Puluhan Ribu Peti Kemas Dikirim Tanpa Muatan dari Pelabuhan Kendari
Jumlah peti kemas tanpa muatan yang terkirim dari Kendari New Port masih sangat dominan dari tahun ke tahun. Jumlahnya mencapai 37.914 teus, atau dua kali lipat dari peti kemas dengan muatan.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Foto udara Terminal Peti Kemas, Kendari New Port, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (9/6/2022). Pelabuhan yang dibangun senilai Rp 1,1 triliun ini mampu menampung hingga 250.000 teus per tahun. Meski begitu, arus bongkar muat pada 2021 lalu baru mencapai 106.888 teus, atau kurang dari 50 persen.
KENDARI, KOMPAS - Jumlah peti kemas tanpa muatan yang terkirim dari Kendari New Port masih mendominasi dari tahun ke tahun. Diperlukan upaya ekstra agar hasil bumi, hasil laut, serta produk lainnya dari Sulawesi Tenggara dan sekitarnya bisa difasilitasi untuk pasar lebih luas.
Data Pelindo Regional IV Kendari New Port menunjukkan, jumlah peti kemas tanpa muatan atau kosong pada 2021 sebanyak 37.914 teus. Jumlah itu meningkat dari 31.469 teus pada 2020 dan 32.027 teus pada 2019. Sementara itu, jumlah peti kemas dengan muatan berturut -turut sebesar 14.262 teus pada 2021, 15.329 teus (2020), dan 16.022 teus (2019).
“Kondisinya memang seperti itu, peti kemas tanpa muatan jauh lebih banyak daripada dengan muatan. Jumlahnya sekitar dua kali lipat. Hal ini karena muatan balik dari Kendari kurang, sementara muatan yang tiba itu penuh,” kata General Manager Pelindo Regional 4 Kendari New Port Suparman di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (9/6/2022).
Situasi ini terjadi, ujar Suparman, karena barang dan hasil bumi dari wilayah ini tidak diatur dengan ideal. Akibatnya, berbagai hasil pertanian, kelautan, dan lainnya, tidak bisa dimaksimalkan.
SAIFUL RIJAL YUNUS
General Manager (GM) Pelindo Regional 4 Kendari New Port, Suparman, menunjukkan aktivitas bongkar muat peti kemas di Terminal Peti Kemas, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (9/6/2022). Pelabuhan yang dibangun senilai Rp 1,1 triliun ini mampu menampung hingga 250.000 teus per tahun. Meski begitu, arus bongkar muat pada 2021 lalu baru mencapai 106.888 teus, atau kurang dari 50 persen.
Peti kemas dengan muatan pun, ia melanjutkan, sebagian besar berisi hasil pertanian dan kelautan, juga dus dan besi tua. Jumlah barang produktif lainnya terhitung masih kurang untuk dikirim ke pasar luas.
Sejauh ini, menurut Suparman, sejumlah upaya telah dilakukan pihak pelabuhan untuk mempermudah pengangkutan barang. Selain adanya gudang yang disediakan, juga ada kontainer dengan pendingin yang bisa digunakan para pengusaha.
Terminal peti kemas di Kendari New Port yang memiliki lapangan seluas lima hektar mampu menampung hingga 250.000 teus dalam setahun. Pelabuhan ini selesai dibangun pada 2019 lalu dengan anggaran senilai Rp 1,1 triliun.
Di sana bisa dilakukan pembongkaran dan pengangkutan peti kemas sebanyak 20 buah dalam satu jam. Pelayanan telah dilakukan dengan sistem digitalisasi untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi.
Akan tetapi, pelabuhan ini belum beroperasi sesuai kapasitas maksiaml. Pada 2021, jumlah bongkar muat di pelabuhan ini hanya 106.888 teus atau hanya sekitar 42 persen.
“Karena ini bukan hanya kerja kita sendiri. Ini adalah kerja bersama antara pemerintah daerah, dan berbagai institusi terkait. Bagaimana agar hasil bumi, atau kerajinan masyarakat bisa terus dimaksimalkan, terkonsolidasi untuk menembus pasar yang lebih luas,” ucapnya.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Truk yang membawa kontainer mengantre masuk ke Terminal Peti Kemas, Kendari New Port, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (9/6/2022). Pelabuhan yang dibangun senilai Rp 1,1 triliun ini mampu menampung hingga 250.000 teus per tahun. Meski begitu, arus bongkar muat pada 2021 lalu baru mencapai 106.888 teus, atau kurang dari 50 persen.
Dengan jumlah peti kemas dengan muatan yang minim, jumlah kontainer ekspor juga sangat rendah. Sebagian besar barang dari wilayah Kendari dan sekitarnya dikirim untuk pasar domestik, baik dikemas ulang atau tujuan khusus di wilayah.
“Kontainer ekspor itu jumlahnya hanya sekitar dua persen dari total muatan, sangat kecil. Dalam sebulan, kurang dari 20 kontainer, di mana sebagian besar adalah hasil laut dan bumi. Jadi, upayakan dulu meningkatkan produktivitas, lalu kita usahakan untuk ekspor langsung,” ucapnya.
Division Head Pelayanan SDM dan Umum Pelindo Regional 4 Basri Alam mengungkapkan, ekspor langsung dengan metode direct call, selama ini belum terjadi di Kendari. Proses ekspor dilakukan dengan mengirim kontainer ekspor ke Surabaya atau Makassar, dan dipindahkan ke kapal kargo untuk dikirim ke negara tujuan.
Metode ini dinilai tidak efisien secara waktu, biaya, hingga kualitas. Oleh karena itu, diperlukan metode direct call di mana kapal kargo langsung membawa muatan ke negara tujuan tanpa pemindahan lagi.
“Di Kendari sudah bisa seharusnya. Namun, diperlukan konsolidasi barang yang akan dibawa dahulu, di mana ini merupakan kerja bersama. Mulai dari hulu hingga hilir. Di Makassar, kita sudah melakukan sejak beberapa tahun lalu, dan kontinyu hingga saat ini,” katanya.
Di satu sisi, ekspor pertanian dan kelautan Sultra terus tertekan dengan produk besi dan baja. Setiap tahun, produk pertanian dan kelautan semakin berkurang, sementara olahan besi dan baja terus meningkat.
Aktivitas bongkar muat di Terminal Peti Kemas, Kendari New Port, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (9/6/2022). Pelabuhan yang dibangun senilai Rp 1,1 triliun ini mampu menampung hingga 250.000 teus per tahun. Meski begitu, arus bongkar muat pada 2021 lalu baru mencapai 106.888 teus, atau kurang dari 50 persen.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Muhammadiyah Kendari Syamsu Anam menjabarkan, struktur ekspor Sultra dalam lima tahun terakhir terus mengalami pemusatan pada produk industri pengolahan dan didominasi produk besi dan baja. Sementara itu, produk pertanian perikanan konsisten mengalami penurunan.
Hal ini menggambarkan performa sektor pertanian dan perikanan yang terus tertekan, sementara industri pengolahan produk besi dan baja yang didukung pertambangan skala besar terus menguat. Padahal, sektor pertanian dan perikanan merupakan sektor tempat sebagian besar tenaga kerja menggantungkan penghasilan dan penghidupan.
“Sektor pertanian dan perikanan tempat petani dan nelayan menggantungkan hidup, dan menjadi penopang kebutuhan utama warga. Penurunan ekspor produk pertanian berpeluang membuat turunnya penerimaan petani dan nelayan yang akhirnya berkonsekuensi pada kesejahteraan mereka,” kata Syamsu.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah membuka mata akan kondisi yang terjadi, dan terus menguatkan sektor pertanian dan kelautan tersebut. Seiring dengan itu, juga membuka peluang hasil bumi dan laut untuk dipasarkan secara luas, baik untuk domestik maupun internasional.