Harga sawit jatuh, petani di Kalteng hanya bisa pasrah dan tetap menjual sawitnya. Mereka masih bertahan dengan banyak komoditas lain.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Petani di Kalimantan Tengah sudah terbiasa dengan naik-turunnya harga tandan buah segar sawit. Berapa pun harganya, mereka akan tetap menjual buah sawitnya kepada pengepul. Ketergantungan petani dengan pengepul dan perusahaan sudah berlangsung lama. Petani tak pernah menjadi penentu harga.
Turunnya harga buah tandan buah segar (TBS) kelapa sawit terjadi setelah kebijakan larangan ekspor crude palm oil (CPO). Petani yang bergantung dengan pengepul dan perusahaan pun tidak bisa berbuat banyak dan hanya pasrah.
Sudarmono, petani sawit asal Kabupaten Kotawaringin Timur, saat dihubungi pada Rabu (27/4/2022), mengungkapkan, di kalangan petani harga buah sawit hanya Rp 1.900 per kilogram. Namun, petani terjebak dengan banyak pengepul.
”Kalau lagi ada duit sewa kendaraan bisa langsung ke perusahaan, tetapi kami kan nyari yang dekat aja di kampung, jadi harganya memang segitu,” ungkap transmigran asal Jawa Tengah yang sudah 12 tahun mengelola sawit.
Sudarmono mengatakan, harga sawit dalam setahun bisa lima kali turun-naik. Ia pun tak paham faktor apa yang memengaruhi harga sawit. ”Berapa saja harganya, ya, tetap dijual daripada busuk
gak
jadi duit nanti sawitnya,” ungkapnya.
Petani harus punya kapasitas agar bisa menentukan harga, misalnya melalui badan usaha milik desa, itu bisa dilakukan dengan dorongan pemerintah. (Fitria Husnatarina)
Pendapat serupa juga datang dari Kabupaten Pulang Pisau, sekitar 85 kilometer dari Kota Palangkaraya. Sutarmaji (47) bercerita, tahun 2010, harga sawit pernah mencapai Rp 9.000 per kilogram. Saat itu, hasil panen dari kebun dua hektar miliknya bisa membuat Sutarmaji membangun rumah walet.
”Anak-anak bisa kuliah, bisa bangun rumah walet, banyaklah. Pernah juga harga lagi jatuh-jatuhnya pada 2016 dulu, sampai Rp 950 per kilogram. Wah, itu kami hemat makan nasi di rumah, saya harus keluar desa untuk jadi buruh di perusahaan,” kata Sutarmaji.
Ditentukan petani
Kini, Sutarmaji mengaku resah dengan penurunan harga buah sawit. Ia berharap harga sawit bisa ditentukan petani sepertinya.
Di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, turunnya harga sawit terjadi pada Minggu 24 April 2022 malam dari Rp 3.780 per kilogram lalu menjadi Rp 2.760 per kilogram. Lalu pada Selasa (26/4/2022) pagi harganya turun lagi sebesar Rp 560 rupiah menjadi Rp 2.200 per kilogram tandan sawit.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Palangka Raya, Fitria Husnatarina, menjelaskan, petani seharusnya bisa menjadi penentu harga jika industri hilir bisa dibangun dengan melibatkan kelompok tani. Hanya petani tidak memiliki kemampuan untuk menentukan harga karena tingginya persaingan juga kepentingan di tingkat nasional hingga internasional.
“Petani harus punya kapasitas agar bisa menentukan harga, misalnya melalui badan usaha milik desa, itu bisa dilakukan dengan dorongan pemerintah,” kata Fitria.
Penguatan kelembagaan di tingkat petani, lanjut Fitria, menjadi begitu penting. Petani mampu membuat produk turunan seperti minyak goreng sehingga memiliki posisi tawar yang tinggi.
Dikatakan, harga sawit selalu ditentukan oleh pasar global. Hal itu menjadi ironis lantaran Kalimantan, atau Indonesia pada umumnya, merupakan daerah penghasil sawit, salah satu yang terbesar di dunia.
”BUMDes itu akan menolong petani untuk bisa bertahan, memang pasar menjadi lebih sempit merujuk pada pemenuhan kapasitas lokal dan regional lebih dulu,” kata Fitria.