Kebijakan pemerintah melarang ekspor bahan mentah membuka peluang di dalam negeri. Namun, hilirisasi industri masih perlu dioptimalkan.
Oleh
NINA SUSILO
·5 menit baca
KOMPAS/NINA SUSILO
Wakil Presiden Ma'ruf Amin meresmikan peletakan batu pertama kawasan industri terpadu PT Nusantara Industri Sejati, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Kamis (19/5/2022).
WANGGUDU, KOMPAS — Hilirisasi industri sektor pertambangan belum maksimal. Diperlukan penyediaan infrastruktur, berbagai sarana penunjang, penguasaan teknologi, serta kemudahan-kemudahan yang disiapkan pemerintah bersama pemerintah daerah, dan semua pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta, untuk mengoptimalkan hilirisasi industri pertambangan.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengingatkan, peningkatan nilai tambah sektor pertambangan tidaklah cukup. ”Indonesia membutuhkan lompatan produktivitas berbasis penguasaan ilmu pengetahuan dan inovasi, serta ramah lingkungan. Indonesia harus memulai transformasi dari ekonomi ekstraktif menuju ekonomi inklusif yang mengedepankan partisipasi, inovasi, dan ekologi,” tuturnya saat peletakan batu pertama Kawasan Industri PT Nusantara Industri Sejati di Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Kamis (19/5/2022).
Hadir mendampingi Wapres dalam acara ini, antara lain, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, dan Bupati Konawe Utara Ruksamin.
Kementerian ESDM mencatat, cadangan nikel Indonesia sebesar 72 juta ton atau 52 persen dari total cadangan nikel dunia pada 2020. Ini artinya Indonesia memegang peranan sangat penting dalam penyediaan bahan baku produk nikel dunia. Tanpa dikelola dengan bijak, nilai ekonomi sumber daya alam ini akan rendah. Di sisi lain, ekstraksi harus memperhatikan aspek keberlanjutan supaya bisa dinikmati generasi mendatang pula.
Wapres Amin enilai hilirisasi sektor pertambangan belum maksimal meski kawasan industri di Indonesia semakin banyak. Sampai dengan April 2022, Kementerian Perindustrian mencatat ada 138 perusahaan kawasan industri yang tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Sumatera. Peningkatan jumlah dan luas lahan untuk kawasan industri ini, menurut Wapres, patut diapresiasi.
Pemerintah menargetkan 53 fasilitas akan beroperasi hingga 2024. Kabupaten Konawe Utara memiliki wilayah izin usaha pertambangan paling luas di Provinsi Sulawesi Tenggara
Hilirisasi dinilai belum maksimal karena masih banyak fasilitas belum tersedia dan pendukung teknisnya. ”Walau sudah ada kebijakan afirmasi dan pemerintah sudah memberikan kemudahan, masih perlu disiapkan infrastrukturnya. Karena itu, semua kita terus lakukan supaya lebih optimal dan memberikan kemudahan, tidak hanya perizinan, tetapi juga faktor-faktor pendukung lainnya bersama pemda,” tutur Wapres Amin kepada wartawan seusai peletakan batu pertama.
Hilirisasi sektor pertambangan belum maksimal meski kawasan industri di Indonesia semakin banyak. Sampai dengan April 2022, Kementerian Perindustrian mencatat ada 138 perusahaan kawasan industri yang tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Sumatera.
Pembangunan kawasan industri diharapkan mampu mengoptimalkan nilai tambah hilirisasi, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong perekonomian daerah. Semua ini perlu didukung transformasi ekonomi yang mengedepankan inovasi dan penguasaan teknologi. Wapres Amin pun mencontohkan transformasi ekonomi Korea Selatan yang disebutnya salah satu contoh yang paling sukses.
Strategi kebijakan inovasinya mengandalkan industri berorientasi ekspor, didukung dengan sinergi riset dan pengembangan antara industri dan perguruan tinggi sebagai pencetak SDM. Karenanya, apabila pada awal 1970-an PDB per kapita Indonesia sekitar 80 dollar AS dan Korea Selatan sekitar 279 dollar AS, pada 2020, Korea Selatan mampu melompatkan PDB per kapitanya hampir delapan kali Indonesia. Pada 2020, PDB Korea Selatan mencapai 31.489 dollar AS, sedangkan Indonesia sekitar 3.869 dollar AS. Justru, Indonesia mengalami penurunan dari 4.135 dollar AS pada 2019.
Wapres Amin meyakini apabila Indonesia secara konsisten mengembangkan ekonomi inklusif yang dipadukan dengan hilirisasi industri untuk pemenuhan pasar domestik dan ekspor, maka kemanfaatan SDA berdampak terhadap kesejahteraan rakyat. Wapres Amin pun berharap pengembangan ekosistem kawasan industri modern yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dilanjutkan.
KOMPAS/NINA SUSILO
Wakil Presiden Ma'ruf Amin memberikan keterangan kepada wartawan seusai meresmikan peletakan batu pertama Kawasan Industri PT Nusantara Industri Sejati, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Kamis (19/5/2022).
”Pengelola Kawasan Industri NIS agar segera menyiapkan daya dukung dan daya tampung di dalam kawasan industri untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing ekspor. Partisipasi investor sangat diperlukan dalam membangun ekosistem industri yang ramah lingkungan dan berkelanjutan," tambahnya.
Para kepala daerah juga diharapkan menjaga iklim investasi di Provinsi Sulawesi Tenggara umumnya dan Kabupaten Konawe Utara khususnya supaya tetap kondusif. Selain itu, pengelolaan aspek lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar juga harus benar-benar diperhatikan.
Begitu pula pemerintah daerah dan investor perlu menjalin komunikasi dan sinergi yang baik. Wapres Amin berharap Kawasan Industri NIS dapat bersinergi dengan sektor UMKM.
Kawasan industri PT NIS yang disebut Kawasan Industri Terpadu Bumi Oheo disiapkan untuk industri pertambangan nikel. Kawasan ini direncanakan seluas 4.766 hektar dengan 375 hektar di antaranya sudah dibebaskan perusahaan dan ganti rugi dilakukan bertahap.
Kawasan industri yang terletak 141 km dari Kota Kendari ini didirikan PT NIS. Direktur Utama PT NIS adalah Tommy William Tampubolon, putra tim ahli Wapres Nurdin Tampubolon, pengusaha dan politisi.
Presiden Komisaris NT Corporation Nurdin Tampubolon menjelaskan, kawasan industri ini akan menampung industri barang jasa yang berbasis sumber daya lokal. Di Konawe Utara, sumber daya lokal yang tersedia, antara lain, nikel, pasir kuarsa, perikanan, dan hasil pertanian.
Sampai saat ini, menurut Nurdin, industri berbasis sumber daya lokal masih sangat terbatas. Namun, kebijakan pemerintah yang tidak mengizinkan lagi ekspor bahan mentah membuka peluang untuk industri mengelola sumber daya lokal.
Kawasan industri ini akan menyediakan sejumlah fasilitas, di antaranya lahan, perizinan, pengamanan, termasuk utilitas, baik perumahan, rumah sakit, maupun sarana pendidikan. Karenanya, investasi bisa dipercepat.
Saat ini, menurut Nurdin, beberapa vendor, selain anak perusahaan NTCorp, sudah melakukan penjajakan. PT NIS akan membangun smelter, yakni PT Industri Smelter Nusantara, untuk memproduksi feronikel. Feronikel ini bisa diolah menjadi stainless steel dan baterai.
Smelter ini akan menggunakan teknologi rotary kiln-electric furnace (RKEF) dengan kapasitas 500.000 ton feronikel per tahun dengan kadar nikel 10-12 persen. Smelter akan menggunakan luas area tahap pertama, yaitu 375 hektar, yang berlokasi di Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.
KOMPAS/NINA SUSILO
Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi
Nurdin tidak mengatakan secara jelas target penyelesaian kawasan industri ini. Namun, menurut dia, dalam tiga atau lima tahun, kawasan industri sudah bisa beroperasi secara bertahap.
Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi menambahkan, pembangunan kawasan industri dan kehadiran smelter adalah proyek strategis. Karena itu, pemerintah mendukung penuh PT NIS dan PT Industri Smelter Nusantara dalam mengelola sumber daya alam menjadi barang produksi.