Penyakit Mulut dan Kuku Meluas di Sumut, Sudah Enam Daerah Terjangkit
Kejadian penyakit mulut dan kuku semakin meluas di Sumut. Sudah enam kabupaten dengan 1.013 ternak yang terjangkit. Sumut tidak mengusulkan penetapan daerah wabah karena dinilai masih terkendali.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kejadian penyakit mulut dan kuku semakin meluas di Sumatera Utara. Sudah enam kabupaten dengan 1.013 ternak yang terjangkit penyakit menular ini. Meski demikian, Sumut tidak mengusulkan penetapan daerah wabah karena dinilai masih terkendali. Pemerintah memperketat pengawasan, pemeriksaan, pemotongan, dan penutupan lalu lintas ternak.
”Semua ternak yang terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK) dapat ditangani dengan baik dan hingga saat ini tidak ada ternak yang mati karena PMK di Sumut,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Pemerintah Provinsi Sumut Azhar Harahap, Jumat (20/5/2022).
Azhar mengatakan, pihaknya sudah melakukan rapat koordinasi dengan semua pemerintah kabupaten/kota di Sumut untuk melaksanakan mekanisme pengawasan, pemeriksaan, dan pemotongan hewan khususnya menjelang Idul Adha pada Juli mendatang.
Pekan lalu terdapat 598 ternak yang terjangkit PMK di Sumut yang berada di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang. Sebanyak 19 ekor ternak, yang diduga terjangkit di kedua daerah itu setelah sampelnya diperiksa di laboratorium, positif PMK. Langkat berbatasan langsung dengan Aceh Tamiang yang sudah ditetapkan menjadi daerah wabah PMK oleh Kementerian Pertanian. Adapun sebagian daerah Deli Serdang berbatasan dengan Langkat.
Dalam sepekan terakhir, PMK ternyata meluas dan kini ditemukan indikasi PMK di empat kabupaten lainnya, yakni Asahan, Batubara, Medan, dan Binjai. Sampel dari daerah itu pun telah diambil dan sedang dilakukan pemeriksaan di laboratorium.
Azhar mengatakan, untuk sementara waktu, lalu lintas ternak dari dan menuju Sumut ditutup agar PMK tidak meluas. Kabupaten/kota di Sumut yang sudah ditemukan kejadian PMK juga diminta tidak mengirim ternak ke daerah lain.
Sementara pengiriman dari kabupaten/kota yang belum ditemukan PMK harus melalui pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh organisasi perangkat daerah yang membidangi perternakan di daerah masing-masing. Pengiriman juga harus disertai surat keterangan kesehatan hewan dari dokter hewan atau kepala dinas.
Menjelang Idul Adha, harganya pun cenderung naik dari Rp 53.000 menjadi Rp 55.000 per kilogram bobot hidup.
Meskipun ada larangan lalu lintas ternak antarprovinsi, kata Azhar, pasokan daging dalam tiga bulan ke depan, termasuk untuk Idul Adha, masih aman untuk Sumut. ”Saat ini Sumut punya 17.000 ekor sapi yang siap potong,” kata Azhar.
Kepala Balai Veteriner Medan Azfirman mengatakan, pihaknya berfokus melakukan pemeriksaan ternak yang memiliki gejala PMK khususnya lepuh di bagian mulut dan di bawah kuku ternak. Jika pemeriksaan dinyatakan positif, ternak yang mengalami gejala PMK di kecamatan itu dan kecamatan yang berdekatan diindikasikan sebagai PMK.
”Penularan PMK sangat cepat. Jika indikasi ditemukan, akan langsung ditangani dengan prosedur penanganan PMK,” kata Azfirman.
Muhammad Nasir (60), peternak sapi di Kecamatan Patumbak, Deli Serdang, mengatakan, saat ini peternak sangat berhati-hati karena PMK sudah masuk ke daerahnya. ”Kami tidak menggembalakan ternak lagi, tetapi mengarit dan membawa pakannya ke kandang,” kata Nasir.
Para peternak juga menyemprotkan disinfektan ke kandangnya setiap hari. Peternak juga tidak lagi saling mengunjungi kandang sebagaimana prosedur yang sudah disosialisasikan. Sampai saat ini, kata Nasir, pasar ternak di Sumut tidak terganggu PMK dan tidak ada peternak yang menjual secara panik.
Karena itu, harga ternak sapi pun masih stabil dan cenderung mengalami kenaikan. Menjelang Idul Adha, harganya pun cenderung naik dari Rp 53.000 menjadi Rp 55.000 per kilogram bobot hidup. Ia berharap pemerintah bisa menangani PMK. Meskipun tidak ada kematian, pertambahan bobot badan dan produksi susu akan merosot tajam dan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar jika ternak terjangkit PMK.