Saat Jokowi ”Mengangkasa” bersama Elon Musk, dan Inovasi Bermula dari Roket Kartika....
Presiden Jokowi mengunjungi fasilitas produksi roket SpaceX, berbincang soal teknologi, inovasi, dan mengundang CEO Tesla dan pendiri SpaceX Elon Musk. Langkah panjang mewujudkan teknologi maju pasca-Roket Kartika.

Presiden Joko Widodo meninjau lokasi fasilitas produksi roket SpaceX bersama Elon Musk di pabrik produksi SpaceX, Boca Chica, Amerika Serikat, Sabtu (14/5/2022) waktu setempat.
Suasana serba formal di rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT Khusus ASEAN-AS yang baru saja selesai diikuti Presiden Joko Widodo segera berubah dalam balutan nuansa santai. Bertemu miliarder Elon Musk, Presiden Jokowi melepas jas dan dasi serta memilih atasan kemeja putih panjang. Musk pun tak kalah santai dengan hanya berkaus hitam bergambar astronaut yang mengangkasa dengan latar planet biru.
Seolah bertemu kawan lama, tatapan persahabatan, jabat tangan, hingga tawa lepas disuguhkan oleh Elon yang menyambut kedatangan Presiden Jokowi. ”Senang bertemu dengan Anda. Selamat datang di ’Starbase’,” ujar Elon Musk menyambut Jokowi, Sabtu (14/5/2022) pagi sekitar pukul 10.30 waktu setempat. ”Starbase” tak lain julukan untuk tempat peluncuran fasilitas Space X di Boca Chica, Texas, Amerika Serikat.
Jokowi dan Musk tampak sama-sama menenteng botol minuman selama peninjauan. Kurang lebih selama 1 jam, mereka melihat-lihat dari dekat pabrik yang melahirkan roket-roket angkasa luar. Hingga kini, SpaceX berulang kali menjalani misi ke luar angkasa. Musk juga terus berupaya merealisasikan mimpinya untuk membawa manusia bermukim di Mars.
Baca juga: Setelah Bertemu Presiden, Elon Musk Buka Peluang Kerja Sama dengan RI
Dalam video yang diunggah di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (15/5/2022) malam WIB, Musk terlihat antusias menjelaskan spesifikasi roket angkasa luar tersebut. ”Ini penutup belakang. Penutup depan ada jauh di atas sana. Ini panjangnya 50 meter dan diameternya 9 meter,” jelas Musk.

Presiden Joko Widodo bersama pendiri SpaceX, Elon Musk, meninjau lokasi fasilitas produksi roket SpaceX di Boca Chica, Amerika Serikat, Sabtu (14/5/2022).
Pertemuan bernuansa informal ini pun mengerucut ke upaya mengonkretkan kerja sama. Menjawab undangan Presiden Jokowi untuk datang ke Indonesia, Elon Musk mengatakan berencana datang pada bulan November tahun ini. Dirinya pun berencana menjalin kerja sama dengan Indonesia. ”Mudah-mudahan di Bulan November, terima kasih atas undangannya,” kata Musk.
Baca juga: Kolaborasi di Ekosistem Kendaraan Listrik Makin Gencar
Dalam kesempatan yang sama, Musk mengatakan, dirinya sangat tertarik dengan masa depan Indonesia yang disebutnya berpotensi besar. Terkait hal tersebut, melalui Tesla dan SpaceX, ia pun akan mencoba beberapa kerja sama dengan Indonesia.
”Kita akan melihat dari dekat bentuk kerja sama di banyak hal karena Indonesia memiliki banyak potensi. Apalagi, Indonesia memiliki jumlah populasi dan terus berkembang. Ini bagus karena kita membutuhkan banyak orang di masa depan dan juga (di) Mars. Seperti Anda tahu, Mars tidak punya orang, jadi kita butuh orang,” kata Musk sambil tertawa.
Kita akan melihat dari dekat bentuk kerja sama di banyak hal karena Indonesia memiliki banyak potensi. Apalagi, Indonesia memiliki jumlah populasi dan terus berkembang.

Presiden Joko Widodo meninjau lokasi fasilitas produksi roket Space X bersama Elon Musk di pabrik produksi Space X, Boca Chica, Amerika Serikat, Sabtu (14/5/2022) waktu setempat.
Sebelum berkeliling melihat fasilitas produksi roket SpaceX tersebut, Presiden Jokowi dan Musk sempat berbincang-bincang. ”Tiba di Gedung Stargate SpaceX, Boca Chica, Amerika Serikat, siang tadi, saya langsung bertemu tuan rumah, Elon Musk. Kami berbicara tentang teknologi dan inovasi,” ujar Presiden Jokowi sambil membagikan foto ketika duduk saling berhadapan sembari sama-sama tertawa lepas bersama Elon Musk di unggahan media sosialnya.
Tiba di Gedung Stargate SpaceX, Boca Chica, Amerika Serikat, siang tadi, saya langsung bertemu tuan rumah, Elon Musk. Kami berbicara tentang teknologi dan inovasi.
Pada kunjungan ke Boca Chica tersebut, Jokowi memang mengundang Musk untuk datang ke Indonesia. ”Saya kira, dia sangat tertarik sekali untuk segera datang ke Indonesia dan tadi saya sudah sampaikan untuk bisa datang di Indonesia. Saya rasa ini tidak hanya berkaitan dengan Tesla, tapi tadi juga ditunjukkan mengenai proyek yang mengenai SpaceX. Urusan teknologi saya kira memang Elon super jenius,” ucap Jokowi.
Ekosistem kendaraan listrik
Sebelumnya, dalam pertemuan KTT Khusus ASEAN-AS antara pemimpin negara-negara ASEAN dan Wakil Presiden AS Kamala Harris di Departemen Luar Negeri AS, Washington DC, Jumat (13/5/ 2022), Presiden Jokowi sempat menyinggung ihwal mobil listrik. ”Indonesia juga memiliki potensi besar sebagai hub pengembangan ekosistem kendaraan listrik di kawasan yang akan kita butuhkan 5 tahun ke depan,” kata Jokowi.

Presiden Joko Widodo dan para pemimpin negara ASEAN mendiskusikan isu kesehatan global dan keamanan maritim dalam working lunch dengan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris, Jumat (13/5/2022), di Departemen Luar Negeri AS, Washington DC.
Kepala Negara juga menyebut bahwa ASEAN berkomitmen meningkatkan proporsi energi baru terbarukan dari 14 persen pada 2018 menjadi 23 persen pada 2025. Upaya ini memerlukan investasi dan teknologi setidaknya 367 miliar dollar AS di sektor energi bersih. Di Indonesia, transisi energi 8 tahun ke depan membutuhkan 30 miliar dollar AS.
Baca juga: ASEAN Tetap Menunggu Meski Telah Bertemu AS
Saat dihubungi, Minggu (15/5/2022), ekonom transportasi dan energi dari Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) Alloysius Joko Purwanto menyebut Elon Musk sebagai sosok yang cukup relevan untuk diajak bicara terkait rencana Presiden Jokowi menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen utama komponen mobil listrik. Rencana ini sejalan dengan peta jalan transisi energi Indonesia untuk elektrifikasi sektor transportasi demi meredam laju emisi gas rumah kaca.
”Elon cukup signifikan (kaitannya) dengan teknologi baterai dan mobil listrik, (dia) memang salah satu yang cukup berperan dalam pengembangan logistik di dunia. Tapi, yang harus diingat, teknologi terkait Tesla merupakan niche market tersendiri, bukan mobil listrik yang murah meriah, (tapi) segmen teratas yang harganya tinggi,” ujar Alloysius Joko.
Jika Indonesia bekerja sama dengan Elon, teknologi yang dikembangkan bakal tidak hanya untuk pasar domestik, tetapi juga pasar internasional. ”Mungkin Indonesia akan berperan dalam pengembangan baterai Tesla atau pengembangan mobil Tesla, tapi pastikan bahwa juga untuk pasar internasional. Mobil Tesla bukan (mobil) yang murah. (Mobil) yang murah, yang populer, dari pabrik China,” katanya.

Tesla Model 3, model dengan harga paling terjangkau dari seluruh mobil listrik buatan Tesla saat ini.
Di sisi lain, Indonesia perlu mengatasi persoalan yang masih menjadi ’sisi gelap’ kendaraan listrik seperti energi fosil, risiko limbah baterai listrik, perolehan bahan baku, dan transisi energi yang berkeadilan. ”Ekosistem yang dibentuk ini harus memperbincangkan juga masalah dampak lingkungan dan masalah sirkular ekonomi terkait dengan manajemen dari waste baterainya dan juga dampak penambangan nikel untuk baterainya,” kata Alloysius.
Ekosistem yang dibentuk ini harus memperbincangkan juga masalah dampak lingkungan dan masalah sirkular ekonomi terkait dengan manajemen dari waste baterainya dan juga dampak penambangan nikel untuk baterainya.
Dari segi bahan baku, Indonesia memang memiliki cadangan yang cukup berlimpah. Namun, transfer teknologi juga bukan perkara mudah dan ini tentu membutuhkan negosiasi saling menguntungkan. ”Mereka memerlukan bahan, kita yang memerlukan teknologi untuk mining dan untuk mengolahnya. Kita enggak punya teknologi pengolahnya untuk jadi baterai,” tambahnya.
Baca juga: Ekosistem Industri Mobil Listrik Perlu Terus Diperkuat
Salah satu kritik yang kerap muncul adalah Indonesia masih bergantung pada batubara untuk menopang sistem kelistrikannya. Komponen mobil listrik seperti baterai juga masih dipasok dari pertambangan yang memicu persoalan lingkungan. Saat ini, energi yang dihasilkan di pembangkit listrik Indonesia berasal dari batubara (56 persen), gas alam (25 persen), minyak bumi (8 persen), dan energi terbarukan (11 persen).

Para aktivis pemerhati lingkungan menggelar aksi damai menyerukan kedaruratan iklim dalam gerakan Global Climate Strike di kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (25/3/2022). Dalam aksinya, mereka antara lain mendesak pemerintah untuk secara serius melakukan transisi dari energi kotor ke energi bersih. Aksi ini dilakukan secara serentak oleh para aktivis di beberapa kota di Indonsia.
Langkah panjang lewat Roket Kartika
Upaya Indonesia mengembangkan teknologi di sejumlah bidang telah berlangsung lama. Kilas balik ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia ini dapat kita simak, antara lain, dari video yang ditayangkan akun instagram resmi Badan Riset Inovasi Nasional Republik Indonesia pada 11 Agustus 2021.
Sejarah riset dan ilmu pengetahuan RI dimulai sejak 1948, yaitu sejak kelahiran Organisatie Voor Natuurwetenschappelijk Onderzoek atau Organisasi Penyelidikan Ilmu Pengetahuan Alam (OPIPA). Sejak saat itu, beberapa lembaga terkait riset pun lahir, seperti Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI). Lembaga ini lahir atas permintaan Presiden Soekarno kepada Sarwono Prawirohardjo yang kemudian menjabat sebagai Ketua MIPI.
Baca juga: Evaluasi Kelembagaan dan Kepemimpinan BRIN
Tatkala teknologi atom atau nuklir mulai populer, Pemerintah Indonesia pun berusaha mengembangkannya untuk tujuan damai serta kesejahteraan masyarakat, yakni dengan membentuk Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom. Lembaga ini kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (Batan).
Sementara itu, pengembangan teknologi kedirgantaraan nasional dimulai dengan dibentuknya Panitia Austronautika. Laman Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) menyebutkan bahwa Panitia Austronautika ini dibentuk tanggal 31 Mei 1962 oleh Menteri Pertama RI Ir Juanda selaku Ketua Dewan Penerbangan RI dan RJ Salatun selaku Sekretaris Dewan Penerbangan RI. Keberhasilan proyek roket yang melibatkan perguruan tinggi dan militer ini kemudian dilanjutkan dengan membentuk Lapan.
Untuk pertama kali, Pemerintah RI telah berhasil meluncurkan Roket Kartika-I dari Pantai Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat, pada 14 Agustus 1964. Roket tersebut bagian dari percobaan ilmiah pertama dalam teknologi luar angkasa. Hasil para ilmuwan Indonesia saat itu sungguh mengagumkan. Roket Kartika-I yang diluncurkan juga dilengkapi sistem telemetri yang bisa menerima sinyal satelit. Di situlah alat telemetri ini berhasil menangkap dan merekam sinyal dari satelit cuaca ”Tiros” yang dimiliki oleh NASA. Pada waktu itu, sistem telemetri ini dikembangkan oleh Laboratorium Elektronika ITB bersama Depot Elektronika Angkatan Udara RI.

Purwarupa pertama pesawat N-219 yang dikembangkan Lapan dan PT Dirgantara Indonesia (DI).
Terkait komitmen terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Presiden Soekarno, di sekitar dekade tahun 1960-an, pun telah peduli terhadap keterbatasan jumlah ilmuwan pada berbagai bidang teknologi. Alhasil, melalui program beasiswa ikatan dinas, pemerintahan Presiden Soekarno kala itu mengirim ribuan pelajar melanjutkan studi di sejumlah negara.
Adapun di belahan bumi lain, Presiden ke-35 Amerika Serikat John Fitzgerald Kennedy (1961-1963) saat itu pun melontarkan visi agar sebelum tahun 1970 Amerika dapat mendaratkan orangnya di Bulan. Sebuah cita-cita yang tak lepas dari persaingan era Perang Dingin, terlebih ketika Uni Sovyet saat itu mampu mengirimkan kosmonaut Yuri Gagarin dalam pesawat antariksa ke luar angkasa dan mengorbit Bumi pada 12 April 1961.
Visi Presiden Kennedy itu pun berbuah. AS dengan misi Apollo 11 berhasil mendaratkan astronaut Neil Amstrong dan Edwin Aldrin di Bulan pada 20 Juli 1969. Dan, Neil Amstrong, manusia pertama yang berhasil menapakkan kaki di Bulan, pun menuturkan sebaris kalimat legendaris, ”Satu langkah kecil bagi seorang manusia, lompatan besar bagi umat manusia.”

Antariksawan NASA, Edwin Aldrin, berjalan di Bulan. Anggota misi Apollo 11 itu jadi manusia kedua yang mendarat di Bulan pada 20 Juli 1969 setelah Neil Armstrong.
Pada beberapa kesempatan, Presiden Jokowi menuturkan agar Indonesia menjadi pemain penting dalam rantai pasok global di industri mobil listrik. Apalagi, negeri ini memiliki sumber daya mineral besar untuk mendukung pengembangan mobil listrik.
Baca juga: Presiden Jokowi: 2 Juta Kendaraan Listrik Digunakan Masyarakat di 2025
Seperti diketahui, Indonesia memiliki nikel dan kobalt sebagai material penting untuk baterai litium. Demikian pula bauksit yang dapat diolah menjadi aluminium dan kemudian dapat dimanfaatkan untuk kerangka mobil listrik. Pun halnya tembaga yang dibutuhkan untuk baterai dan sistem kabel-kabel di mobil listrik.
Keinginan Indonesia menjadi pemain penting di industri mobil listrik dan di bidang lain tentu sebuah cita-cita yang membutuhkan tahapan langkah yang terstruktur untuk menggapainya. Kunjungan Presiden Jokowi ke fasilitas produksi roket SpaceX, diskusi tentang teknologi dan inovasi, serta undangannya bagi Elon Musk untuk datang ke Indonesia kiranya menjadi bagian dari langkah tersebut.