Kebijakan DMO Produk Minyak Sawit Kembali Diberlakukan
Kebijakan DMO minyak goreng kembali diberlakukan sejalan dengan pencabutan larangan ekspor produk minyak goreng dan bahan baku minyak goreng. Langkah ini ditempuh untuk memastikan kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah kembali memberlakukan kebijakan kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik atau DMO minyak sawit. Hal ini dilakukan untuk memastikan stok minyak goreng untuk kebutuhan dalam negeri tetap terkendali setelah pemerintah membuka kembali keran ekspor untuk produk kelapa sawit beserta turunannya.
Saat menyampaikan keterangan pers secara virtual, Jumat (20/5/2022), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan kebijakan DMO akan diikuti dengan upaya pemerintah dalam menjamin ketersediaan bahan baku minyak goreng dan stabilitas harga minyak goreng dalam negeri.
Kebijakan DMO minyak goreng akan mengatur dua hal, yakni kuota wajib pasok bagi produsen minyak sawit dalam memenuhi stok dalam negeri dan harga penjualan bahan baku minyak sawit untuk produsen atau DPO. Terkait kuota, Airlangga mengatakan, pemerintah akan menjaga pasokan 10 juta ton minyak goreng yang terdiri dari 8 juta ton untuk pasar dalam negeri dan 2 juta ton untuk stok atau cadangan.
Untuk besaran persentase DMO yang perlu dipenuhi oleh setiap produsen akan disesuaikan dengan perhitungan Kemendag. (Airlangga Hartarto)
”Untuk besaran persentase DMO yang perlu dipenuhi oleh setiap produsen akan disesuaikan dengan perhitungan Kementerian Perdagangan. Sementara untuk penetapan harga akan mengacu pada kajian BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) oleh Kementerian Perdagangan,” ujar Airlangga.
Sejalan dengan adanya peraturan DMO, kata Airlangga, pemerintah akan menerbitkan aturan untuk memastikan mekanisme produksi dan distribusi minyak goreng kepada masyarakat akan merata dan tepat sasaran. Airlangga menegaskan bahwa produsen minyak goreng yang tidak memenuhi kewajiban DMO akan diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang ditentukan.
Ke depan, pelaksanaan ekspor oleh produsen akan dilakukan pengawasan secara ketat dan terintegrasi bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Satgas Pangan Polri, kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, serta Kejaksaan Agung.
”Pemerintah akan menindak tegas setiap penyimpangan baik distribusi maupun ekspor oleh pihak pihak yang tidak sesuai dengan kebijakan yang ada,” ujar Airlangga.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa kebutuhan minyak goreng curah dalam negeri mencapai 194,634 to per bulan. Sejauh ini, pelarangan ekspor telah meningkatkan jumlah pasokan minyak goreng curah yang pada April 2022 tercatat 211.638,65 ton atau 108,74 persen dari jumlah kebutuhan bulanan.
Artinya, jumlah itu sudah melebihi kebutuhan bulanan nasional. Sebelum pelarangan ekspor per 28 April 2022, pasokan minyak goreng curah dalam negeri hanya 64.626,52 ton pada Maret 2022 atau 33,2 persen dari kebutuhan per bulan.
Saat dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, kebijakan untuk mewajibkan produsen untuk tetap memasok kebutuhan pasar domestik adalah hal yang memang perlu dilakukan.
Menurut Tauhid, alokasi 10 juta ton minyak goreng dari perhitungan pemerintah untuk kebijakan DMO sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik. ”Aturan alokasi untuk dalam negeri sangat memungkinkan untuk diterapkan dengan catatan pengawasannya juga harus ketat dan tinggi,” ujarnya.
Namun, Tauhid menyoroti efektivitas pemberlakuan kebijakan penetapan harga bahan baku minyak goreng di level produsen oleh pemerintah yang juga menjadi bagian dari kebijakan DMO. Ia pesimistis kebijakan ini dapat diterapkan dengan optimal karena tidak ada pihak yang menanggung selisih antara harga yang ditetapkan dalam kebijakan DMO dengan harga keekonomian.
Jika mekanisme distribusi dilepaskan saja kepada mekanisme pasar, potensi adanya lonjakan harga minyak goreng tetap tidak bisa dihindari.
Menurut dia, jika mekanisme distribusi dilepaskan ke mekanisme pasar, potensi lonjakan harga minyak goreng tetap tidak bisa dihindari. Terlebih lagi, jaringan distribusi, terutama untuk minyak goreng curah, tidak serapi jaringan distribusi minyak goreng kemasan.
”Penetapan harga ini kan tidak ada aturan teknisnya untuk penerapannya di tingkat pelaku usaha sehingga menimbulkan keraguan apakah kebijakan ini bisa berdampak pada stabilitas harga minyak goreng,” kata Tauhid.
Direktur Komersial Holding Pangan ID FOOD Group Ardiansyah Chaniago mengatakan, perusahaannya telah menargetkan untuk mendistribusikan minyak goreng curah seharga Rp 14.000 per liter ke 5.000 titik lokasi hingga akhir Mei 2022. Pendistribusian dilakukan melalui anak usaha holding, yakni PT Perusahaan Perdagangan Indonesia dan PT Rajawali Nusindo, sebagai komitmen menjaga ketersediaan pangan nasional.
Masyarakat sebagai penerima program minyak rakyat ini dapat membeli minyak goreng dengan harga eceran tertinggi (HET) di warung-warung mitra distribusi ID FOOD Group, cukup dengan menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP) atau nomor induk kependudukan (NIK) dengan maksimal pembelian 2 liter per KTP per hari.