Pemulihan Ekonomi Daerah Penghasil Komoditas Ekspor Lebih Cepat
Perekonomian mayoritas daerah penghasil komoditas ekspor akan pulih cepat ditopang harga komoditas global yang masih tinggi. Mobilitas dan belanja masyarakat pada Ramadhan-Lebaran 2022 akan semakin mempercepat pemulihan.
Oleh
Hendriyo Widi
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemulihan ekonomi mayoritas daerah penghasil komoditas ekspor di sektor perkebunan dan pertambangan lebih cepat daripada daerah-daerah yang bergantung pada pariwisata. Kendati begitu, inflasi di daerah-daerah tersebut perlu dikendalikan guna menjaga daya beli dan mengakselerasi pemulihan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi nasional pada triwulan I-2022 tumbuh 5,01 persen secara tahunan. Tiga motor utama penggerak pertumbuhan itu adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 4,43 persen, investasi 4,09 persen, dan ekspor 16,22 persen.
Vice President for Industry and Regional Research Office of Enonomist Group PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani, Selasa (10/2/2022), mengatakan, ekspor yang tumbuh kuat itu tidak lepas dari kenaikan harga sejumlah komoditas global. Komoditas tersebut antara lain minyak mentah, minyak kelapa sawit mentah (CPO), batubara, timah, tembaga, dan nikel.
”Hal itu semakin memperkuat dan mempercepat pemulihan ekonomi daerah-daerah penghasil komoditas-komoditas itu. Konsumsi rumah tangga di daerah-daerah tersebut juga tumbuh signifikan lantaran kenaikan harga komoditas-komoditas itu memberikan efek berganda bagi para pelaku ekonomi,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta.
Konsumsi rumah tangga di daerah-daerah tersebut juga tumbuh signifikan lantaran kenaikan harga komoditas-komoditas itu memberikan efek berganda bagi para pelaku ekonomi.
BPS mencatat, produk domestik bruto regional (PDRB) sejumlah daerah sentra kelapa sawit di Sumatera pada triwulan I-2022 tumbuh kuat dan di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Provinsi Riau dan Jambi, misalnya, pertumbuhan PDRB-nya masing-masing 4,72 persen dan 4,64 persen. Adapun konsumsi rumah tangga Riau tumbuh 5,01 persen dan Jambi 5,71 persen.
Perekonomian daerah penghasil nikel di Sulawesi dan Maluku juga tumbuh signifikan. Pertumbuhan PDRB Sulawesi Tengah dan Maluku Utara pada triwulan I-2022 masing-masing 10,49 persen dan 29,63 persen. Konsumsi rumah tangga Sulawesi Tengah tumbuh 3,84 persen dan 7,57 persen.
Begitu juga dengan daerah-daerah penghasil batubara di Sumatera dan Kalimantan, serta daerah penghasil tembaga di Papua. Sumatera Selatan, misalnya, PDRB-nya tumbuh 5,15 persen dan konsumsi rumah tangga 6,19 persen. Adapun Papua pertumbuhan PDRB-nya sebesar 13,33 persen dan konsumsi rumah tangga 5,71 persen.
Dendi yakin perekonomian daerah-daerah penghasil komoditas itu akan pulih cepat lantaran tertopang harga komoditas global yang hingga kini masih tinggi. Mobilitas dan belanja masyarakat selama masa Ramadhan-Lebaran 2022 juga akan semakin mempercepat pemulihan itu.
”Belanja masyarakat selama masa Ramadhan-Lebaran di daerah-daerah tersebut meningkat drastis. Bahkan, mulai ada pergeseran belanja dari yang semula didominasi barang-barang kebutuhan primer ke barang-barang kebutuhan sekunder,” kata Dendi.
Berdasarkan data Mandiri Institute per 1 Mei 2022, indeks belanja pada masa Ramadhan 2022 di Sumatera sebesar 178,9, Kalimantan 199,6, Sulawesi 1,59,8, serta Maluku dan Papua 145,5. Indeks belanja pada masa Ramadhan 2022 itu tumbuh sangat signifikan dibandingkan masa Ramadhan 2021. Pertumbuhan indeks belanja di Sumatera sebesar 28,7 persen, Kalimantan 35,4 persen, Sulawesi 27,7 persen, serta Maluku dan Papua 35,2 persen.
Sementara daerah-daerah yang perekonomiannya berbasis wisata, lanjut Dendi, pertumbuhannya tidak akan secepat daerah-daerah penghasil komoditas. Bali, misalnya, pertumbuhan PDRB dan konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2022 masing-masing 1,46 persen dan 2,51 persen.
Kendati begitu, perekenomian Bali pada tahun ini akan berangsur pulih lantaran ditopang oleh pelonggaran pembatasan mobilitas pada libur Lebaran, libur tahun ajaran baru, dan adanya acara internasional, seperti G20.
Indeks belanja pada masa Ramadhan 2022 di Bali dan Nusa Tenggara mulai naik kendati masih di bawah 100 atau ambang batas indeks. Indeks belanja Ramadhan 2022 kedua wilayah kepulauan itu sebesar 72,9 atau tumbuh 50,3 persen dibandingkan dengan indeks belanja Ramadhan 2021.
Meskipun pemulihan ekonomi daerah mulai menguat, inflasi akibat kenaikan harga sejumlah komoditas pangan dan energi tetap berpotensi menggerus daya beli. Pemerintah pusat dan daerah dan pemangku kepentingan terkait lainnya diharapkan dapat mengendalikan inflasi tersebut.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2022 yang sebesar 5,01 persen itu mengindikasikan ekonomi Indonesia sudah mulai menuju normal. Hampir semua sektor lapangan usaha di berbagai daerah di Indonesia tumbuh positif, termasuk industri pengolahan atau manufaktur.
Pelonggaran pembatasan mobilitas masyarakat pada libur Lebaran turut menggerakkan ekonomi setiap daerah. Permintaan dan belanja konsumen meningkat sehingga industri semakin menggeliat, terutama ritel.
Pergerakan ekonomi semasa Ramadhan dan Lebaran ini akan mengungkit pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2022. Akan tetapi, daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah bawah, perlu diperhatikan mengingat kenaikan harga pangan dan energi tidak dapat dihindari.
”Hingga kini, kapasitas dan kemampuan daya beli kelas menengah atas cukup bagus, sedangkan kelas menengah memiliki daya tahan yang cukup. Tinggal bagaimana kembali memperkuat daya beli masyarakat kelas bawah yang pengeluarannya juga cukup besar pada masa Ramadhan-Lebaran,” kata Adhi.
Kemampuan daya beli kelas menengah atas cukup bagus, sedangkan kelas menengah memiliki daya tahan yang cukup. Tinggal bagaimana kembali memperkuat daya beli masyarakat kelas bawah yang pengeluarannya juga cukup besar pada masa Ramadhan-Lebaran.
Dendi juga berpendapat senada. Selain pengendalian pandemi pascalibur Lebaran, inflasi pangan dan energi bakal menjadi tantangan besar pada tahun ini. Masyarakat kelas menengah bawah akan lebih terdampak kenaikan inflasi. Pengendalian inflasi, perlindungan sosial, serta penyediaan lapangan kerja padat karya perlu terus dilakukan secara berkelanjutan.
Selain pengendalian pandemi pascalibur Lebaran, inflasi pangan dan energi bakal menjadi tantangan besar pada tahun ini.
BPS mencatat, tingkat inflasi pada April 2022 sebesar 0,95 persen secara bulanan atau tertinggi sejak Januari 2017. Adapun tingkat inflasi tahunan sebesar 3,47 persen atau sudah berada di kisaran target inflasi pemerintah dan Bank Indonesia yang sebesar 3-4 persen.
Komoditas penyumbang inflasi terbesar pada April 2022 adalah minyak goreng yang andilnya sebesar 0,19 persen, pertamax 0,16 persen, dan avtur yang berpengaruh pada kenaikan harga tiket pesawat 0,08 persen. Inflasi tersebut tidak lepas dari imbas kenaikan harga minyak mentah dan CPO global.