Harga TBS Sawit Anjlok, Kementan Kirim Surat ke 21 Gubernur
Kementerian Pertanian bersurat ke 21 gubernur provinsi penghasil sawit untuk memastikan tak ada pelanggaran penetapan harga tandan buah segar. Sejumlah pabrik dilaporkan menetapkan harga TBS secara sepihak.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pernyataan Presiden terkait pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng berimbas pada jatuhnya harga tandan buah segar atau TBS petani. Kementerian Pertanian lalu mengirim surat kepada 21 gubernur provinsi penghasil sawit, antara lain untuk memastikan tidak ada pelanggaran aturan dalam penetapan harga TBS.
Sebelumnya, pada Jumat (22/4/2022), Presiden Joko Widodo mengumumkan larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng berlaku mulai Kamis (28/4/2022). Setelah itu, spekulasi berkembang. Hingga Selasa (26/4/2022) sore, pemerintah belum juga mengumumkan atau memperjelas secara resmi kepada publik, produk berbahan baku sawit mana yang dilarang diekspor.
Dalam Surat Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Nomor 165/KB.020/E/04/2022 tanggal 25 April 2022 disebutkan, ada laporan tentang beberapa pabrik kelapa sawit (PKS) di sejumlah provinsi yang menetapkan harga beli TBS secara sepihak. Adapun kisaran penurunan harga beli berkisar Rp 300-Rp 1.400 per kilogram.
”Kondisi tersebut berpotensi melanggar ketentuan Tim Penetapan Harga Pembelian TBS Perkebunan yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit dan bisa menimbulkan keresahan selanjutnya bisa berpotensi menimbulkan konflik petani sawit dengan PKS,” seperti tertulis dalam surat tersebut.
Surat itu juga menegaskan bahwa CPO tidak termasuk ke dalam produk sawit yang dilarang untuk diekspor. Pelarangan hanya diterapkan pada RBD palm olein (produk turunan CPO untuk bahan baku minyak goreng) pada tiga pos tarif.
Direktur Jenderal Perkebunan pun meminta bantuan para gubernur untuk segera mengirim surat edaran kepada bupati/wali kota sentra sawit untuk memastikan perusahaan sawit di wilayahnya tak menetapkan harga beli TBS secara sepihak. Selain itu, agar memberi peringatan atau sanksi kepada PKS yang melanggar peraturan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Ali Jamil, Selasa, membenarkan penerbitan surat tersebut. ”Surat itu kami maksudkan untuk melindungi pekebun sawit kita,” ujar Ali.
Saat ditanya apakah ada TBS petani yang tidak terserap di tengah situasi saat ini, Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Tri Widarto, Selasa siang, mengatakan, pihaknya mengecek di asosiasi. ”Belum ada TBS yang tidak diserap. Kami bersama mereka sedang mengumpulkan data soal itu,” katanya.
Desak penjelasan
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung menuturkan, pihaknya sebenarnya memahami maksud dari pengumuman Presiden Joko Widodo. Namun, hal itu seharusnya langsung diantisipasi menteri-menteri terkait. Namun, yang terjadi justru tidak ada penjelasan lebih lanjut selepas pengumuman presiden itu.
”Kejadian seperti saat ini tidak perlu terjadi jika kementerian terkait langsung mengantisipasi. Sawit itu tidak sama dengan kasus batubara atau nikel. (Pergerakan) Harga TBS itu harian. Kami petani sawit telanjur hancur lebur. PKS sesuka hatinya menentukan harga beli TBS Petani tanpa dasar,” kata Gulat.
Kalaupun CPO dilarang ekspor, kata Gulat, sejatinya tak akan berpengaruh pada serapan TBS petani karena dari total ekspor produk berbahan baku sawit, ekspor CPO hanya 7,14 persen. Namun, yang jadi masalah utama ialah tak ada kementerian terkait yang meluruskan kepada publik terkait pidato Presiden.
Ia menduga, ambruknya harga TBS petani dengan alasan pelarangan ekspor CPO sekadar akal-akalan yang berdampak pada kerugian petani. ”Kami tetap menuntut penjelasan dari tindak lanjut kebijakan Presiden Jokowi dari Kementerian Bidang Perekonomian didampingi kementerian terkait. Senin sore, harga TBS sudah turun 60 persen. Juga ada antre panjang truk sawit di beberapa PKS,” ujar Gulat.
Pelarangan terbatas pada produk yang termasuk dalam tiga kode HS ( harmonized system) yang merujuk pada RBD palm olein dan minyak goreng.
Dari informasi yang dihimpun Kompas, pelarangan terbatas pada produk yang termasuk dalam tiga kode HS (harmonized system) yang merujuk pada RBD palm olein dan minyak goreng. Ketiga kode klasifikasi barang perdagangan itu adalah HS 1511.90.36, HS 1511.90.37, dan HS 1511.90.39.
RBD (refined, bleached, deodorized) palm olein merupakan salah satu hasil olahan minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan merupakan bahan baku minyak goreng sawit. Sebelum jadi RBD olein, CPO diolah menjadi refined palm oil (RPO).
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono, Selasa, mengatakan, pihaknya masih belum bisa menyampaikan terkait jenis produk berbahan sawit mana saja yang boleh diekspor dan tidak. ”Mohon bersabar sedikit, ya,” kata Veri melalui pesan singkat.