Ekonomi Membaik, Restrukturisasi Kredit Makin Menurun
Restrukurisasi kredit industri perbankan terus menurun. Pada April 2022 nilainya sebesar Rp 606,39 triliun, jauh berkurang dari titik tertinggi pada akhir 2020 yang sebesar Rp 830,28 triliun.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring makin terkendalinya penularan Covid-19, aktivitas ekonomi kembali menggeliat dan perekonomian terus membaik, restrukturisasi kredit perbankan pun terus menurun. Pihak perbankan telah menyiapkan pencadangan saat insentif keringanan restrukturisasi ini berakhir pada Maret 2023.
Sampai dengan April 2022, restrukturisasi kredit di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI mencapai Rp 138,57 triliun. Angka itu telah turun Rp 110,75 triliun dari puncak restrukturisasi kredit BRI yang mencapai Rp 249,33 triliun.
Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto menjelaskan, nilai restrukturisasi kredit itu semakin menurun lantaran aktivitas ekonomi sudah kembali menggeliat. ”BRI optimistis angka restrukturisasi kredit akan terus menurun seiring dengan pulihnya aktivitas sosial dan ekonomi,” ujarnya, Selasa (14/6/2022), di Jakarta.
Ia menjelaskan, pihaknya telah menyiapkan strategi untuk mengantisipasi pascarestrukturisasi kredit berakhir pada Maret 2023. Pihaknya akan terus meningkatkan pencadangan dan melakukan percepatan penyelesaian terhadap nasabah yang direstrukturisasi kreditnya, tetapi tetap tidak memiliki kemampuan bayar kewajibannya.
Sejalan dengan hal tersebut, pada April 2022, pencadangan untuk kredit tercatat mencapai Rp 86,6 triliun atau 261,32 persen terhadap rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) dan 39,97 persen terhadap kredit kualitas rendah (loan at risk/LAR). Strategi soft landing tersebut diharapkan dapat turut menopang target pencapaian pertumbuhan kredit BRI pada tahun ini yang sebesar 9-11 persen secara tahunan.
Lebih lanjut, Agus menambahkan bahwa BRI terus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan. Dari segi manajemen risiko, Agus menargetkan NPL dapat terkendali di level 3,0 persen pada tahun ini.
Penurunan restrukturisasi kredit juga tercatat di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Sampai dengan April 2022, total restrukturisasi kredit sebesar Rp 64 triliun. Angka ini sudah berkurang Rp 32,48 triliun dari posisi tertinggi pada Juni 2021.
”Restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 Bank Mandiri telah mencapai puncaknya di sekitar triwulan II-2021 dan terus menunjukkan tren penurunan secara bertahap sampai dengan April 2022,” ujar Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha.
Lebih lanjut, menurut Rudi, penurunan ini berasal dari kemampuan membayar debitor yang telah menunjukkan perbaikan. Ia menambahkan, tren penurunan restrukturisasi juga tecermin dalam total LAR, termasuk debitor terdampak Covid-19 Bank Mandiri yang mencapai level 16,4 persen di April 2022. Posisi tersebut telah menurun dibandingkan periode akhir tahun 2021 yang menyentuh 17,75 persen.
Rudi menambahkan, Bank Mandiri juga terus menerapkan prinsip kehati-hatian dan mempertahankan postur risiko pada tingkat yang sehat untuk memastikan kualitas aset tetap terjaga. Hasilnya, sampai akhir triwulan I-2022, Bank Mandiri mampu menjaga NPL di level 2,74 persen atau lebih rendah dari periode yang sama di 2021 yang sebesar 3,30 persen.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan total restrukurisasi kredit industri perbankan pada April 2022 sebesar Rp 606,39 triliun. Angka tersebut turun dari titik tertinggi pada akhir 2020 yang sebesar Rp 830,28 triliun.
”Kami berharap seiring dengan melajunya aktivitas ekonomi, masyarakat mampu mendorong perekonomian sehingga restrukturisasi terus melandai secara bertahap dan nanti pada suatu titik tentunya akan kembali normal. Saat ini masih terus kami monitor dan kaji,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, awal Juni lalu.