Impor Baju Bekas Ilegal Dicurigai Beredar di Pasar ”Thrifting”
BPS mencatat, pada 2021 impor baju bekas ke Indonesia mencapai 8 ton. Namun, negara eksportir mencatat, RI mengimpor 27.420 ton baju bekas pada tahun yang sama. Selisih data itu mengindikasikan adanya impor ilegal.
Oleh
agnes theodora
·5 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Pengunjung berburu pakaian seken impor atau thrifting di Pasar Senen Blok 3, Jakarta Pusat, Selasa (19/10/2021). Thrifting populer sejak beberapa tahun terakhir. Keberadaan media sosial turut memopulerkan penjualan pakaian seken impor merek-merek ternama yang banyak digandrungi kalangan remaja.
JAKARTA, KOMPAS — Produk pakaian impor yang beredar di pasar thrifting dalam negeri dicurigai masuk lewat jalur ilegal dan dalam jumlah berlimpah. Banjir selundupan baju bekas impor itu membuat industri tekstil nasional semakin sulit menembus pasar di negara sendiri. Impor yang masuk secara tak resmi juga dinilai berbahaya bagi kesehatan konsumen.
Kecurigaan itu terlihat melalui perbedaan data yang signifikan antara nilai dan besaran impor pakaian bekas yang dicatat pemerintah Indonesia lewat Badan Pusat Statistik dengan data ekspor yang dicatat negara eksportir di situs Trade Map.
Data BPS menunjukkan, pada tahun 2021, hanya ada 8 ton impor baju bekas yang masuk ke Indonesia lewat pos tarif HS 6309 (worn clothing and other worn articles/pakaian dan produk lainnya digunakan) dengan total nilai 44.000 dollar AS.
Namun, data ekspor baju bekas yang dicatat negara eksportir menunjukkan, sepanjang 2021, ada 27.420 ton baju bekas yang diimpor Indonesia dengan nilai total 31,95 juta dollar AS. Eksportir terbesar adalah Malaysia (25.323 ton) dan Singapura (924 ton). Data ekspor baju bekas ke Indonesia pada 2021 itu naik 13 persen secara tahunan.
Perbedaan data yang signifikan itu juga ditemukan pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2018, sebelum pandemi, BPS mencatat total impor baju bekas sebanyak 108 ton dengan nilai 1,79 juta dollar AS. Sementara, data Trade Map mencatat, ekspor baju bekas ke Indonesia pada tahun tersebut adalah 30.719 ton dengan nilai total 31,12 juta dollar AS.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pekerja mengemas pakaian tidur di usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) konfeksi pakaian di kawasan Kreo, Kota Tangerang, Banten, Jumat (10/6/2022). Di pasaran, baju bekas impor yang umumnya bermerek dijual dengan harga miring sehingga membuat produsen tekstil dalam negeri, khususnya skala kecil dan menengah semakin terdesak.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh mengatakan, baju bekas asal impor masih beredar luas di pasaran. Apalagi, seiring dengan semakin besarnya pasar thrifting di dalam negeri. Oleh karena itu, impor baju bekas yang disinyalir masuk melalui jalur ilegal itu harus mendapatkan perhatian khusus.
”Kecurigaan masuknya pakaian bekas lewat jalur tidak resmi itu terutama karena adanya perbedaan data impor baju bekas Indonesia dengan data ekspor pakaian bekas ke Indonesia yang sangat signifikan. Asumsi selisih data ekspor yang tercatat di negara mitra dengan data impor BPS bisa diindikasikan sebagai impor ilegal,” kata Elis saat dihubungi, Minggu (12/6/2022).
Dilarang
Pakaian bekas dengan pos tarif HS 6309 sebenarnya dilarang untuk diimpor, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Pakaian bekas dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor masuk karena terkait dengan aspek kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan.
Asumsi selisih data ekspor yang tercatat di negara mitra dengan data impor BPS bisa diindikasikan sebagai impor ilegal.
Kajian oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan pada 2015 terkait impor pakaian bekas menemukan ada beberapa jenis mikroorganisme yang bisa mengganggu kesehatan. Hasil uji sampel terhadap 25 pakaian bekas yang ada di Pasar Senen menemukan adanya bakteri dan jamur yang bisa mengakibatkan gangguan pencernaan, gatal-gatal, dan infeksi.
Analis Kebijakan Industri dan Perdagangan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia, Farhan Aqil Syauqi, mengatakan, alih-alih mengurangi limbah, fenomena tren thrifting yang salah kaprah dan tidak terawasi dengan baik justru berpotensi menambah sampah tekstil di dalam negeri dan merugikan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal. Sebab, impor baju bekas sampai dalam bentuk bal (karung) yang tidak diketahui isi dan asal-usulnya, termasuk mengandung sampah tekstil yang tidak bisa diperjualbelikan.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Penjualan pakaian impor bekas.
Menurut dia, baju bekas impor tidak lagi sekadar beredar di pasar loak seperti dulu, tetapi telah berkembang menjadi gerai ritel besar, baik yang dijual secara luring maupun daring.
”Jadi bukan lagi sebatas diperjualbelikan di pedagang kaki lima, melainkan sekarang semakin besar. Demand dari masyarakat juga semakin besar. Harus ada aturan baru yang mempertegas fenomena ini untuk menjaga stabilitas industri tekstil,” katanya.
Elis mengatakan, untuk menangani limbah tekstil, diperlukan kerja sama antar-kementerian/lembaga, mengingat permintaan pakaian bekas di dalam negeri masih besar. ”Saat ini tugas kita adalah menyadarkan masyarakat bahwa alih-alih membeli baju bekas impor, sebaiknya mengumpulkan baju bekas milik sendiri untuk diolah jadi tekstil baru. Itu jauh lebih sustainable,” kata Elis.
Baju bekas impor tidak lagi sekadar beredar di pasar loak seperti dulu, tetapi telah berkembang menjadi gerai ritel besar.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin Warsito menambahkan, pemerintah telah menyiapkan proyek rintisan ekonomi sirkular di sektor TPT untuk mengolah pakaian bekas menjadi bahan baku tekstil atau produk tekstil jadi baru.
Perusahaan swasta dalam negeri yang telah mengolah dan memanfaatkan limbah tekstil menjadi barang tekstil jadi, antara lain, PT Mitra Saruta, PT Panji Mas Textile, PT Daur Langka Bersama, PT Hasil Damai Textile, dan Duniatex Grup. ”Dari sisi buyer, beberapa merek global seperti H&M dan Uniqlo juga sudah menyediakan pengumpulan pakaian bekas untuk dapat diolah kembali,” kata Warsito.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Anggota TNI AL mengecek balpres berisi pakaian bekas impor yang ada di dalam kontainer sitaan dari KM Mentari Crystal di Balai Prajurit Lantamal V, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (8/8/2018).
Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, berbeda dengan impor pakaian bekas, impor kain sortiran, sisa benang, dan sisa kain, masih dibutuhkan sebagai bahan baku industri TPT yang berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan pemusatan pengumpulan bahan baku (material center) pakaian bekas, sisa kain, sisa benang, sisa serat, untuk didaur ulang oleh industri TPT.
”Industri yang memproses sisa bahan tersebut dalam rangka circular economyjadi lebih mudah mendapatkan bahan baku. Material center itu juga sekaligus melakukan penyortiran berdasarkan warna dan komposisi bahan yang bisa mempermudah proses pengolahan di industri TPT,” kata Agus.
Ia menambahkan, untuk menyikapi maraknya impor pakaian bekas yang beredar di pasaran, pemerintah perlu membuat satuan tugas penertiban impor berisiko tinggi. Sebab, impor pakaian bekas akan berdampak besar pada kesehatan masyarakat, kondisi lingkungan, dan ketahanan industri TPT dalam negeri.