih bijak jika ekspor dilakukan secara bertahap, tidak sekaligus. Kita harus menjaga harga supaya ekspor CPO pada Juni nanti bisa kembali menyumbangkan surplus yang signifikan pada neraca perdagangan,” tuturnya.