Kalangan petani berharap harga tandan buah segar atau TBS segera naik lagi. Harga TBS anjlok hingga 70 persen sejak pemerintah melarang ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya sejak 28 April 2022.
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan petani kelapa sawit mengapresiasi rencana pemerintah menghapus larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya mulai Senin (23/5/2022). Mereka berharap keputusan tersebut bisa segera mendongkrak naik harga TBS di tingkat petani yang anjlok lebih dalam sejak pemerintah melarang ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya pada 28 April 2022.
Selain 17 juta tenaga kerja di industri sawit, situasi pasokan dan harga minyak goreng menjadi pertimbangan atas keputusan pemerintah membuka lagi ekspor minyak goreng dan bahan bakunya. Meski demikian, pemerintah menyatakan akan tetap memantau untuk memastikan pasokan minyak goreng tetap terpenuhi dengan harga terjangkau.
Presiden Joko Widodo saat menyampaikan keputusan itu di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/5/2022), menyatakan, sejak pelarangan ekspor diterapkan, pemerintah mendorong sejumlah langkah untuk memastikan ketersediaan minyak goreng. ”Berdasarkan pengecekan langsung saya di lapangan dan juga laporan yang saya terima, alhamdulillah, pasokan minyak goreng terus bertambah,” ujar Presiden.
Kebutuhan nasional untuk minyak goreng curah lebih kurang 194.000 ton per bulan. Pada Maret 2022, sebelum ekspor minyak goreng dan bahan bakunya dilarang mulai 28 April 2022, pasokan hanya 64.500 ton. Namun, setelah pelarangan, pasokan mencapai 211.000 ton per bulan atau melebihi kebutuhan nasional bulanan.
Selain itu, harga rata-rata minyak goreng secara nasional turun. Pada April 2022 harga rata-rata minyak goreng curah nasional lebih kurang Rp 19.800 per liter. Namun, setelah ada pelarangan ekspor, harga rata-rata nasional turun menjadi Rp 17.200-Rp 17.600 per liter.
”Penambahan pasokan dan penurunan harga tersebut merupakan usaha bersama, baik dari pemerintah, BUMN, maupun swasta. Walaupun memang ada beberapa daerah yang, saya tahu, harga minyak gorengnya masih relatif tinggi, saya meyakini dalam beberapa minggu ke depan harga minyak goreng curah semakin terjangkau menuju harga yang kita tentukan karena ketersediaannya semakin melimpah,” tutur Presiden.
Secara kelembagaan, pemerintah akan membenahi prosedur dan regulasi di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Pembenahan dilakukan agar lebih adaptif dan solutif menghadapi dinamika pasokan serta harga minyak dalam negeri sehingga masyarakat dapat dilindungi dan dipenuhi kebutuhannya.
Apresiasi petani
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengapresiasi langkah pemerintah yang membuka kembali ekspor produk sawit, termasuk minyak goreng dan minyak kelapa sawit mentah (CPO).
Menurut dia, sejak pemerintah melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya, harga TBS di tingkat petani anjlok hingga 70 persen. ”Larangan ekspor kemarin harus jadi pelajaran bagi pemangku sawit nasional untuk ’naik kelas’, baik dari aspek ekonomi, sosial, maupun ekologi,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit Mansuetus Darto berharap keputusan itu tetap diiringi upaya perbaikan tata kelola sawit nasional. ”Roda ekonomi petani sawit diharapkan kembali baik, sejalan dengan perbaikan tata kelola BPDPKS,” ujarnya.
Apresiasi serupa disampaikan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih. Menurut dia, perombakan tata kelola persawitan mendesak direalisasikan secara konsisten, antara lain dengan mendorong peran petani sawit rakyat lebih besar di industri sawit nasional.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet menilai, kebijakan larangan ekspor produk turunan sawit sudah selayaknya dicabut karena terdapat semacam anomali dalam kebijakan tersebut. ”Dalam beberapa waktu terakhir, harga TBS di level petani turun, antara lain karena pasokan CPO dari petani melimpah sehingga tak terserap penuh oleh pasar,” kata Yusuf.
Di saat bahan baku melimpah, lanjutnya, harga minyak goreng justru belum turun. Ini menunjukkan bahwa masalah harga minyak goreng di pasaran tidak sepenuhnya disebabkan oleh masalah pasokan bahan baku yang dapat diselesaikan dengan kebijakan larangan ekspor.
Setelah larangan ekspor dicabut, Yusuf berharap pemerintah dapat lebih jeli dalam menyingkap tabir penyebab tingginya harga minyak goreng. ”Bisa jadi harga minyak goreng tinggi karena ongkos produksinya memang tinggi. Aspek inilah yang sebenarnya perlu dibenahi,” ujarnya.