Ekosistem Industri Mobil Listrik Perlu Terus Diperkuat
Seiring dengan upaya menjaring investor baru di sektor mobil listrik, Indonesia perlu menetapkan peta jalan pengembangan ekosistem industri otomotif secara komprehensif dari hulu ke hilir.
Oleh
AGNES THEODORA,
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah negosiasi sempat maju mundur, pemerintah kembali menjajaki peluang investasi dari produsen mobil listrik Tesla Inc besutan miliarder Elon Musk. Ekosistem industri otomotif yang lengkap dari hulu ke hilir perlu terus diperkuat untuk mendorong investasi yang efisien dan mampu menghasilkan kendaraan listrik dengan harga terjangkau bagi pasar dalam negeri.
Sebelumnya, pemerintah telah menggaet beberapa investor besar untuk mengembangkan ekosistem industri baterai listrik di dalam negeri bersama sejumlah perseroan. Antara lain, LG Energy Solution dari Korea Selatan yang bekerja sama dengan PT Indonesia Battery Corporation (IBC) untuk membangun pabrik baterai listrik senilai Rp 141 triliun dalam waktu dekat.
Selain itu, ada pula Contemporary Amperex Technology Co Limited (CATL) dari China yang bekerja sama dengan dan PT IBC dan PT Aneka Tambang Tbk mengembangkan proyek baterai kendaraan listrik senilai Rp 85,7 triliun. Selain investor asal Asia, perusahaan asal Jerman seperti BASF dan Volkswagen juga ikut menanamkan modalnya di ekosistem industri baterai listrik dalam negeri.
Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bertemu dengan CEO Tesla Inc Elon Musk di Austin, Texas, Amerika Serikat. Setelah negosiasi pada tahun 2021 kandas, pemerintah kembali menjajaki investasi dari Tesla. Menurut rencana, Presiden Joko Widodo juga akan bertemu dengan Elon saat berkunjung ke AS, bulan ini.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara, Selasa (3/5/2022), mengatakan, Indonesia yang menyimpan 25 persen cadangan sumber daya nikel dunia memang memiliki peluang besar untuk menggaet investor di sektor mobil listrik. Namun, seiring dengan upaya menjaring investor baru itu, Indonesia perlu menetapkan peta jalan pengembangan ekosistem industri otomotif secara komprehensif dari hulu ke hilir.
Menurut dia, meski pengembangan industri baterai listrik yang belakangan ini dijajaki pemerintah sudah tepat, ekosistem industri otomotif tidak cukup dibangun parsial. Agar investasi yang masuk efisien dan mampu menghasilkan produk dengan harga terjangkau, Indonesia harus memiliki mata rantai industri otomotif yang komprehensif dan berdaya saing.
Ia mencontohkan, industri otomotif saat ini masih kesulitan mendapat pasokan semikonduktor di tengah krisis rantai pasok akibat pandemi dan ketegangan geopolitik. Padahal, cip semikonduktor merupakan komponen penting kendaraan listrik maupun nonlistrik. Jika tidak memiliki industri semikonduktor sendiri, upaya mengembangkan industri mobil listrik bisa terkendala.
Agar investasi yang masuk efisien dan mampu menghasilkan produk dengan harga terjangkau, Indonesia harus memiliki mata rantai industri otomotif yang komprehensif dan berdaya saing.
”Seluruh mata rantai industri harus dipikirkan. Kalau nanti kita memproduksi mobil listrik, di samping (komponen) elektromotor, baterai, inverter, kita juga perlu banyak semikonduktor. Apakah kita siap memproduksinya sendiri? Sekarang saja, untuk memproduksi mobil ICE (internal combustion engine), anggota kita masih kesulitan mencari semikonduktor,” kata Kukuh saat dihubungi.
Persaingan berburu semikonduktor, tutur Kukuh, sangat riil belakangan ini. Apalagi komponen itu tidak hanya digunakan oleh industri otomotif, tetapi juga sektor lainnya seperti elektronika. ”Ada pabrikan Eropa yang sampai-sampai mengirim orang ke Asia, membawa uang cash untuk membeli semikonduktor dan dibawa pulang, impornya langsung hand-carry. Sampai segitunya,” ujarnya.
Terkait industri baterai listrik, Kukuh mengatakan, negosiasi dengan sejumlah produsen mobil listrik dunia perlu dimulai sejak sekarang untuk memastikan baterai yang diproduksi pada tahun 2024 nanti sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan produsen.
”Kolaborasi harus diwujudkan dari sekarang, supaya nanti tahun 2024, baterainya sudah siap digunakan spesifik untuk brand mana saja. Karena waktu yang dibutuhkan untuk menguji itu tidak singkat, paling tidak butuh 2-3 tahun lagi untuk menguji ketahanan dan kecocokan baterai,” katanya.
Untuk saat ini, pengembangan ekosistem industri kendaraan listrik dimulai dulu dengan produksi komponen baterai listrik, mulai dari nikel sulfat, prekursor, anoda, katoda, sampai sel baterai.
Optimistis
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi Imam Soejoedi mengatakan, ekosistem industri kendaraan listrik memang belum terbangun sempurna. Untuk saat ini, pengembangan ekosistem industri kendaraan listrik dimulai dulu dengan produksi komponen baterai listrik, mulai dari nikel sulfat, prekursor, anoda, katoda, sampai sel baterai.
Namun, secara bertahap pemerintah akan menjaring investor untuk mengembangkan ekosistem lain dari hulu ke hilir. “Termasuk untuk daur ulang baterai juga sudah ada inisiatif investasi yang sedang kami jajaki,” katanya.
Sementara itu, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia optimistis rencana investasi baterai mobil listrik Tesla kali ini akan terealisasi. Menurut dia, Indonesia saat ini telah memiliki gambaran ekosistem baterai kendaraan listrik yang lebih jelas dibandingkan sebelumnya. Selain itu, daya tarik sumber bahan baku nikel yang besar juga masih menjadi keunggulan komparatif Indonesia.
Ia menilai, maju-mundur negosiasi dengan Tesla adalah bagian dari strategi membangun investasi. Di awal, prospek Indonesia dinilai belum terlalu bagus untuk mengembangkan industri mobil listrik. ”Tetapi, dengan melihat kita membangun ekosistem baterai mobil, sangat rugi kalau tidak menanamkan modal di Indonesia. Ini hal biasa,” kata Bahlil.