Pemulihan ekonomi, kurs rupiah yang stabil, serta kenaikan harga komoditas menjadi faktor penarik investor asing untuk membeli saham-saham di bursa Indonesia.
Oleh
JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
Dana para investor asing yang masuk ke Bursa Efek Indonesia hingga akhir April 2022 ini sangat deras. Data perdagangan dari BEI menunjukkan ada pembelian bersih dari para investor asing senilai Rp 59,6 triliun di pasar reguler. Jumlah ini masih ditambah dengan pembelian tunai investor asing di pasar negosiasi senilai Rp 12,5 triliun.
Sejak awal tahun hingga akhir April, para investor asing sudah mencatatkan pembelian bersih sebesar Rp 72,1 triliun. Tidak heran jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus naik. Pada penutupan akhir April sebelum libur Lebaran, indeks berada pada level 7.228. Sejak awal tahun, indeks sudah naik 9,84 persen.
Jumlah dana investor asing yang masuk ke bursa sangat besar dibandingkan dengan arus investasi yang masuk pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2019, total dana investor asing di pasar saham mencapai Rp 49,2 triliun.
Situasi berbalik pada tahun 2020 ketika pandemi Covid-19 melanda. Para investor asing berbondong-bondong keluar dari pasar saham. Nilainya cukup besar, mencapai Rp 47,8 triliun. Ketika itu, pasar saham sempat turun dalam pada akhir Maret.
Pemulihan ekonomi, kurs rupiah yang stabil, serta kenaikan harga komoditas menjadi faktor penarik investor asing untuk membeli saham-saham di bursa Indonesia.
Arus investasi asing pada saham baru kembali pada tahun 2021. Sepanjang tahun, investor asing membukukan pembelian bersih senilai Rp 38 triliun. Dari data tiga tahun terakhir, arus investasi asing pada saat ini dapat dikatakan sangat besar. Baru empat bulan pertama dana asing sudah melampaui investasi dalam satu tahun untuk tahun 2021 dan 2019.
Pemulihan ekonomi, kurs rupiah yang stabil, serta kenaikan harga komoditas menjadi faktor penarik investor asing untuk membeli saham-saham di bursa Indonesia. Harga komoditas seperti kelapa sawit dan batubara membuat neraca ekspor Indonesia terus membaik. Hasil dari ekspor tersebut juga membuat kurs rupiah stabil terutama terhadap dollar AS.
Biasanya, para investor asing tidak tertarik masuk ke pasar saham Indonesia ketika kurs rupiah melemah. Pelemahan rupiah akan menggerus sebagian keuntungan yang didapatkan di pasar saham ketika hasil investasi dikonversi ke dollar AS atau mata uang lain.
Dana investor asing tersebut masuk ke hampir seluruh sektor saham. Setidaknya terdapat beberapa emiten besar yang diincar dan mendapatkan dana investasi sangat besar dalam empat bulan ini.
Kalau diperhatikan, para investor asing memborong beberapa saham hingga masing-masing mencapai Rp 5 triliun. Para investor asing tersebut membeli saham Bank Rakyat Indonesia Tbk senilai Rp 10,7 triliun. Lalu saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk senilai Rp 9,2 triliun, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk Rp 5,8 triliun, dan saham PT Bank Central Asia senilai Rp 5,4 triliun.
Masuknya investor asing ke emiten-emiten tersebut juga ikut mendorong harga sahamnya. Saham Bank BRI naik 18,49 persen sejak awal tahun. Tidak ketinggalan saham Telkom naik 14,36 persen, saham Bank BNI naik 36,67 persen, serta saham BCA naik 11,3 persen.
Salah satu penyebab dorongan keluar ini adalah ketika inflasi menjadi tinggi. Akan tetapi, para ekonom memperkirakan laju inflasi Indonesia masih berada dalam ambang batas normal.
Investasi pada portofolio ini memang gampang berbalik. Hanya dengan menekan tombol jual, dana ini akan meninggalkan pasar saham Indonesia. Dana tersebut dapat keluar ketika para investor asing merealisasikan keuntungannya, atau kondisi perekonomian Indonesia berubah secara signifikan.
Salah satu penyebab dorongan keluar ini adalah ketika inflasi menjadi tinggi. Akan tetapi, para ekonom memperkirakan laju inflasi Indonesia masih berada dalam ambang batas normal.
Faktor lain yang dapat menjadi penyebab keluarnya arus investasi ini juga jika tingkat paparan virus Covid-19 meningkat sangat tinggi setelah terjadi arus mudik dan liburan Lebaran saat ini.
Namun, faktor tersebut hanya akan menyebabkan guncangan dalam jangka pendek, sejauh tidak ada perubahan situasi ekonomi yang sangat signifikan.