Program Pemulihan Ekonomi dan Transisi Energi Harus Sejalan
Upaya bertransisi ke energi yang lebih ramah lingkungan harus tetap dijalankan, meskipun sekarang semua negara sedang fokus melakukan pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
DAVOS, KOMPAS — Upaya pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19 harus berjalan bersamaan dengan transisi ke energi yang lebih ramah lingkungan. Pemerintah Indonesia menyerukan agar hal itu dilakukan secara kolaboratif antarnegara.
”Kami menyatakan sudah saatnya semua negara duduk bersama secara setara guna mengatasi persoalan lingkungan sebagai dampak perubahan iklim,” ujar Menteri Investasi Bahlil Lahadalia saat membuka paviliun Indonesia di acara Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia (Annual Meeting World Economic Forum/WEF 2022), Senin (23/5/2022), di Davos, Swiss.
Turut hadir, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, serta Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo. Hadir pula Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid serta Duta Besar RI untuk Swiss dan Liechtenstein Muliaman D Hadad.
Bahlil mengatakan, Indonesia sudah lama menyerukan agar upaya mengatasi permasalahan lingkungan dilakukan secara kolaboratif. Namun, di tingkat internasional sering muncul standar ganda. Sebagai contoh, kebijakan Indonesia sejak 2020 melarang ekspor bijih nikel diprotes kalangan internasional. Padahal, kebijakan itu bertujuan memenuhi kebutuhan pengembangan ekosistem kendaraan listrik yang sejalan dengan transisi ke energi yang lebih ramah lingkungan.
Contoh lainnya, penggunaan batubara dan minyak kelapa sawit yang disebut-sebut kalangan internasional berdampak negatif terhadap lingkungan. Meski demikian, sampai sekarang, dua jenis komoditas itu masih dipakai, bahkan produksi asal Indonesia masih dicari.
”Dua isu yang dihadapi global sekarang adalah penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi pascapandemi. Harus tetap fokus ke dua isu itu. Pada saat bersamaan, kolaborasi antarnegara yang setara menuju transisi energi harus didorong,” kata Bahlil.
Terkait transisi energi, Airlangga Hartarto menyampaikan, Indonesia saat ini fokus untuk menghentikan lebih dini sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan mengadopsi energi terbarukan. Tantangannya adalah menyediakan pendanaan yang cukup untuk dua fokus tersebut.
Airlangga melanjutkan, selama pertemuan di Davos, ada dua isu penting lain yang terus disuarakan Indonesia. Pertama, arsitektur kesehatan pandemi Covid-19. Menurut dia, semua pemimpin negara harus menyadari masih ada negara berkembang yang belum mendapat akses vaksin. Seharusnya ada pendanaan guna membantu vaksinasi di negara seperti itu.
”Kedua, kita menyadari teknologi digital berperan penting bagi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, kita juga memahami masih ada masalah konektivitas (infrastruktur internet) yang belum merata. Kami membawa isu ini ke panggung G20 yang berlangsung di Indonesia,” tutur Airlangga.
WEF 2022 mengusung tema ”Working Together, Restoring Trust”. Isu yang dibahas meliputi kebijakan pemerintah dan strategi bisnis dengan latar belakang pandemi global, konflik Ukraina-Rusia, serta tantangan geoekonomi. Forum ini berlangsung 22-26 Mei 2022.
Puluhan pemimpin negara
Mengutip AFP, lebih dari 50 kepala negara atau pemerintahan hadir di forum ini. Mereka bagian dari 2.500 anggota delegasi, mulai dari pemimpin bisnis, akademisi, sampai tokoh masyarakat. Ada beberapa nama besar, termasuk kanselir baru Jerman Olaf Scholz, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, dan Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat untuk Isu Iklim John Kerry.
Inflasi menjadi perhatian utama karena harga energi dan pangan melonjak drastis. Situasi ini menambah kekhawatiran akan bahaya kelaparan di negara-negara yang bergantung pada gandum dari wilayah tersebut. ”Pandemi menyebabkan kenaikan tajam harga pangan dan energi. Tak semua orang mampu menyikapi kenaikan itu,” kata Direktur Eksekutif Oxfam Gabriela Bucher.