Penyakit Mulut dan Kuku Jangkiti Ternak di Jatim, Kementan Terjunkan Tim
Kepala Dinas Peternakan Jatim Indyah Aryani kepada Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Kamis (5/5/2022), melaporkan wabah PMK. Sebanyak 1.247 ekor ternak di Gresik, Lamongan, Sidoarjo, dan Mojokerto, terjangkit PMK.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 1.247 ekor sapi di Kabupaten Gresik, Lamongan, Sidoarjo, dan Mojokerto di Jawa Timur dilaporkan terjangkit wabah penyakit mulut dan kuku. Kementerian Pertanian telah menerjunkan tim untuk menginvestigasi kejadian ini. Penanganan serius dan segera mendesak dilakukan karena hal wabah ini bisa berdampak pada ketahanan pangan.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian Nasrullah, Jumat (6/5/2022), mengatakan, pihaknya sudah merespons kejadian itu. ”Tim kami lagi di lapangan untuk investigasi dan lagi dianalisis di laboratorium sampel-sampel yang diduga terinfeksi,” ujarnya lewat pesan singkat.
Ia tak merinci upaya serta investigasi yang dimaksud. Nasrullah meminta waktu agar informasi yang dikumpulkan oleh Kementan bisa lebih lengkap. ”Biarkan tim kami kerja dulu di lapangan, biar nanti informasinya komprehensif,” katanya.
Sebelumnya, wabah diketahui dari laporan Kepala Dinas Peternakan Jatim Indyah Aryani kepada Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Kamis (5/5/2022). Laporan tersebut tentang kejadian penyakit menular akut pada ternak di Jatim.
Disebutkan, pada 28 April 2022 penyakit mulut dan kuku (PMK) menyerang 402 sapi potong di 22 desa dalam lima kecamatan di Gresik. Lalu pada 1 Mei 2022, PMK wabah menyerang 102 sapi potong di enam desa dalam tiga kecamatan di Lamongan serta 595 sapi potong, sapi perah, dan kerbau di 14 desa dalam 11 kecamatan di Sidoarjo. Adapun pada 3 Mei 2022, dilaporkan PMK menyerang 148 sapi potong di 19 desa dalam sembilan kecamatan di Mojokerto.
Dinas Peternakan Jatim sendiri telah berkoordinasi dengan Balai Besar Veteriner dan Pusat Veterinaria Farma untuk pengambilan sampel guna peneguhan diagnosa penyakit. Juga dilakukan pengobatan simtomatis pada ternak yang sakit dan mencegah penyebaran dan potensi penjualan panik (panic selling) (Kompas.id, Jumat 6/5/2022).
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, pada 2020, Jawa Timur merupakan provinsi dengan populasi sapi potong terbanyak, yakni 4,82 juta ekor. Disusul Jawa Tengah dengan 1,8 juta ekor, Sulawesi Selatan 1,43 juta ekor, Nusa Tenggara Barat (NTB) 1,28 juta ekor, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) 1,19 juta ekor.
Perkuat koordinasi
Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Ali Usman mengatakan, pemerintah harus melakukan langkah cepat, termasuk dalam koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Jangan sampai wabah tersebut meluas ke daerah-daerah lain ataupun provinsi lain. Apalagi Jatim merupakan provinsi dengan populasi sapi potong terbanyak.
Penjualan panik juga harus diantisipasi. Selain dikhawatirkan memperluas penyebaran PMK, harga sapi hidup pun berpotensi anjlok hingga lebih dari 50 persen. ”Peternak pun akan merugi, sedangkan mereka harus memenuhi kebutuhan seperti membiayai sekolah anak-anaknya. Di sisi konsumen, perlu diantisipasi dengan pemahaman kepada masyarakat. Sebab, nanti warga jadi enggan membeli daging sapi,” kata Ali.
Pemerintah, imbuh Ali, juga harus melakukan penelusuran dan pengecekan terkait dari mana awal mula penularan penyakit tersebut, termasuk apakah ada kelemahan dalam transaksi antarnegara. Di samping itu, program pencegahan berupa vaksinasi pada ternak-ternak lainnya juga mesti digencarkan.
Pengaruhnya bukan hanya gejolak atau masalah harga di dalam negeri. Namun, juga berkait dengan isu ketahanan pangan yang tantangannya harus dijawab.
Apabila kondisi pada ternak maupun situasi wabah PMK ini semakin memburuk, stamping out atau pemusnahan menjadi satu-satunya pilihan. ”Itu untuk menekan penyebaran dengan cepat. Namun, populasi memang akan berkurang. Jadi, koordinasi harus segera dilakukan agar populasi di daerah aman untuk memenuhi kebutuhan,” ujar Ali.
Penanganan wabah ini mesti dilakukan dengan serius. ”Sebab pengaruhnya bukan hanya gejolak atau masalah harga di dalam negeri. Namun, juga berkait dengan isu ketahanan pangan yang tantangannya harus dijawab. Jika pasokan dalam negeri berkurang, nantinya lagi-lagi impor untuk memenuhi kebutuhan,” katanya.
Menurut Ali, hal ini pun harus menjadi pelajaran agar pemerintah tidak sebatas reaktif, tetapi proaktif dalam mencegah penularan penyakit pada ternak. Check Point sebagai pos pemeriksaan lalu lintas ternak harus dijalankan dengan baik sehingga PMK pada hewan ternak dapat dihindari sedini mungkin.