Dialog antara Pengusaha dan Buruh Didorong Lebih Intens
Agar perundingan hubungan industrial berjalan mulus, peran aktif pemerintah juga dibutuhkan untuk memfasilitasi terwujudnya dialog sosial melalui perangkat hukum dan kelembagaan yang memadai.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mewujudkan hubungan industrial yang kondusif, pengusaha dan pekerja perlu mengintensifkan dialog sosial, melepas rasa curiga, dan bernegosiasi secara terbuka. Dialog yang ideal tak hanya sekadar antara serikat buruh dan manajemen. Pemilik perusahaan juga dituntut turun tangan dan berkomunikasi dengan buruh secara transparan.
Berdasarkan catatan Pusat Data dan Informasi Badan Perencanaan dan Pengembangan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada periode 2017-2021, kasus perselisihan hubungan industrial yang paling banyak terjadi adalah menyangkut pemenuhan hak normatif pekerja serta pemutusan hubungan kerja (PHK).
Metode penyelesaian perselisihan yang paling banyak ditempuh adalah mediasi (melibatkan pihak ketiga yang netral, biasanya diwakili petugas mediator dinas ketenagakerjaan) ketimbang perundingan bipartit (dialog sosial antara pekerja dan perusahaan). Opsi cara lainnya, seperti konsiliasi, arbitrasi, dan pengadilan hubungan industrial, lebih jarang dipakai.
Sebagai gambaran, pada 2021, dari total 1.296 kasus yang diselesaikan, 755 kasus diatasi lewat mediasi, dan hanya 411 kasus melalui bipartit. Tahun 2020, dari total 1.222 kasus, 992 kasus ditangani lewat mediasi dan 216 kasus lewat bipartit. Tahun 2019, dari total 2.009 kasus, 1.218 kasus dirampungkan lewat mediasi dan 752 kasus lewat bipartit.
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko, Kamis (2/6/2022), mengatakan, sistem dialog sosial yang intensif perlu dibangun untuk mendorong hubungan bipartit yang lebih kondusif. Namun, bukan sekadar antara pekerja/serikat pekerja dan manajemen perusahaan, melainkan melibatkan pemilik perusahaan secara langsung.
”Kalau ada unjuk rasa, pemilik perusahaan jangan mundur, justru harus jadi yang pertama menemui pekerja. Kita harus mengampanyekan agar pemilik perusahaan juga siap berdialog, menyiapkan tempat, dan membuka diri untuk mendengar apa yang disampaikan karyawan,” kata Eddy dalam seminar daring yang diadakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Menurut dia, dalam kacamata industri padat karya, pekerja adalah aset utama yang perlu dijaga. Kalau hubungan pengusaha dengan pekerja bermasalah, dampaknya akan mengganggu kinerja produktivitas dan membuat perusahaan tidak bisa berkompetisi di pasar. Ujung-ujungnya, pengusaha semakin sulit memenuhi hak-hak pekerja.
Senada, Hotma Rosa Lubis, perwakilan serikat pekerja di PT Tritunggal Sentra Buana (bergerak di sektor perkebunan sawit), mengatakan, dialog yang terbuka antara pekerja dan pemilik perusahaan menjadi kunci untuk mendorong kesejahteraan buruh. Selama ini, perundingan bipartit kerap hanya berlangsung antara pekerja atau perwakilan serikat dengan manajemen selaku representasi pemilik.
Dialog yang terbuka antara pekerja dan pemilik perusahaan menjadi kunci untuk mendorong kesejahteraan buruh.
Pola dialog seperti itu tidak efektif karena perwakilan manajemen ujung-ujungnya tetap tidak bisa mengambil keputusan dan perlu melapor ke pemilik perusahaan. Perselisihan pun menjadi berkepanjangan. Kesediaan untuk berdialog secara terbuka juga tidak selalu muncul, baik di kalangan pengusaha maupun buruh, karena masih ada rasa saling curiga dan rasa takut.
”Ini pintu gerbangnya. Dialog sosial jangan melulu hanya di tataran pekerja dan manajemen, tetapi kita dekatkan dengan owner. Toh, manajemen ujung-ujungnya tetap harus mengadu ke owner,” katanya.
Peran pemerintah
Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Aloysius Budi Santoso mengatakan, pada praktiknya, kepentingan pengusaha dan pekerja kerap tidak sejalan. Ada kalanya pengusaha ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya sehingga menekan hak pekerja atau pekerja menuntut terlalu berlebihan dan mengancam pengusaha.
Menurut dia, perusahaan yang berjalan dengan fondasi hubungan industrial yang sarat konflik seperti itu tidak akan bisa berkompetisi di pasar. ”Kepentingan pengusaha adalah produktivitas dan profit, sementara karyawan butuh sejahtera. Makanya, kuncinya hanya satu, yaitu berdialog untuk mencapai titik di mana bisnis tumbuh dan pekerja sejahtera,” katanya.
Perusahaan yang berjalan dengan fondasi hubungan industrial yang sarat konflik tidak akan bisa berkompetisi di pasar.
Deputi Bidang Program Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Markus Sidauruk menambahkan, agar dialog sosial berjalan mulus, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk memfasilitasi kebutuhan buruh dan pengusaha yang berbeda-beda. Apalagi, selain kepentingan yang berbeda, ada pula relasi kuasa yang timpang antara keduanya.
”Pemerintah bisa berperan melalui menyediakan ketentuan regulasi, perangkat hukum, supaya serikat buruh dan perusahaan bisa berdialog. Payung hukum dan kelembagaan ini perlu diciptakan karena selama ini regulasi yang ada belum memadai untuk mendorong dialog yang aktif dan kondusif,” katanya.
Pembinaan bagi pekerja dan serikat pekerja untuk meningkatkan kemampuan bernegosiasi dan berkomunikasi pun menjadi aspek penting yang perlu disiapkan oleh pengurus serikat buruh. Sebab, tanpa itu, dialog dan negosiasi tidak akan berjalan seimbang. ”Cara berkomunikasi, cara penyampaian, juga perlu diperhatikan untuk menjaga alur dialog tetap kondusif,” ujar Markus.
Menurut Direktur Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Kemenaker Heru Widianto, tahun ini pemerintah telah mencanangkan program Sembilan Lompatan Ketenagakerjaan. Salah satu program di dalamnya adalah visi hubungan industrial yang baru. Untuk mendorong pola hubungan industrial yang baru ini berjalan, akan dilakukan evaluasi dan penilaian secara berkala.
”Ada beberapa indikator yang akan dinilai. Perusahaan yang hubungan industrialnya bagus akan mendapat sertifikasi hijau, yang tidak bagus akan mendapat sertifikasi merah dan kuning. Ini akan membantu memetakan juga dalam konteks iklim berusaha menarik investasi, sektor mana saja yang hijau, merah, dan kuning,” kata Heru.