Wabah Penyakit Mulut dan Kuku Menyerang 1.247 Ternak di Jawa Timur

Wabah penyakit mulut dan kuku pada ternak menyerang Jawa Timur yang memperlihatkan kelemahan pengawasan lalu lintas ternak. PMK amat menular dan berdampak tinggi dalam kerugian ekonomi.

KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA

Guna memenuhi kebutuhan daging pada hari Lebaran, Nusa Tenggara Timur mengirim 1.650 ekor ternak. Jumlah 1.650 ekor ternak ini diangkut dengan kapal ternak, Cemara Nusantara 1-3, milik pemerintah. Biaya pengangkutan ternak ini sekitar Rp 1 juta per ekor ternak.

SURABAYA, KOMPAS — Jawa Timur terserang wabah penyakit hewan. Sebanyak 1.247 sapi di Gresik, Lamongan, Sidoarjo, dan Mojokerto terkena penyakit mulut dan kuku. Lalu lintas hewan harus kembali diawasi agar wabah tak mengancam ketersediaan daging yang menjadi bahan pangan penting.

Adanya wabah diketahui dari laporan Kepala Dinas Peternakan Jatim Indyah Aryani kepada Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Kamis (5/5/2022). Laporan tentang kejadian penyakit menular akut pada ternak di Jatim.

Dalam laporan, Indyah menyebutkan kasus pertama penyakit mulut dan kuku (PMK) terjadi di Gresik pada 28 April 2022 yang menyerang 402 sapi potong di 22 desa dalam 5 kecamatan.

Selanjutnya, 1 Mei 2022 laporan PMK dari Lamongan dan Sidoarjo. Di Lamongan, PMK menyerang 102 sapi potong di 6 desa dalam 3 kecamatan. Di Sidoarjo, PMK menyerang 595 sapi potong, sapi perah, dan kerbau di 14 desa dalam 11 kecamatan.

Laporan ketiga terjadi pada 3 Mei 2022 di Mojokerto. PMK menyerang 148 sapi potong di 19 desa dalam 9 kecamatan.

Baca juga: Sumut Masih Daerah Wabah ASF, Peternak Diminta Tidak Masukkan Ternak Baru

KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH

Suasana pekan ternak di Pasar Sibreh, Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Rabu (7/9). Pekan ternak merupakan kebudayan kumpul para peternak ataupun pedagang hewan ternak di Aceh untuk menjajakan hewan ternak terbaiknya kepada konsumen/pembeli, seperti sapi, kerbau, dan kambing. Pekan ternak dilakukan sekali dalam seminggu. Biasanya, pekan ternak kian ramai seminggu sebelum hari besar Islam, seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Uniknya, tak hanya untuk niaga, pekan ternak pun menjadi wadah transfer ilmu tentang peternakan antara pedagang dan pedagang, akademisi dan pedagang, serta pemerintah dan pedagang.

Indyah melanjutkan, dinas telah berkoordinasi dengan Balai Besar Veteriner dan Pusat Veterinaria Farma untuk pengambilan sampel guna peneguhan diagnosa penyakit. Selain itu, koordinasi dengan tim kesehatan kabupaten/kota untuk pengobatan simtomatis pada ternak yang sakit dan mencegah penyebaran dan potensi beli panik.

Saya heran mengapa ternak, terutama domba, misalnya dari Malaysia yang belum bebas PMK, bisa masuk dan terdistribusi sampai Wonosobo (Jateng) dan Malang (Jatim) sehingga meningkatkan risiko wabah dan terbukti. (Muhammad Munawaroh)

”Menempuh surveilans epidemiologi untuk menentukan luasan sebaran penyakit dan menentukan jumlah ternak terancam,” katanya. Telah dibuat dan dikirimkan surat edaran kewaspadaan potensi wabah PMK ternak ke seluruh kabupaten/kota.

Menurut Indyah, penanggulangan dan pemberantasan PMK dengan pembatasan lalu lintas ternak dari dan ke daerah wabah. Di empat daerah itu terpaksa ada penutupan sementara pasar hewan. Juga ditempuh pemusnahan terbatas pada ternak terinfeksi sesuai dengan ketersediaan anggaran. Menyiapkan vaksinasi terhadap semua ternak sehat di daerah terancam dengan cakupan minimal 70 persen.

Baca juga: Antisipasi Wabah ”Lumpy Skin Disease” di Indonesia

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Sales promotion girl (SPG) mengecek sapi yang akan dijual di kandang sapi kurban di Jalan Kedung Baruk, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (23/7/2020). Pemilik usaha, Setiawan Basuki, mengungkapkan bahwa pada tahun ini sengaja menghadirkan SPG untuk membantu pejualan sapi kurban dan menghadirkan suasana yang berbeda. Sapi-sapi di tempat tersebut dijual Rp 17 juta hingga Rp 60 juta.

Pengawasan

Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Muhammad Munawaroh menyayangkan kembali terjadi wabah PMK. ”Indonesia sudah sejak 1990 diakui bebas PMK oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia. Wabah yang kembali terjadi erat terkait dengan lemahnya pengawasan lalu lintas ternak, terutama dari negara-negara yang belum bebas PMK,” katanya.

Pengawasan lemah, lanjut Munawaroh, salah satunya karena berbagai tugas tambahan kepada karantina pada Kementerian Pertanian. Seharusnya, karantina lebih fokus pada tugas pengawasan lalu lintas ternak antardaerah.

”Saya heran mengapa ternak, terutama domba, misalnya dari Malaysia yang belum bebas PMK, bisa masuk dan terdistribusi sampai Wonosobo (Jateng) dan Malang (Jatim) sehingga meningkatkan risiko wabah dan terbukti,” ujarnya.

Munawaroh mengatakan, langkah strategis yang perlu dilakukan ialah penyelidikan epidemiologi, vaksinasi, pemusnahan ternak yang sakit, dan peningkatan pengawasan lalu lintas ternak. Jika wabah meluas ke kabupaten/kota lainnya di Jatim, salah satu lumbung daging nasional, akan mengancam ketahanan pangan, terutama protein hewani. ”Yang paling dekat, nanti saat Idul Adha susah daging,” katanya.

Munawaroh menyarankan adanya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 sebagai perubahan atas UU No 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Regulasi itu perlu dipisah. Indonesia perlu UU khusus kesehatan hewan yang mencakup antisipasi terhadap wabah bahkan bioterorisme.

Baca juga: Kepri Waspadai Ancaman Virus Nipah di Peternakan Babi Terbesar

”PMK itu amat menular dan menimbulkan dampak ekonomi tinggi,” kata Isa. Pengawasan lalu lintas ternak harus ditingkatkan dan negara harus tegas untuk menghentikan pasokan ternak dari luar negeri. Peran karantina harus dikembalikan untuk memastikan lalu lintas ternak berjalan dengan baik.