TNI AL Siagakan Prajurit di Jalur Distribusi Ekspor CPO
Beberapa waktu terakhir, TNI AL telah menangkap dan menahan tujuh kapal yang kedapatan membawa CPO untuk diekspor. Total jumlah muatannya mencapai 63 juta metrik ton.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo tentang larangan ekspor minyak sawit mentah beserta produk turunannya, TNI Angkatan Laut menyiagakan prajurit di sejumlah lokasi keberangkatan distribusi komoditas tersebut.
Dalam patroli rutin, jajaran TNI AL diperintahkan untuk segera menangkap, memeriksa, dan memproses hukum kapal yang tetap memberangkatkan minyak sawit mentah untuk diekspor. Hingga saat ini, sudah ada tujuh kapal yang ditahan dengan jumlah muatan minyak sawit mentah sebanyak 63 juta metrik ton.
Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono, di Markas Besar AL di Jakarta, Kamis (28/4/2022), mengatakan, sejak Presiden Joko Widodo menginstruksikan larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO), ia telah memerintahkan seluruh jajaran TNI AL untuk memperhatikan perintah tersebut. Dalam patroli rutin harian yang mengerahkan 30—40 kapal patroli setiap hari, ia juga meminta para prajurit yang bertugas untuk bersiaga di lokasi-lokasi keberangkatan ekspor CPO agar tidak ada kapal yang berangkat untuk menjual komoditas tersebut. Sejumlah lokasi distribusi ekspor CPO pun sudah dipetakan.
”Kami fokuskan untuk perintahkan pada jajaran apabila melihat seperti itu agar segera diperiksa dan kami tangkap untuk diproses hukum,” kata Yudo.
Ia juga mengharapkan kerja sama dari masyarakat apabila menemukan hal serupa untuk segera melaporkannya agar bisa ditindaklanjuti. Yudo menambahkan, hingga saat ini, sudah ada tujuh kapal yang ditahan karena kedapatan membawa CPO untuk diekspor. Total muatannya mencapai 63 juta metrik ton. TNI AL juga berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk menindaklanjuti penangkapan itu.
Akan tetapi, tambahnya, pengawasan tidak hanya dilakukan terhadap ekspor CPO. Sebab, dalam beberapa waktu ke belakang juga marak ekspor batubara secara ilegal. TNI AL telah menangkap 11 kapal batubara bermuatan mencapai 51.000 metrik ton.
Presiden Joko Widodo melarang ekspor CPO dan produk turunannya mulai Kamis. Hal itu dilakukan untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasar domestik. Jokowi menegaskan, larangan tersebut akan terus berlaku hingga kelangkaan minyak goreng teratasi. Oleh karena itu, ia meminta kesadaran industri minyak sawit untuk memprioritaskan dan mencukupi kebutuhan dalam negeri.
”Saya sebagai Presiden tak mungkin membiarkan itu terjadi. Sudah empat bulan kelangkaan berlangsung dan pemerintah sudah mengupayakan berbagai kebijakan, tetapi belum efektif. Oleh sebab itu, pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ke luar negeri. Larangan itu berlaku untuk ekspor dari seluruh wilayah Indonesia, termasuk dari kawasan berikat,” kata Presiden Jokowi melalui keterangan resmi, Rabu (27/4).
Di tengah fokus pengawasan terhadap jalur distribusi ekspor CPO, Komando Armada (Koarmada) I juga menangkap dua kapal asing yang melakukan pelanggaran dokumen di perairan Indonesia. Pertama, tanker MT World Progress— yang berlayar dari Dumai menuju India—ditangkap di Selat Malaka oleh KRI Beladau-643. Kapal tersebut bermuatan palm olein sebanyak 34.854,3 metrik ton.
Panglima Koarmada I Laksamana Muda Arsyad Abdullah menjelaskan, MT World Progress merupakan tanker berbendera Liberia yang dinakhodai Belov Alexander, warga negara Rusia, dan membawa 22 anak buah kapal. Kapal tersebut diduga melakukan pelanggaran dokumen, yakni spesifikasi GT kapal yang tertera pada salah satu dokumen berbeda dengan dokumen lainnya.
Begitu juga spesifikasi kapasitas mesin pendorong yang juga berbeda pada beberapa dokumen. Hal itu melanggar Pasal 302 Ayat (2) juncto Pasal 117 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Selain menangkap MT World Progress, KRI Siribua-859 juga menangkap tanker Annabelle di perairan Kalimantan. Tanker itu memuat 13.357 metrik ton CPO dan 98 drum metanol. Dari total 93 drum metanol itu, 5 di antaranya masih tersegel, sedangkan 93 drum lainnya sudah dipakai di perairan barat Kalimantan.
Arsyad menambahkan, MT Annabelle adalah tanker berbendera Marshal Island yang dinakhodai warga negara China, Zhao Junfeng, dengan 24 anak buah kapal. Kapal ini diduga melakukan tindak pidana pelanggaran membawa muatan metanol tanpa dilengkapi dokumen angkutan barang berbahaya. Hal itu melanggar Pasal 294 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
”Penangkapan MT World Progress dan MT Annabelle merupakan implementasi dari perintah KSAL yang memerintahkan seluruh unsur operasi TNI AL meningkatkan pengawasan dan pengamanan secara ketat, serta menangkap dan memproses hukum bila menemukan adanya ekspor CPO beserta turunannya yang telah resmi dilarang melakukan ekspor oleh pemerintah,” kata Arsyad.
Ia menambahkan, dalam dua minggu terakhir, Koarmada I juga menangkap lima kapal bermuatan CPO dan turunannya. Saat ini, semua masih dalam proses penyelidikan.