Produk impor ikan ilegal disinyalir masih terus berlangsung dan beredar di masyarakat. Beberapa produk impor itu antara lain juga diproduksi di dalam negeri.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Serbuan impor produk perikanan ilegal disinyalir terus berlangsung, meskipun pemerintah telah membatasi secara ketat impor perikanan. Peredaran impor ikan secara ilegal di masyarakat dikhawatirkan mengganggu industri dalam negeri.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menyegel 4,748 ton ikan impor ilegal asal China dan Malaysia di Batam, Kepulauan, Riau, Sabtu (4/6/2022). Produk itu meliputi 4,25 ton ikan makerel asal China yang ditemukan di gudang pendingin (cold storage) PT SLA, serta 498 kilogram ikan bawal emas asal Malaysia di PT ATN.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin, menjelaskan, produk impor ikan itu tidak dilengkapi dengan dokumen persetujuan impor (PI) dan sertifikat kesehatan ikan (health certificate).
“Indikasinya produk ini masuk secara ilegal, dan sudah ada yang beredar di masyarakat”, ungkap Adin, dalam keterangan pers, usai memimpin operasi pengawasan importasi ikan di Batam.
Adin menambahkan, seluruh produk ikan impor ilegal itu telah disegel dan kini dalam pengawasan jajaran Pangkalan PSDKP Batam. Langkah itu untuk menghentikan dan mencegah agar ikan ilegal tersebut tidak beredar di masyarakat. Pihaknya menengarai impor komoditas perikanan ilegal itu telah berlangsung lama dan beredar di masyarakat.
“Kami akan tindak lanjuti temuan ini agar tidak mengganggu iklim usaha perikanan dalam negeri,” lanjut Adin.
Pemerintah telah menetapkan impor komoditas perikanan secara ketat guna melindungi industri dalam negeri dan nelayan Indonesia, serta menjaga stabilitas harga ikan untuk nelayan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2021, antara lain mengatur klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI), termasuk bagi usaha importasi komoditas perikanan.
Pada Desember 2021, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan mengumumkan sebanyak 5,28 ton ikan impor ilegal dari Singapura yang masuk ke Batam dihibahkan ke sejumlah panti asuhan dan panti jompo di Batam. Komoditas ilegal yang antara lain terdiri dari ikan kembung, ikan bandeng, ikan bawal mas, dan ikan kakap putih itu diangkut dengan kapal KM Nusantara tanpa dilengkapi dokumen persyaratan impor. Penyitaan impor ikan ilegal itu merupakan hasil penindakan Bea Cukai, SKIPM Batam, dan PSDKP pada 23 September 2021 dengan status dikuasai negara.
Impor perikanan
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, nilai impor perikanan Indonesia selama Januari-Maret 2022 tercatat 139,89 juta dollar AS atau 9,14 persen terhadap nilai ekspor perikanan sebesar 1,53 miliar dollar AS. Nilai impor meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sekitar 120 juta dollar AS.
Beberapa produk impor utama perikanan, meliputi tepung ikan sebesar 38.990 ton atau 47,23 persen terhadap total impor dengan nilai impor 24,07 juta dollar AS. Selain itu, impor makarel beku sebanyak 20.690 ton (25,06 persen) senilai 22,88 juta dollar AS, ikan cod 3.670 ton (4,45 persen) senilai 16,37 juta dollar AS, rajungan beku 2.430 ton (2,94 persen) senilai 15,65 juta dollar AS, dan salmon trout 1.400 ton (1,69 persen) senilai 13,18 juta dollar AS.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar, impor perikanan mempertimbangkan kebutuhan bahan baku unit pengolahan ikan untuk diolah dan diekspor kembali, memenuhi kebutuhan perikanan dan keberlanjutan usaha pengolahan tradisional. Selain itu, bahan baku pengembangan usaha perikanan budidaya.
“Impor dilaksanakan secara selektif dengan mempertimbangkan keberlanjutan usaha hulu-hilir sektor perikanan secara selektif,” ujarnya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, beberapa waktu lalu.