Peran Sentral ASEAN Diperkuat Hadapi Ketidakpastian Ekonomi Global
Para menteri ekonomi negara-negara Asia Tenggara berkomitmen memperkuat peran ASEAN guna menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Di sisi lain, ASEAN perlu mengambil langkah konkret guna mengantisipasi kenaikan inflasi.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
DOKUMENTASI KEMENTERIAN PERDAGANGAN
Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi menggelar Pertemuan Khusus Para Menteri Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Ministers Special Meeting) di Bali pada 17–18 Mei 2022.
JAKARTA, KOMPAS — Para menteri ekonomi negara-negara Asia Tenggara berkomitmen memperkuat peran sentral ASEAN untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Memperkuat perdagangan multilateral dan rantai pasok, memitigasi inflasi, dan meningkatkan perdagangan intra-ASEAN akan menjadi fokus utama.
Sejumlah poin penting itu merupakan hasil Pertemuan Spesial Para Menteri Ekonomi anggota ASEAN (AEM Special Meeting) yang diinisiasi Indonesia di Bali pada 17-18 Mei 2022. Pertemuan itu merupakan bagian dari rangkaian agenda ASEAN di bawah keketuaan Kamboja yang mengusung tema ”Addressing Challenges Together”.
Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi mengatakan, perekonomian negara-negara anggota ASEAN mulai pulih dari imbas pandemi Covid-19. Namun, ASEAN masih dihadapkan pada sejumlah tantangan seperti disrupsi rantai pasok, proteksi perdagangan, perang Rusia-Ukraina, kenaikan harga komoditas yang memicu kenaikan inflasi, serta perubahan iklim.
”Agar ekonomi bisa tumbuh kuat dan berlekanjutan, ASEAN perlu memitigasi imbas dari tantangan-tantangan tersebut. Peran sentral ASEAN juga perlu diperkuat, terutama untuk membenahi perdagangan multilateral yang sudah mulai tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Organisasi Perdagangan Dunia (WTO),” kata Lutfi dalam konferensi pers yang digelar secara hibrida di Bali, Rabu (18/5/2022).
ASEAN masih dihadapkan pada sejumlah tantangan seperti disrupsi rantai pasok, proteksi perdagangan, perang Rusia-Ukraina, kenaikan harga komoditas yang memicu kenaikan inflasi, serta perubahan iklim.
Menurut Lutfi, sejumlah langkah konkret akan diambil ASEAN dalam menghadapi berbagai tantangan itu. ASEAN akan membangun industri terintegrasi bersama berbasis investasi dan konektivitas rantai pasok.
ASEAN juga akan saling meningkatkan perdagangan intra-ASEAN atau antar-anggota. Misalnya, Kamboja, Vietnam, dan Thailand bisa mengekspor beras ke Indonesia, sedangkan Indonesia akan mengekspor pupuk ke negara-negara tersebut.
”Saat ini, fokus ASEAN bukan hanya untuk memulihkan ekonomi, melainkan juga membangun ASEAN yang lebih kuat dan besar. Menjadi pusat ekonomi global,” kata Lutfi.
Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam laporannya, ”Asian Development Outlook 2022”, yang dirilis 6 April 2022, memperkirakan ekonomi Asia Tenggara akan tumbuh 4,9 persen pada 2022. Pada 2021, ekonomi Asia Tenggara tumbuh 2,9 persen dan pada 2020 minus 3,2 persen.
ADB juga memproyeksikan tingkat inflasi di Asia Tenggara pada 2022 sebesar 3,7 persen. Pada 2020 dan 2021, tingkat inflasi di kawasan tersebut masing-masing 1,5 persen dan 2 persen.
”Ekonomi terus memulih dari imbas pandemi. Namun, pada tahun ini, pemulihan itu diselimuti ketidakpastian yang besar. Kenaikan inflasi juga bakal menjadi tantangan,” kata Henry Ma, ekonom senior ADB untuk Indonesia.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Kamboja Sok Sopheak menuturkan, para menteri ekonomi ASEAN juga menekankan pentingnya memperkuat Kerangka Kerja Pemulihan Komprehensif ASEAN (ACRF) guna menavigasi ASEAN menghadapi tantangan global sekaligus memulihkan dan memperkuat ekonomi regional. Selain kemitraan ekonomi komprehensif regoional (RCEP), kerja sama ekonomi dengan kawasan lain, seperti Indo-Pasifik dan Uni Eropa, juga akan semakin diperkuat.
”Kami juga akan terus mendorong perdagangan multilateral yang lebih terprediksi, transparan, dan tanpa diskriminasi dalam Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-12 pada 13 Juni 2022. Mandat Perjanjian Paris untuk mengurangi dampak perubahan iklim juga akan kami gulirkan di ASEAN melalui kebijakan lingkungan, aktivitas perdagangan, dan adopsi teknologi,” katanya.
Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, berpendapat, sentralitas ASEAN perlu dibangun dan diperkuat kembali agar semakin memiliki peran penting dalam ekonomi global. Di sektor perdagangan dan investasi, ASEAN dapat meningkatkan kerja sama dengan Amerika Serikat, China, dan Jepang.
”Minat ketiga negara tersebut terhadap kawasan ASEAN sangat besar terutama untuk mengembangkan investasi atau relokasi industri dan membangun rantai pasok industri mereka,” kata Fithra.
Langkah-langkah konkret ASEAN dalam memitigasi dampak kenaikan inflasi ini perlu dijabarkan secara detail dalam ACRF. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah membangun rantai pasok dan lumbung pangan di kawasan ASEAN.
Di sisi lain, lanjut Fithra, ASEAN perlu mengoptimalkan perdagangan intra-ASEAN sesuai Peta Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025. Target perdagangan antar-negara anggota ASEAN itu adalah 35 persen dari total nilai perdagangan ASEAN terhadap dunia. Namun, saat ini realisasinya masih di bawah 25 persen.
Namun, yang paling penting saat ini adalah perlunya ASEAN menelurkan langkah-langkah konkret menghadapi tantangan kenaikan inflasi yang dipicu oleh kenaikan harga pangan dan energi. Hal itu terjadi lantaran anomali cuaca di sejumlah produsen pangan, perang Rusia-Ukraina, dan kenaikan biaya logistik global akibat imbas pandemi Covid-19.
”Langkah-langkah konkret ASEAN dalam memitigasi dampak kenaikan inflasi ini perlu dijabarkan secara detail dalam ACRF. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah membangun rantai pasok dan lumbung pangan di kawasan ASEAN,” ujarnya.