Kebijakan dalam Penanganan PMK Belum Implementatif
Dalam dua pekan, penyakit mulut dan kuku meluas cepat. Dari hanya beberapa kabupaten di dua provinsi, kini terdata 86 kabupaten di 17 provinsi terdapat hewan ternak positif PMK. Kurban virtual pun didorong.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pemeriksa kesehatan hewan dari Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) memeriksa sapi di peternakan milik Pak Jaelani atau Pak Eeng di Jalan Pulokambing II, Kawasan Industri Pulogadung, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (12/5/2022). Pemeriksaan fisik hewan ternak dilakukan untuk pencegahan merebaknya penyakit mulut dan kuku (PMK).
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kebijakan yang diambil pemerintah dalam penanganan penyakit mulut dan kuku atau PMK dinilai belum optimal karena operasionalnya belum terlihat. Implementasi kebijakan kalah cepat dengan penularan yang telah menjangkiti hewan di 86 kabupaten/kota di 17 provinsi per Selasa (24/5/2022). Pola kompartemen pada ternak didorong.
Hal itu mengemuka dalam webinar ”Dampak Wabah PMK Beserta Langkah Penanganannya” yang digelar Direktorat Publikasi Ilmiah dan Informasi Strategis IPB University, Jumat (27/5/2022). Sebagai pembicara adalah dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Rochadi Tawaf; dan Subkoordinator Analisis Risiko pada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Pebi Purwo Suseno.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian yang dipaparkan dalam webinar itu, total jumlah hewan ternak yang positif PMK per Selasa (24/5) ialah 27.326 ekor dengan rincian 8.657 ekor sembuh, 261 ekor dipotong paksa, dan 193 ekor mati. Apabila dua pekan lalu hanya ditemukan di sejumlah kabupaten di dua provinsi, kini telah meluas menjadi 86 kabupaten/kota di 17 provinsi.
Rochadi mengatakan, perluasan jumlah daerah wabah PMK dalam dua pekan menunjukkan operasional kebijakan belum berjalan. ”Sejak pertama kali muncul wabah, lahir kebijakan-kebijakan dengan cepat. Itu bagus. Sayangnya, lebih cepat lagi perkembangan penyakitnya. Menurut saya, kebijakan-kebijakan itu tidak operasional, hanya di tatanan di atas meja,” ujarnya.
Ia mencontohkan lockdown di Jawa Timur, tetapi tidak dijelaskan dengan baik terkait operasional yang sempat membuat kapal pembawa ternak terkatung-katung di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Dalam implementasi prinsip dasar, salah satu penanganan ialah pengawasan/pembatasan lalu lintas, tetapi hal itu juga harus disertai solusi.
”Padahal, kalau dilakukan sistem lockdown dengan sistem pengawasan terstruktur dan pola operasional yang terkendali, saya kira masih banyak jalan keluar yang bisa dilakukan. Lalu, pemusnahan hewan tertular dan yang terpapar atau stamping out. Ini tidak dilakukan sampai sekarang karena tidak ada dananya,” tutur Rochadi, yang juga Dewan Pakar Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI).
Salah satu yang bisa diupayakan, imbuh Rochadi, ialah pola kompartemen yang diintroduksi Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) saat terjadi wabah flu burung (avian influenza) pada 2004. Pola itu menerapkan prinsip epidemiologi yang menyatakan satu subpopulasi ternak dapat dipisahkan secara efektif dari populasi ternak rentan lainnya.
Dengan demikian, ternak hidup atau produk yang berasal dari subpopulasi dapat diperdagangkan secara aman. ”Pola ini sangat efektif dalam melindungi peternak dan tak mengganggu sistem perdagangan. Ini yang kami sarankan kepada pemerintah. Jadi, jangan sampai ternak terkatung-katung,” lanjutnya.
Pebi menuturkan, dari pengujian Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) dan dikonfirmasi dengan analisis oleh World Reference Laboratory for Foot-and-Mouth Disease, The Pirbright Institute, jenis virus PMK yang beredar di Indonesia ialah Serotipe O dengan Topotipe ME-SA, Lineage Ind-2001, dan sublineagee.
Lantaran disebabkan virus, tidak ada pengobatan untuk PMK. ”Yang kami lakukan saat ini adalah pengobatan suportifuntuk meringankan atau menghilangkan gejala klinis yang tampak. Kami beri antipiretik, analgesik, dan antibiotik. Kami juga beri multivitamin dalam meningkatkan ketahanan tubuh,” ujar Pebi.
Potensi jalur masuk
Pebi menambahkan, sejak dua tahun lalu, pihaknya telah memetakan jalur potensial yang bisa membawa masuk PMK ke Indonesia. Dari 10 jalur, diidentifikasi kembali bahwa ada empat jalur yang paling berpotensi masuknya PMK ke Indonesia. Keempatnya ialah pemasukan ilegal produk hewan rentan PMK, pemasukan ilegal hewan rentan PMK, sisa makanan dari transportasi internasional, dan produk hewan rentan PMK yang dibawa turis.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Peternak bersiap menggembalakan ternak sapi di Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (26/5/2022). Minimnya sosialisasi membuat peternak masih menggembalakan ternak di tengah meluasnya penyakit mulut dan kuku di Sumut.
Sejak 2001, Kementan memiliki dokumen Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia dan setiap tahun dilakukan simulasi untuk mengecek kesiapan. ”Setiap tahun kami memang selalu merasa masih banyak yang perlu diperbaiki. Betul saja, saat berhadapan dengan PMK, memang masih ada titik-titik kelemahan. Namun, kami berusaha semaksimal mungkin mengimplementasikan pengendalian dan penanggulangan,” ujarnya.
Sejumlah hal yang telah dilakukan antara lain pembentukan gugus tugas tingkat nasional/provinsi/kabupaten, pembatasan lalu lintas ternak, distribusi obat, pemesanan dan produksi vaksin, hingga pelatihan tenaga kesehatan hewan, serta inseminator. ”Pendekatan kompartemen menurut kami juga sesuatu yang harus dipikirkan ke depan,” kata Pebi.
Dosen Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis IPB University, Hadri Latif, mengatakan, dalam menghadapi PMK, kesiapan daerah memang beragam. Kerja sama semua pihak menjadi kunci. Selain itu, segala sesuatu mesti tersosialisasi dengan baik karena, bagi pelaku usaha, kepastian sangat penting.
Kurban virtual
Rochadi mengatakan, di tengah wabah PMK, kurban virtual atau jarak jauh dengan pemotongan hewan kurban dilakukan di wilayah produsen dapat dilakukan. Apabila dengan pola biasa atau adanya pergerakan peternak ke daerah konsumen, ada potensi besar penyebaran PMK lebih luas. Dengan jarak jauh, potensi penyebaran itu dapat ditekan.
”Di Jawa Barat ada contoh terbaik karena orang-orang di Singapura kurban dengan sistem virtual sehingga ternaknya tidak berjalan ke mana-mana. Jadi, sekarang bisa saja virtual pada Idul Adha untuk mencegah (penularan melalui) sistem distribusi hewan. Diperlukan fatwa-fatwa dari para alim ulama, dari Majelis Ulama Indonesia (MUI),” paparnya.
Pebii menuturkan, pihaknya mendukung hal tersebut. ”Nanti kami bantu sosialisasikan. Tentu kami juga akan menggandeng para ulama, MUI, dan sebagainya untuk mengimplementasikan itu,” ucapnya.