Antisipasi Penyakit Mulut dan Kuku, Lalu Lintas Ternak di Kalsel Diawasi Ketat
Kalimantan Selatan meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman wabah penyakit mulut dan kuku menyusul temuan kasusnya di Jawa Timur. Sebagai antisipasi, lalu lintas ternak dari luar daerah ataupun luar pulau diawasi ketat.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman wabah penyakit mulut dan kuku atau PMK yang dapat menyerang ternak ruminansia menyusul temuan kasus PMK di Jawa Timur baru-baru ini. Untuk mengantisipasi wabah penyakit tersebut, lalu lintas ternak dari luar daerah ataupun luar pulau diawasi ketat.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalsel Suparmi mengatakan, temuan kasus PMK di Jatim menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi Kalsel. Kewaspadaan ditingkatkan karena penyakit hewan menular akut tersebut menyerang ternak sapi, kerbau, kambing, domba, kuda, dan babi dengan tingkat penularan 90-100 persen serta kerugian ekonomi sangat tinggi.
”Bapak Gubernur (Sahbirin Noor) meminta kami untuk terus meningkatkan pengawasan lalu lintas ternak di pos pemeriksaan atau check point, terutama di daerah perbatasan dengan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur,” kata Suparmi lewat pernyataan tertulis di Banjarmasin, Senin (9/5/2022).
Pada minggu pertama Mei 2022, Dinas Peternakan Provinsi Jatim melaporkan adanya wabah penyakit menular yang telah menyerang 1.247 sapi di Kabupaten Gresik, Lamongan, Sidoarjo, dan Mojokerto. Dari hasil uji sampel, hewan ternak tersebut terkonfirmasi positif PMK.
Menyikapi hal itu, Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalsel langsung berkoordinasi dengan dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan di setiap kabupaten/kota untuk meningkatkan biosekuriti di wilayah masing-masing. Semua daerah diminta menggerakkan serta menyiagakan petugas investigasi wabah, dokter hewan, dan paramedis hewan untuk melaksanakan deteksi dini dan pelaporan cepat melalui sistem informasi kesehatan hewan nasional terpadu (iSIKHNAS).
”Sesuai arahan Gubernur, kami juga melakukan pembatasan pertimbangan teknis dan rekomendasi masuknya hewan dan produk hewan dari Jawa Timur yang dilalulintaskan ke wilayah Kalimantan Selatan,” ujarnya.
Menurut Suparmi, berbagai upaya pencegahan tersebut dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang merata di bidang peternakan. Para peternak, pelaku usaha ternak, pelaku usaha di bidang pengolahan daging, dan petugas kesehatan hewan sudah diimbau untuk waspada dan turut melakukan pencegahan dini terhadap penyebaran penyakit menular hewan ternak.
Penyakit pada ternak ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang besar akibat tingkat penyebaran yang tinggi, penurunan produksi dan kualitas produk, serta menghambat perdagangan hewan dan produknya, (Suparmi)
”PMK memang tidak bersifat zoonosis atau menular ke manusia. Namun, penyakit pada ternak ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang besar akibat tingkat penyebaran yang tinggi, penurunan produksi dan kualitas produk, serta menghambat perdagangan hewan dan produknya,” tuturnya.
Waspada
Hewan ternak yang terinfeksi virus PMK, antara lain, mengalami demam tinggi (39-41 derajat celsius); pembentukan lepuh luka di mulut, lidah, gusi, hidung, puting, dan di kulit sekitar kuku; keluar lendir berlebihan dari mulut dan berbusa; tidak mau makan; serta pincang. Virus PMK dapat menular melalui kontak langsung, aerosol, lalu lintas hewan, produk hewan, serta benda dan orang yang terkontaminasi virus.
”Indonesia telah dinyatakan sebagai negara bebas PMK pada 1986, yang kemudian diakui oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada 1990. Namun, dengan ditemukannya kasus PMK di Jawa Timur, semua sektor kesehatan hewan harus mewaspadai penyakit ini,” kata Suparmi.
Madan (24), pekerja yang merawat sapi di Rumah Potong Hewan (RPH) Banjarmasin, memastikan belum ada sapi di RPH Banjarmasin yang mengalami gejala klinis PMK. ”Beberapa hari ini, orang berdinas dan dokter hewan kerap datang mengontrol sapi yang ada di sini dan memastikan belum ada yang terkena penyakit itu,” katanya.
Menurut Madan, sapi yang masuk ke kandang di RPH Banjarmasin didatangkan dari sejumlah daerah, terutama dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Pulau Sulawesi. Selain itu, ada juga yang didatangkan dari Tanah Laut, Kalsel.
Aji (25), pekerja lainnya di RPH Banjarmasin, menyebutkan, kebanyakan sapi yang masuk ke RPH Banjarmasin didatangkan dari luar daerah karena peternak di Kalsel masih belum mampu memenuhi permintaan daging sapi. ”Namun, sejak ada wabah PMK di Jawa Timur, tidak ada kedatangan sapi dari Jawa Timur. Terakhir, sapi yang datang dari NTT dan Tanah Laut,” ujarnya.