Mayoritas saham emiten pengelola perkebunan kelapa sawit ditutup melemah pada perdagangan Senin (23/5/2022). Rupiah menguat di tengah pencabutan larangan ekspor CPO, tetapi tekanan depresiasi dinilai masih tetap ada.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Saham sejumlah emiten pengelola perkebunan kelapa sawit ditutup dengan capaian yang beragam pada akhir perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Senin (23/5/2022). Namun, sebagian besar ditutup melemah bersamaan dengan dimulainya pencabutan larangan ekspor minyak sawit mentah atau CPO dan sejumlah produk turunannya.
Selain Presiden Joko Widodo, pengumuman secara resmi pembukaan kembali larangan ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng juga disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pekan lalu. Pemerintah mengambil keputusan itu karena pasokan dan harga minyak goreng curah di dalam negeri dinilai makin terkendali.
Sebelumnya, larangan itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2022 tentang Larangan Sementara Ekspor CPO; RBD Palm Oil; RBD Palm Olein; dan UCO (Used Cook Oil). Dengan pencabutan larangan itu, ekspor komoditas-komoditas tersebut akan mulai bergulir kembali pada Senin (23/5/2022).
Di tengah pembukaan kembali ekspor CPO dan produk turunannya, saham PT Cisadane Sawit Raya Tbk tidak bergerak dari harga pembukaannya, yakni tetap Rp 735 per saham. Demikian pula dengan saham PT SMART Tbk yang ditutup tetap pada harga Rp 5.000 per saham.
Sementara harga saham beberapa emiten lain ditutup melemah, seperti PT PP London Sumatera Tbk yang turun 1,39 persen menjadi Rp 1.415 per saham, lalu saham PT Sumber Tani Agung Resources Tbk yang baru saja tercatat di bursa juga turun 2,43 persen menjadi Rp 1.005 per saham.
Saham PT Tunas Baru Lampung Tbk turun 0,63 persen menjadi Rp 795, sedangkan saham PT Astra Agro Lestari Tbk turun cukup dalam, yakni 4,64 persen menjadi Rp 12.325 per saham, serta saham PT Eagle High Plantations Tbk turun 5,1 persen menjadi Rp 74 per saham.
Menurut Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas, Lionel Priyadi, pencabutan pelarangan ekspor membantu apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menjadi sekitar Rp 14.625 per dollar AS. ”Akan tetapi, tekanan depresiasi masih tetap ada karena turunnya surplus neraca dagang yang melebihi ekspektasi," kata Lionel dalam risetnya.
Lionel menambahkan, pihaknya mempertahankan proyeksi defisit neraca berjalan pada tahun 2022 ini pada -0,5 persen terhadap produk domestik bruto. Senada dengan Lionel, ekonom CGS CIMB Sekuritas, Lim Yee Ping, mengatakan, hasil defisit neraca berjalan pada triwulan mendatang lebih baik karena aturan perdagangan komoditas CPO dan produk turunannya yang menguntungkan kinerja neraca berjalan. ”Aktivitas ekspor komoditas utama juga lebih longgar,” kata Lee dalam risetnya.
Dia juga merevisi proyeksi surplus neraca berjalan tahun 2022 menjadi 1,4 persen dari produk domestik bruto. Revisi ini dilakukan karena ketidakpastian pasar global dari pengetatan kebijakan moneter yang agresif oleh bank sentral Amerika Serikat, The Fed, untuk melawan inflasi dan krisis akibat konflik Rusia-Ukraina.