Kenaikan Komoditas Bahan Baku Tekan Laba Emiten Konsumer
Kenaikan harga komoditas membuat biaya produksi emiten produsen barang konsumsi membengkak. Akibatnya, laba menurun.
Oleh
JOICE TAURIS SANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga komoditas membuat biaya produksi emiten produsen barang konsumsi membengkak. Akibatnya, laba menurun. Hal ini tecermin dalam laporan keuangan emiten produsen barang konsumsi. Produsen barang konsumsi tidak dapat serta-merta menaikkan harga jual karena kenaikan bahan baku.
PT Mayora Indah Tbk membukukan kenaikan penjualan pada kuartal pertama 2022 ini. Namun, laba bersihnya tergerus signifikan karena peningkatan beban bahan baku dan kemasan. Dalam laporan keuangan yang dipublikasikan pada Kamis (28/4/2022), produsen permen Kopiko itu mengumumkan kenaikan penjualan bersih sebesar 3,4 persen dari Rp 7,33 triliun pada kuartal pertama 2021 menjadi Rp 7,58 triliun pada kuartal pertama 2022.
Di sisi lain, beban pokok penjualan Mayora naik 15 persen dari Rp 5,19 triliun menjadi Rp 5,93 triliun pada kuartal pertama 2022. Dengan demikian, laba kotor tertekan 24 persen dari Rp 2,17 triliun menjadi Rp 1,65 triliun. Laba usaha juga turun dari Rp 996,13 miliar pada kuartal pertama 2021 menjadi Rp 441,5 miliar pada kuartal pertama 2022. Laba bersihnya akhirnya tergerus 62,8 persen dari Rp 822,8 miliar menjadi Rp 306 miliar.
Pekan ini, Mayora sempat menarik perhatian karena Menteri Kemaritiman dan Investasi Luhut Pangaribuan menyuguhkan produk Mayora Kopiko kepada pengusaha Amerika Serikat, Ellon Musk.
Garudafood
Situasi seperti Mayora juga dihadapi oleh produsen barang konsumsi lain, Garudafood Putra Putri Jaya Tbk. Laba Garudafood turun 24,1 persen dari Rp 122,7 miliar pada kuartal pertama 2021 menjadi Rp 93,14 miliar. Sementara penjualan tetap bertumbuh sebesar 22,2 persen dari Rp 2,27 triliun menjadi Rp 2,78 triliun pada kuartal pertama tahun ini.
”Laba bersih perseroan yang diatribusikan kepada pemilik entitasa induk turun sebesar 24 persen dari periode sama tahun lalu. Penurunan ini utamanya dipengaruhi oleh kenaikan harga beberapa komoditas bahan baku serta bahan kemas sebagai dampak kondisi pandemi yang panjang. Kondisi ini memicu kelangkaan kontainer, tingginya freight cost, dan kenaikan bahan baku,” kata Direktur Garudafood Paulus Tedjosutikno.
Paulus mengatakan, tantangan yang dihadapi Garudafood saat ini adalah menghadapi kenaikan harga bahan baku dan bahan kemas yang belum dapat diprediksi kapan akan berakhir. Garudafood memiliki beberapa cara untuk menyisati situasi tersebut.
”Kami membuat kontrak jangka panjang untuk mendapatkan harga yang stabil dan jaminan pasokan, meningkatkan persediaan untuk mengantisipasi gangguan di jalur logistik bahan baku sehingga kelangsungan proses produksi tidak sampai terganggu,” kata Paulus lagi.
Sementara itu, Direktur Customer Operation PT Unilever Indonesia Enny Hartati Sampurno mengatakan, untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku, antara lain dilakukan penghematan internal di Unilever.