Gejala Klinis Penyakit Mulut dan Kuku pada Sapi Ditemukan di Aceh
Gejala klinis ternak sapi terpapar penyakit mulut dan kuku ditemukan di Aceh. Meski masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium, pemerintah diharapkan bergerak cepat untuk mencegah penyebarannya.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Gejala penyakit mulut dan kuku pada ternak secara klinis ditemukan pada sapi di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Tamiang. Pemeriksaan sampel tengah dilakukan di laboratorium untuk memastikannya gejala itu benar penyakit mulut dan kuku. Sembari menunggu hasil, upaya pencegahan penyebaran virus itu telah dilakukan agar tidak semakin meluas.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Aceh Besar, Firdaus, yang dihubungi pada Senin (9/5/2022), menuturkan, kasus pertama sapi diduga terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK) ditemukan pada 6 Mei 2022 di Kecamatan Lhoknga. Sapi tersebut milik warga. Selang beberapa hari dua sapi lain yang berada di kandang yang sama menunjukkan gejala serupa.
”Ada tiga sapi yang menunjukkan gejala PMK. Setelah dirawat intensif, sapi-sapi itu mulai membaik, tetapi belum pulih sepenuhnya,” kata Firdaus.
Untuk menghindari penyebaran lebih luas, sapi tersebut dikarantina. Di samping itu, petugas menelusuri kemungkinan adanya sapi lain yang diduga terpapar, tetapi hingga kini belum ditemukan.
Petugas kesehatan hewan di Aceh Besar juga mendalami sumber pertama sapi itu terpapar PMK. Selama ini sapi tersebut dilepasliarkan ke padang gembala di satu kawasan tertentu. ”Kami belum menemukan dari mana sumber pertama (terpapar) karena ini sapi lokal,” ujar Firdaus.
Untuk mencegah penyebaran, sosialisasi kepada peternak di tingkat desa diperkuat. Sosialisasi juga dilakukan di pasar hewan. Peternak diminta untuk segera melapor ke petugas jika menemukan sapi terpapar penyakit itu.
Petugas mengawasi dengan ketat distribusi sapi di rumah potong. Setiap sapi yang masuk diperiksa kesehatannya agar tidak ada yang terindikasi terpapar PMK.
Kepala Dinas Peternakan Aceh Rahmandi menuturkan, kasus yang dilaporkan di Aceh Besar dan Aceh Tamiang belum terkonfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium. Menurut Rahmandi, untuk menyimpulkan ada tidaknya kasus harus melalui pemeriksaan laboratorium.
”Saat ini yang ada gejala klinis. Jadi, belum bisa saya simpulkan itu positif,” kata Rahmandi.
Meski demikian, upaya mencegah penyebaran tetap dilakukan. Distribusi ternak dari Sumatera Utara atau provinsi lain diperiksa dengan ketat. Dia meminta petugas peternakan di seluruh Aceh melakukan sosialisasi dan pengawasan lebih masif ke tingkat peternak.
PMK merupakan jenis penyakit yang menyerang mulut dan kuku. Ternak yang terpapar virus Aphthovirus itu mengalami lepuh pada bagian mulut dan kaki. Nafsu makan menurun sehingga menyebabkan sapi kekurangan gizi. Dampak terburuknya dapat memicu kematian sapi.
Virus PMK dapat menular kepada ternak. Penularan terjadi melalui sentuhan sesama ternak yang telah terpapar. Virus ini tidak menular kepada manusia.
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Reza Ferazi mengatakan, pemerintah masih punya waktu untuk mencegah penyebaran. Jika sudah meluas, pencegahan akan sukar dilakukan.
Sosialisasi harus diperkuat dan pemeriksaan kesehatan ternak di tingkat tapak harus masif. Dia khawatir ada peternak yang tidak tahu tentang penyakit ini sehingga tidak segera melapor dan justru membiarkan sapi berkeliaran. Jika ini terjadi, dampaknya akan parah sebab berpotensi menyebar dengan cepat.
Di sisi lain, dikhawatirkan, saat ada sapi yang terkena penyakit, peternak akan menjualnya dengan harga murah atau disembelih. Kondisi ini dapat mengganggu keadaan pasar ternak.
Saya mendengar jika terkena virus sulit diselamatkan. Mudah-mudahan vaksinasi cepat dilakukan. (Hasrul Muthalib)
Meski disebut tidak dapat menular kepada manusia, Reza mengimbau peternak untuk tidak menyembelih ternak yang sedang sakit. ”Lebih baik dirawat sampai sembuh, jika akhirnya tidak tertolong, harus direlakan daripada dikonsumsi,” kata Reza.
Reza mengatakan, pengawasan distribusi ternak antarkabupaten harus diawasi dengan ketat. Menjelang tradisi meugang, sebelum Idul Adha, distribusi ternak antarkabupaten di Aceh cukup masif sehingga potensi penyebaran PMK juga besar.
Informasi ditemukan PMK di Aceh membuat peternak khawatir. Mereka berharap ada upaya cepat dari pemerintah untuk mencegah penyebaran.
Seorang peternak di Aceh Besar, Hasrul Muthalib, menuturkan, sejauh ini sapi miliknya belum ada yang terpapar. Akan tetapi, dia tetap khawatir dengan ditemukannya kasus di Aceh Besar.
”Saya mendengar jika terkena virus sulit diselamatkan. Mudah-mudahan vaksinasi cepat dilakukan,” kata Hasrul.
Aceh Besar merupakan daerah penghasil ternak sapi terbesar di Aceh. Jumlah populasi sapi di Aceh sekitar 78.000 ekor. Sektor peternakan menjadi sektor unggulan Pemkab Aceh Besar dengan kontribusi pendapatan Rp 275 juta hingga Rp 500 juta per tahun.