Investasi baru pembangunan fasilitas pusat data masih bermunculan sepanjang pandemi Covid-19. Hal ini sejalan dengan keyakinan akan prospek ekonomi digital di Indonesia yang dinilai prospektif dalam jangka panjang.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
COKORDA YUDISTIRA
Ilustrasi _ Pemerintah Kota Denpasar memanfaatkan fasilitas Damamaya Denpasar Cyber Monitor di Gedung Sewaka Dharma Kota Denpasar sebagai Pusat Data Informasi dan Koordinasi Mitigasi Covid-19. Suasana di Damamaya Denpasar Cyber Monitor, Jumat (20/3/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan properti fasilitas baru pusat data tetap berjalan sepanjang pandemi Covid-19. Hal ini sejalan dengan keyakinan bahwa bisnis ekonomi digital di Indonesia memiliki prospek positif dalam jangka panjang.
Managing Director EdgeConneX—penyedia fasilitas pusat data berskala besar atau hyperscale dan skala sangat lokal/hyperlocalasal Amerika Serikat—untuk Asia Pasifik Kelvin Fong, dalam temu media di Jakarta, Rabu (18/5/2022), mengatakan, target total kapasitas fasilitas pusat data hyperscale yang akan dibangun di Indonesia mencapai 90 megawatt (MW).
Sebelumnya, tepatnya bulan lalu, EdgeConneX telah mengakuisisi PT Graha Teknologi Nusantara (GTN), perusahaan penyedia fasilitas pusat data hasil patungan antara Mitsui Jepang dan PT Multipolar Technology Tbk, bagian dari Lippo Group. Kapasitas fasilitas pusat data GTN sekitar 7 MW.
”Masih di kompleks yang sama, kami akan bangun fasilitas pusat data hyperscale yang baru. Dengan demikian, total kapasitas fasilitas yang akan kami miliki mencapai 90 MW. Kami juga akan mempertimbangkan pembangunannya sejalan dengan tuntutan keberlanjutan lingkungan,” ujarnya.
Indonesia menjadi negara ketiga di Asia Pasifik yang menjadi tujuan investasi EdgeConneX. Kelvin menceritakan, EdgeConneX sebelumnya telah membangun fasilitas pusat data di India dan China.
Dia menambahkan, tren yang sedang terjadi di dunia menunjukkan permintaan terhadap fasilitas pusat data hyperscale meningkat. Perkembangan teknologi akses seluler 5G mendorong aplikasi-aplikasi baru yang membutuhkan komputasi awan agar bisa bekerja lebih cepat.
Perkembangan teknologi akses seluler 5G mendorong aplikasi-aplikasi baru yang membutuhkan komputasi awan agar bisa bekerja lebih cepat.
DOKUMENTASI EDGECONNEX
Managing Director EdgeConneXpenyedia fasilitas pusat data berskala besar atau hyperscale asal Amerika Serikatuntuk Asia Pasifik Kelvin Fong
”Di Indonesia, kami baru mulai. Kami menyasar perusahaan-perusahaan asing dari Amerika Serikat, China, dan lokal yang beroperasi di Indonesia. Aktivitas bisnis digital di negara ini prospektif jangka panjang,” imbuh Kelvin.
Pekan lalu, operator telekomunikasi seluler Indosat Ooredoo Hutchison, PT Aplikanusa Lintasarta, PT Starone Mitra Telekomunikasi, dan BDx Asia Data Center Holdings Pte Ltd (BDx) telah menandatangani perjanjian jual beli saham bersyarat dan perjanjian usaha patungan senilai Rp 3,3 triliun. Kerja sama ini bertujuan untuk mengembangkan fasilitas pusat data hyperscale di Indonesia.
Berdasarkan pernyataan resmi Indosat Ooredoo Hutchison yang diterima Kompas, fasilitas pusat data hyperscale itu akan menargetkan pengguna dari beragam sektor industri, seperti keuangan dan telekomunikasi. Institusi pemerintahan juga tidak luput dari sasaran.
”Permintaan layanan komputasi awal dari Indonesia berkembang pesat sehingga mendorong kebutuhan fasilitas pusat data. Dedikasi kami terhadap keunggulan operasional fasilitas pusat data berkelanjutan tecermin dalam kerja sama ini,” ujar Braham Singh, CEO of BDx, seperti dikutip dari datacenterdynamic.com.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) Alex Budiyanto berpendapat, masih adanya investasi baru fasilitas pusat data menunjukkan pasar ekonomi digital di Indonesia masih menjanjikan. Adanya pembangunan baru juga berarti kapasitas dari fasilitas pusat data yang lama telah terisi.
”Ada kepastian (mendapatkan) pasar ekonomi digital di Indonesia. Amazon Web Services (AWS) mengembangkan sendiri fasilitas pusat datanya di Indonesia, begitu pula dengan Microsoft,” kata Alex.
ALIBABA CLOUD
Foto ilustrasi: penampakan ruang pusat data Alibaba Cloud.
Director of Industrial and Logistics Services Colliers Indonesia Rivan Munansa, saat dihubungi terpisah, menjelaskan, fasilitas pusat data hyperscale biasanya diperuntukkan guna kebutuhan penyedia sendiri atau penyedia bersangkutan telah memiliki pelanggan khusus. Di Indonesia, tidak semua penyedia fasilitas pusat data menggarap pusat data kategori hyperscale, melainkan colocation. Colocation berarti penyedia fasilitas pusat data menawarkan fasilitas rak perangkat teknologi informasi bagi pelanggan di ruang tersendiri ataupun di ruang berbagi.
”Permintaan properti untuk fasilitas baru pusat data masih cukup tinggi. Salah satu pengaruhnya adalah moratorium pembangunan fasilitas pusat data baru yang dilakukan oleh Pemerintah Singapura,” ujarnya.
Meski demikian, dia mengamati, dua tahun terakhir terjadi fenomena investor/perusahaan teknologi gencar mengeksplorasi pasar pusat data di Indonesia, tetapi mereka justru menggarap konsumen yang sama. Hal ini mempengaruhi permintaan lahan properti yang akan dipakai mengembangkan fasilitas pusat data.
Konsultan properti Knight Frank Indonesia melalui laporan Jakarta Property Highlight (Maret 2022) menyebutkan, penjualan lahan industri sampai akhir tahun 2021 naik 22 persen dibandingkan setahun sebelumnya. Pasokan lahan untuk kawasan industri juga meningkat 1,4 persen dari semester I-2021. Country Head Knight Frank Indonesia Willson Kalip mengatakan, di tengah pandemi Covid-19, performa kinerja properti industri stabil. Saat ini, performa semakin membaik. Ini dipengaruhi oleh permintaan dari sektor industri otomotif, bahan kimia, dan pusat data.