Krakatau Steel Tambah Kepemilikan Modal di Krakatau Posco
Aksi korporasi tersebut menjadi bagian dari strategi peningkatan kapasitas produksi baja nasional, menjalankan program restrukturisasi bisnis, serta untuk mengurangi beban utang PT Krakatau Steel (Persero).
Oleh
agnes theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – PT Krakatau Steel (Persero) Tbk meningkatkan kepemilikan sahamnya di PT Krakatau Posco dari 30 persen menjadi 50 persen. Lewat aksi korporasi tersebut, Krakatau Steel mendapat kompensasi senilai Rp 1,3 triliun serta dapat mengalihkan beban utang sebesar Rp 3,6 triliun. Langkah ini diharapkan memperkuat posisi industri baja nasional dan mengurangi arus importasi baja ke Indonesia.
Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Kamis (19/5/2022) di Jakarta. Sebelumnya, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk hanya memiliki saham 30 persen senilai Rp 2,84 triliun.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, peningkatan kepemilikan saham Krakatau Steel di PT Krakatau Posco menjadi sebesar 50 persen itu adalah bagian dari rencana Krakatau Steel untuk memperbesar kapasitas produksi baja di Indonesia, dari awalnya dimulai dengan 3 juta ton per tahun menjadi 10 juta ton per tahun.
Aksi korporasi ini juga menjadi bagian dari program restrukturisasi utang Krakatau Steel. Untuk meningkatkan porsi kepemilikan saham, Krakatau Steel melakukan transaksi in-kind fasilitas pabrik baja lembaran panas/hot strip mill kedua ke PT Krakatau Posco. Krakatau Steel pun memperoleh kompensasi tunai atas transaksi ini sebesar Rp 1,3 triliun, yang dimanfaatkan untuk pelaksanaan restrukturisasi.
Langkah tersebut juga membantu memangkas beban utang Krakatau Steel. “Beban utang Krakatau Steel berdasarkan pinjaman Rp 3,6 triliun juga akan dialihkan ke PT Krakatau Posco, sehingga beban utang Krakatau Steel secara keseluruhan jadi berkurang,” kata Silmy saat dihubungi, Jumat (20/5/2022).
Silmy mengatakan, aksi korporasi tersebut membuka potensi kerja sama yang lebih luas untuk memperbesar kapasitas produksi, serta untuk memproduksi jenis baja yang lebih luas, khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan industri otomotif.
“Setelah in-kind ini, kami juga akan investasi untuk produk CRC (cold rolled coil). Ini juga berkaitan dengan program restrukturisasi di Krakatau Steel, karena beberapa lini produksi, seperti flat product, akan kami fokuskan di bawah naungan Krakatau Posco,” ujarnya.
Choi Busik, Ekonom Senior Posco Research Institute mengatakan, kekuatan ekonomi suatu negara bergantung pada daya saing industri manufakturnya, yang notabene membutuhkan sektor besi dan baja yang kuat. Terlebih, untuk Indonesia yang saat ini sedang gencar mengembangkan ekosistem industri kendaraan listrik.
Krakatau Steel pun memperoleh kompensasi tunai atas transaksi ini sebesar Rp 1,3 triliun, yang dimanfaatkan untuk pelaksanaan restrukturisasi utang.
Oleh karena itu, Krakatau Posco berencana mengembangkan kapasitas produksi baja menjadi 6 juta ton per tahun pada 2027. Selanjutnya, memperbesar kapasitas menjadi 10 juta ton per tahun pada tahun 2030, dan mengembangkan kapasitas produksi baja berkelanjutan dengan metode reduksi menggunakan gas hidrogen (HyRex/hydrogen reduction green steel production) untuk mengurangi emisi karbon.
“Sekarang, kapasitasnya memang masih 3 juta ton. Tetapi, setelah fase ekspansi kedua pada tahun 2027 nanti, Krakatau Posco akan menjadi pemasok utama untuk sebagian besar produk besi dan baja semi-finished ke seluruh ASEAN,” kata Choi.
Langkah ekspansi kapasitas produksi Krakatau Posco itu diestimasi akan membawa dampak ekonomi yang luas bagi Indonesia, antara lain menciptakan nilai tambah produk hingga 3,4 miliar dollar AS, meningkatkan kontribusi industri besi-baja ke produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,38 persen, menciptakan lapangan kerja untuk 90.000 orang, dan penerimaan pajak senilai 360 juta dollar AS.
Selain mengembangkan ekspansi kapasitas produksi fase kedua, Posco juga berencana terjun ke ekosistem kendaraan listrik. Posco, sebagai salah satu pemasok utama global untuk materi sel baterai, akan membangun rantai pasok kendaraan listrik di Indonesia, sebagai produsen anoda-katoda serta besi dan baja untuk perakitan mobil listrik.
“Krakatau Posco akan menjadi satu-satunya pabrik pengolahan baja terintegrasi di kawasan ASEAN yang memproduksi besi dan baja untuk otomotif,” ujarnya.
Kekuatan ekonomi suatu negara bergantung pada daya saing industri manufakturnya, yang notabene membutuhkan sektor besi dan baja yang kuat.
Mengurangi impor
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengatakan, peningkatan kepemilikan saham Krakatau Steel di Krakatau Posco itu menjadi langkah strategis untuk memperkuat industri baja nasional dalam menghadapi persaingan global, sekaligus untuk mendukung ekosistem industri baja dan otomotif di Indonesia.
“Krakatau Steel dan Posco bisa saling menguatkan satu sama lain sehingga dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan industri baja domestik dan mengurangi importasi baja ke Indonesia,” katanya.
Seperti diketahui, arus impor baja ke Indonesia terus meningkat. Menurut data Badan Pusat Statistik, volume impor HS 72 (produk jadi besi dan baja) sepanjang tahun 2021 meningkat 22 persen dari 4,75 juta ton pada tahun 2020 menjadi 5,8 juta ton. Porsi impor terbesar adalah untuk produk baja cold rolled coil/sheet (CRC/S) sebanyak 1,85 juta ton, meningkat hingga 73 persen dari 2020.
Adapun nilai impor besi dan baja sepanjang 2021 mencapai 5,34 miliar dollar AS atau setara Rp 76,66 triliun. Jumlah tersebut meningkat hingga 66 persen dibandingkan nilai impor pada tahun 2020 yang sebesar 3,22 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 46,3 triliun.
Di awal tahun ini, impor besi dan baja juga naik. Pada Januari-Februari 2022, nilai impor besi dan baja tercatat sebesar 2,34 miliar dollar AS atau Rp 33,71 reiliun, meningkat 75,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan nilai impor 1,33 miliar dollar AS atau Rp 19,24 triliun.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Bidang Industri dan Pembangunan Rachmat Gobel mengatakan, sebagai BUMN strategis, sudah seharusnya Krakatau Steel menjadi pemimpin di industri baja nasional untuk memenuhi kebutuhan baja dalam negeri. Kemandirian industri baja nasional akan terujud dengan peningkatan kapasitas produksi dan kualitas jenis baja yang dihasilkan.