Rasio Aset IKNB terhadap Produk Domestik Bruto di Indonesia Masih Rendah
Rasio aset industri keuangan nonbank terhadap produk domestik bruto di Indonesia lebih rendah dibandingkan rasio di sejumlah negara lain di Asia Tenggara. Rendahnya penetrasi industri di masyarakat jadi pemicunya.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rasio aset layanan jasa keuangan yang termasuk dalam industri keuangan nonbank Indonesia terhadap produk domestik bruto nasional masih rendah jika dibandingkan dengan rasio aset industri serupa di sejumlah negara lain. Dampaknya, pemerintah dan korporasi kekurangan alternatif investasi atau sumber pendanaan yang berasal dari institusi selain bank. Peningkatan literasi keuangan dinilai menjadi solusi.
Berdasarkan riset lembaga studi ekonomi Indonesia Financial Group (IFG) Progress, rasio aset industri asuransi terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun 2020 sebesar 8,5 persen. Rasio aset industri dana pensiun terhadap PDB bahkan lebih kecil, yakni 2,7 persen.
Rasio aset dibandingkan PDB kedua industri keuangan nonbank (IKNB) itu jauh lebih kecil ketimbang dua industri jasa keuangan lain, yakni perbankan 59,5 persen dan pasar modal 45,2 persen.
Rasio aset industri asuransi terhadap PDB Indonesia itu jauh lebih kecil ketimbang sesama negara Asia Tenggara. Rasio aset industri asuransi terhadap PDB di Filipina, misalnya, 10,8 persen, sementara di Malaysia 22,3 persen, Thailand 29,4 persen, dan Singapura 86,8 persen.
Begitu pula rasio aset industri dana pensiun terhadap PDB Indonesia yang masih lebih kecil ketimbang sesama negara Asia Tenggara lain. Rasio aset industri dana pensiun Filipina terhadap PDB di Filipina, misalnya, 3,5 persen, sementara di Thailand 29,4 persen, Malaysia 61,42 persen, dan Singapura 85,1 persen.
Senior Research Associate IFG Progress Ibrahim Kholilul Rohman menjelaskan, rendahnya rasio aset industri yang tergolong dalam IKNB itu disebabkan oleh masih rendahnya penetrasi industri itu di masyarakat. Tingkat penetrasi artinya tingkat keberhasilan suatu produk lembaga jasa keuangan itu dimanfaatkan oleh masyarakat. Karena penetrasinya masih rendah, akumulasi pertumbuhan aset industri tidak optimal atau tidak bisa memenuhi keseluruhan potensi yang bisa dicapai.
”Potensi pertumbuhan penetrasi industri keuangan, seperti asuransi dan dana pensiun ini, masih sangat besar dan belum optimal,” ujar Ibrahim dalam jumpa pers terkait penyelenggaraan IFG International Conference 2022, Rabu (18/5/2022).
Rendahnya rasio aset industri yang tergolong dalam IKNB itu disebabkan oleh masih rendahnya penetrasi industri itu di masyarakat.
Ia menjelaskan, dampak situasi itu secara nasional, baik pemerintah maupun korporasi, tidak memiliki banyak alternatif sumber dana. Sebab, potensi dana terbesar masih berasal dari perbankan. Sementara dampaknya kepada masyarakat secara ritel adalah ongkos kesempatan (opportunity cost) menjadi lebih besar. Sebab, masyarakat tidak memiliki banyak pilihan sehingga pemenuhan kebutuhan terbatas pada pilihan yang ada.
Kondisi ini, lanjut Ibrahim, adalah tantangan sekaligus peluang. Apabila tingkat penetrasi industri bisa ditingkatkan, akumulasi aset industri akan bertumbuh lebih baik dan menjadi pengembangan sumber pendanaan di luar perbankan.
Senior Executive Vice President IFG Progress Reza Siregar menjelaskan, dengan akumulasi aset IKNB yang lebih besar, mengurangi ketergantungan sistem keuangan Indonesia akan dana asing. Pendalaman pasar keuangan ini membuat sistem keuangan Indonesia bisa lebih stabil ketika terjadi arus modal keluar (capital outflow).
Reza mengatakan, solusi dari permasalahan ini adalah terus-menerus melakukan edukasi untuk meningkatkan literasi keuangan. ”Kuncinya adalah pada perluasan literasi keuangan. Dengan terliterasi, masyarakat memiliki kesadaran dan kebutuhan akan layanan keuangan yang berujung pada peningkatan literasi yang pada ujungnya pertumbuhan industri dan ekonomi,” ujar Reza.
Untuk memperluas edukasi dan literasi keuangan, IFG berencana menggelar IFG International Conference 2022 yang akan dilaksanakan pada 30-31 Mei 2022 secara hibrida daring dan luring di Ballroom Hotel Ritz Carlton. Dalam acara ini akan digelar seminar dan diskusi dengan pembicara dari dalam dan luar negeri.
Sebelumnya, Rapat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir April 2022 menyebutkan, industri jasa keuangan dalam kondisi stabil. ”Permodalan di industri asuransi dalam kondisi optimal,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Sampai dengan Maret 2022, tingkat permodalan untuk menanggung risiko (risk based capital/RBC) industri asuransi jiwa mencapai 535,4 persen. Adapun RBC industri asuransi umum mencapai 322,3 persen. Keduanya jauh melebihi ambang batas minimal keamanan yang sebesar 120 persen.