Kementerian Koperasi dan UKM, asosiasi petani, serta Lembaga Pengelola Dana Bergulir merintis pendirian pabrik minyak sawit merah di Kalteng, Riau, dan Jambi. Keberadaannya diharapkan mendongkrak harga sawit di petani.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Demi menjaga pasokan minyak goreng domestik dan kestabilan harga tandan buah segar kelapa sawit, tiga pabrik minyak sawit merah siap dirintis petani swadaya. Ketiga pabrik rintisan ini akan dibangun melalui koperasi di daerah Kalimantan Tengah, Riau, dan Jambi.
Investasi satu pabrik minyak sawit merah ini diperkirakan mencapai Rp 120 miliar. Selain dari koperasi, pembiayaan juga akan diperoleh dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS), Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), dan perbankan. Minyak sawit merah adalah minyak sawit yang diperoleh tanpa melalui proses pemucatan (bleaching) guna mempertahankan kandungan karotenoidnya.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki seusai pertemuan tertutup dengan Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi) dan Serikat Petani Kelapa Sawit (Srikes) di Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Selasa (24/5/2022), mengatakan, sebetulnya sebelum pandemi Covid-19, salah satu program korporatisasi petani yang akan digarap adalah petani kelapa sawit supaya kesejahteraannya menjadi lebih baik.
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut atas pertemuan perwakilan kedua asosiasi petani kelapa sawit dengan Presiden Joko Widodo pada 23 Maret 2022. Saat itu, ketersediaan minyak goreng di tengah masyarakat terganggu dan harganya naik seiring naiknya harga minyak sawit di pasar global. Oleh karena itu, pemerintah akhirnya memutuskan untuk melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya mulai 28 April 2022. ”Salah satu yang dipesan Presiden Jokowi adalah (dukungan) supaya mereka bisa membangun pabrik minyak sawit merah,” kata Teten.
Guna merealisasikan pabrik minyak sawit merah, pertama-tama akan dibentuk gugus tugas yang melibatkan Kementerian Koperasi dan UKM, asosiasi petani kelapa sawit, serta Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kementerian Koperasi dan UKM. Gugus tugas ini menyiapkan piloting pendirian pabrik minyak sawit merah. Menurut rencana, pabrik rintisan awal ini akan didirikan di Kalimantan Tengah, Riau, dan Jambi.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), statistik kelapa sawit tahun 2022 menunjukkan, dari total luas lahan 14,59 juta hektar, petani swadaya menguasai 41,44 persen lahan, lalu swasta besar dengan 54,69 persen, dan perkebunan negara 3,87 persen. Total volume produksi minyak sawit mentah (CPO) mencapai 44,8 juta ton, petani swadaya mampu menyumbang 35 persen CPO, lalu swasta besar 60 persen, dan pemerintah 5 persen.
Menurut Teten, dari luasan lahan itu, ternyata petani swadaya dalam penjualan tandan buah segar sawit masih sangat bergantung pada industri besar. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo mengarahkan agar suplai minyak goreng sangat memungkinkan berasal dari petani swadaya.
Petani swadaya dalam penjualan tandan buah segar sawit masih sangat bergantung pada industri besar.
Teten mengatakan, pendirian pabrik minyak sawit merah ini bukan untuk membuka persaingan dengan industri besar, melainkan untuk menjaga suplai minyak goreng dalam negeri lebih baik. Di sisi lain, harga TBS kelapa sawit bagi petani tetap baik. Industri besar tetap bisa mengekspor hasil olahan CPO.
Salah satu koperasi yang menyatakan kesiapan membangun pabrik ini adalah Koperasi Unit Desa Tani Subur, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Ketua KUD Tani Subur, Sutiyana, mengatakan, pihaknya merupakan eks plasma petani sawit yang terdiri atas delapan koperasi. ”Sekarang bentuknya koperasi sekunder. Dari sisi pasokan bahan baku sawit, kami sudah sangat siap karena total lahan kami mencapai 7.300 hektar dan siap memproduksi 30 ton per jam,” ujarnya.
KUD ini pun telah siap menentukan lokasi pabrik. Keberadaan pabrik ini menjadi salah satu harapan petani memiliki pabrik kelapa sawit dan menjadi pertama di Indonesia. Sejauh pembicaraan dengan Presiden Joko Widodo, investasi diharapkan dapat diperoleh juga dari dana BPDP KS.
Sutiyana mengatakan, apabila ada kekurangan dalam pembiayaan ataupun operasionalisasi pabrik ini, setidaknya mendapatkan pula bantuan pinjaman dari LPDB. KUD ini bahkan juga siap mengembalikan pinjaman ini sesuai dengan perjanjiannya.
Rukaiyah Rafik, Senior Advisor Fortasbi, mengatakan, komitmen Kementerian Koperasi dan UKM dalam mendukung rencana pembangunan pabrik swadaya petani ini menjadi kabar baik bagi seluruh petani sawit di Indonesia. Sebab, selama ini petani selalu menghadapi harga TBS sawit yang tidak stabil, terutama ketika terjadi penghentian ekspor CPO. Harga TBS sawit turun drastis karena petani sangat bergantung pada industri besar.
Tiga pabrik rintisan ini nantinya memosisikan petani tidak sekadar sebagai produsen atau pedagang TBS, melainkan melalui koperasi, petani juga bisa menjadi produsen minyak goreng. Tentunya petani swadaya mulai berpikir pentingnya kelembagaan koperasi sebagai jalan terbaik mendorong kesejahteraan petani dan membangun posisi tawar terkait kelapa sawit.