Lindungi Pekerja, Pemerintah Terus Optimalkan Kepesertaan Jamsostek
Pekerja formal ataupun informal terus didorong menjadi peserta Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Hal ini menjadi bagian komitmen perlindungan bagi pekerja, termasuk agar keluarganya terhindar dari kemiskinan ekstrem.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, NINA SUSILO
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pemerintah melalui Kantor Staf Presiden, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta Sekretariat Kabinet saat ini terus mendorong percepatan kepesertaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi pekerja formal ataupun informal. Jumlah kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pada tahun 2024 ditargetkan mencakup 74 persen dari total pekerja formal dan 25 persen pekerja informal.
”Untuk mencapai (target) itu, instruksi presiden menugaskan gubernur dan bupati/wali kota agar mendorong seluruh pekerja di wilayahnya menjadi peserta program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan,” kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Abraham Wirotomo melalui keterangan tertulis seusai menghadiri pembayaran klaim BPJS Ketenagakerjaan atau Jamsostek secara simbolis di Bandung, Provinsi Jawa Barat, Jumat (20/5/2022).
Sebagai gambaran, per akhir 2021, jumlah pekerja yang terdaftar di BP Jamsostek dan tercatat sebagai peserta aktif hanya 30,6 juta orang atau 32,67 persen dari total pekerja yang berhak mendapatkan jaminan sosial. Pekerja formal yang memiliki Jamsostek (segmen peserta penerima upah) hanya 20,5 juta orang dan pekerja informal (segmen peserta bukan penerima upah) hanya 3,5 juta orang. Selebihnya adalah segmen peserta pekerja migran Indonesia sebanyak 235.657 orang dan peserta pekerja jasa konstruksi sebanyak 6,27 juta orang (Kompas, (9/4/2022).
Untuk mencapai (target) itu, instruksi presiden menugaskan gubernur dan bupati/wali kota agar mendorong seluruh pekerja di wilayahnya menjadi peserta program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Abraham menuturkan, setiap pekerjaan memiliki risiko. Risiko paling fatal adalah kecelakaan kerja yang dapat menyebabkan kematian. Untuk menghindarkan keluarga pekerja atau ahli waris terjerumus kemiskinan ekstrem, pemerintah melakukan optimalisasi pelaksanaan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) yang diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021.
Inpres No 2/2021 tersebut memberikan instruksi kepada 19 menteri, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jaksa Agung, Direksi BPJS Ketenagakerjaan, para gubernur, bupati, walikota, dan ketua Dewan Jaminan Sosial. Mereka diinstruksikan, antara lain, mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan program Jamsostek.
Abraham berharap, dengan instruksi langsung dari Presiden Joko Widodo terkait optimalisasi Jamsostek dapat menghindarkan ahli waris atau keluarga para pekerja hidup miskin apabila terjadi sesuatu hal, seperti kecelakaan kerja. ”Presiden Joko Widodo konsisten memiliki komitmen kuat memberikan perlindungan kepada buruh dan tenaga kerja, baik formal maupun informal,” katanya.
Salah satu keluarga atau ahli waris penerima manfaat adalah Ida Farida. Berkat kepesertaan Jamsostek suaminya, yakni Kuswandiana, sejak tahun 1992, Ida menerima pembayaran klaim senilai Rp 581 juta lebih. ”Sangat bersyukur, akan digunakan untuk biaya kuliah anak dan memulai usaha sembako kecil-kecilan,” kata Ida seusai menerima pembayaran klaim secara simbolik dari BPJS Ketenagakerjaan Jawa Barat.
BPJS Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Barat sudah membayarkan klaim senilai Rp 2,4 triliun. Pembayaran tersebut dilakukan untuk 210.805 klaim yang diajukan selama Januari-April 2022.
Secara terpisah, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menyebutkan, jumlah tenaga kerja yang sudah terlindungi BP Jamsostek di Provinsi Sulawesi Tenggara per April 2022 sebanyak 241.000 tenaga kerja. Saat ini, masih ada sekitar 865.000 lagi tenaga kerja yang belum terlindungi.
Perluasan cakupan
Terkait hal tersebut, BPJS Ketenagakerjaan akan terus memperluas cakupan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Salah satunya dengan merealisasikan pembayaran santunan dan manfaat beasiswa pendidikan dari BP Jamsostek.
Saat kunjungan kerja Wakil Presiden Ma’ruf Amin ke Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, Kamis (19/5/2022), misalnya, diserahkan santunan kematian dan beasiswa pendidikan anak. Secara keseluruhan, nilainya Rp 1,11 miliar kepada empat ahli waris atau keluarga peserta yang meninggal akibat kecelakaan kerja. Santunan yang diserahkan terdiri dari santunan kematian akibat kecelakaan kerja (JKK), biaya pemakaman, manfaat Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Hari Tua (JHT), dan manfaat beasiswa.
Ketika dihubungi, Jumat (20/5/2022), Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga menuturkan, Inpres No 2/2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan perlu dilaksanakan dengan komprehensif oleh pengelola, yaitu BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini karena pendanaan optimalisasi BPJS Ketenagakerjaan tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Terkait optimalisasi penyelenggaraan tersebut direksi BPJS Ketenagakerjaan wajib mengelola dana tersebut dengan 9 prinsip sesuai dengan UU No 11/2011 tentang BPJS. Prinsip dimaksud antara lain gotong royong, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, kepesertaan bersifat wajib dana amanah, dan hasil pengembangan dana jaminan sosial dipergunakan untuk kepentingan peserta.
Andy mengatakan, pengelolaan dana BPJS Ketenagakerjaan perlu pula disosialisasikan kepada para pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan dimaksud seperti organisasi serikat pekerja, kalangan pelaku usaha platform digital, usaha kecil menengah, dan para pekerja informal.
”Kami juga mendorong peran aktif dewan pengawas ketenagakerjaan, khususnya yang berasal dari serikat pekerja dan tokoh masyarakat, untuk berperan aktif dalam mengawasi pengelolaan dana BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.
Peran aktif pengawasan ini dinilai penting agar peruntukan dan pengembangan dana tersebut dapat menyentuh seluruh kalangan masyarakat, khususnya buruh atau pekerja sektor informal. Buruh dan pekerja sektor informal populasinya 60 persen dari angkatan kerja dan, menurut catatan Labor Institute Indonesia, baru sekitar 20 persen di antaranya yang tercakup BPJS Ketenagakerjaan.