Pendapatan Operasional BNI Lampaui Sebelum Pandemi
Pertumbuhan penyaluran kredit mendorong pendapatan operasional BNI. Hal ini membuat BNI mencatat laba bersih sebesar 3,96 triliun per triwulan I 2022
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja perbankan terus membaik seiring makin pulihnya perekonomian. Pendapatan operasional sejumlah bank bahkan sudah melampaui kinerja sebelum pandemi.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar memaparkan pendapatan operasional sebelum pencadangan (pre-provision operating profit/PPOP) BNI tumbuh 7,3 persen menjadi Rp 8,5 triliun. ”Pencapaian pendapatan operasional ini adalah tertinggi yang pernah dihasilkan BNI, lebih tinggi daripada pendapatan operasional sebelum pandemi,” ujar Royke saat paparan kinerja keuangan BNI triwulan I-2022 Selasa (26/4/2022) di Jakarta.
Pendapatan itu berasal dari pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 5,8 persen secara tahunan menjadi Rp 591,68 triliun. Segmen business banking menjadi motor pertumbuhan kredit BNI dengan pertumbuhan 4,8 persen secara tahunan menjadi Rp 489,3 triliun. Kenaikan ekspansi kredit di segmen tersebut sejalan dengan kondisi perekonomian nasional yang juga sudah mulai pulih.
Sektor yang dibidik di segmen business banking adalah sektor perdagangan, infrastruktur, dan industri pengolahan. Pembiayaan segmen hijau juga terus menunjukkan peningkatan.
Di segmen kredit consumer, kredit payroll dan kredit kepemilikan rumah (KPR) membukukan kinerja positif dengan pertumbuhan masing-masing 18,8 persen dan 8,4 persen secara tahunan. Secara keseluruhan, kredit konsumer tumbuh 11,4 persen secara.
Kinerja kredit tersebut menopang perolehan laba bersih BNI yang pada triwulan I-2022 mencapai Rp 3,96 triliun, tumbuh 63,2 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini melanjutkan, dalam masa pemulihan ekonomi awal tahun ini, BNI masih terus memperkuat posisi permodalan dan likuiditas. ”Tentunya kondisi likuiditas dan permodalan ini menjadi fondasi dalam melanjutkan kestabilan kinerja sekaligus menopang pertumbuhan bisnis lebih positif,” ujar Novita.
Dana pihak ketiga tumbuh 8,4 persen secara tahunan, dengan rasio dana murah atau current account and saving account (CASA) masih mendominasi dan terus meningkat menjadi 69,2 persen dari periode sama tahun lalu sebesar 67,9 persen.
Novita menuturkan, perbaikan risiko kredit juga memberi dukungan peningkatan kinerja yang sangat baik pada awal tahun ini. Loan at risk BNI pada triwulan I-2022 tercatat 22,1 persen atau membaik 4,8 persen secara tahunan. Demikian juga halnya dengan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) BNI yang turun dari 4,1 persen menjadi 3,5 persen.
Dengan modal kinerja triwulan pertama tahun ini, Royke menuturkan, pihaknya menargetkan bisnis penyaluran kredit bisa bertumbuh dengan rentang 7-10 persen pada tahun ini. Akselerasi kinerja ini akan didukung oleh penyaluran kredit yang lebih kuat dan berkualitas di semua segmen dan tren positif ekonomi makro, seperti kegiatan ekonomi yang lebih terbuka, serta harga komoditas yang kuat.
”Dengan dampak penyebaran Virus Covid-19, varian Omicron yang mereda, maka geliat ekonomi ini pun akan terus mendorong peningkatan kualitas aset BNI,” ujar Royke.
Sementara itu, BTPN Syariah terus mengembangkan layanan perbankan digitalnya.
”Pengembangan teknologi ini tentunya sangat memperhatikan tingkat literasi digital masyarakat dan menyesuaikan kebutuhan nasabah yang dinamis serta memastikan terjadinya peningkatan kesejahteraan terhadap nasabah pra dan cukup sejahtera. Kami melihat peluang dan kesempatan untuk melayani lebih banyak lagi nasabah secara berkelanjutan, dengan melakukan berbagai inovasi memanfaatkan teknologi,” ujar Fachmy Achmad, Direktur BTPN Syariah dalam keterangannya, Selasa.
BTPN Syariah meyakini inovasi digital yang dikembangkan bagi kebutuhan masyarakat akan membawa pertumbuhan yang positif dan terjaga terhadap kinerja keuangan bank. Sampai dengan 31 Maret 2022, pembiayaan ultramikro yang menjadi fokus bisnis perusahaan ini tumbuh 10 persen secara tahunan menjadi sebesar Rp 10,6 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp 9,7 triliun.
Aset BTPN Syariah tumbuh 11 persen secara tahunan menjadi Rp 19,2 triliun. Kinerja ini memberikan laba bersih setelah pajak (NPAT) sebesar Rp 411 miliar.