Disparitas Harga Memicu Penyelewengan Minyak Goreng Curah
Sejumlah perusahaan yang terindikasi menyelewengkan program minyak goreng curah bersubsidi sedang diproses secara hukum. Jika terbukti, perusahaan terkait akan dicoret dari program subsidi dan izin usahanya dievaluasi.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Disparitas harga yang tinggi antara minyak goreng kemasan dan curah di pasar memunculkan celah penyelewengan dari hulu ke hilir. Sejak program minyak goreng bersubsidi digulirkan satu bulan terakhir ini, ditemukan beberapa indikasi pelanggaran berupa pengemasan ulang minyak goreng curah serta monopoli distribusi untuk membentuk harga jual di atas Rp 14.000 per liter.
Akibatnya, sampai sekarang, harga minyak goreng curah yang seharusnya dibuat terjangkau bagi masyarakat serta usaha mikro dan kecil masih berada di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp 15.500 per kilogram atau Rp 14.000 per liter. Per Jumat (22/4/2022), rata-rata harga minyak goreng curah masih sebesar Rp 17.700 per liter. Di beberapa provinsi, harganya bahkan melebihi Rp 20.000 per liter.
Kementerian Perindustrian mencatat, dari hasil inspeksi mendadak (sidak) program minyak goreng curah bersubsidi selama dua pekan terakhir, ditemukan beberapa indikasi penyimpangan di tingkat distributor. Di Cipete, Jakarta Selatan, ditemukan distributor yang mengemas minyak goreng curah menjadi minyak goreng kemasan dengan harga yang jauh lebih tinggi dari HET, yakni Rp 17.000 per liter.
Modus penyelewengan lain adalah monopoli distribusi di mana distributor pertama, kedua, dan pengecer dimiliki oleh orang yang sama. ”Karena di satu wilayah itu hanya satu orang yang memegang seluruh rantai distribusi, mereka dengan mudah menjual jauh lebih tinggi dari HET,” kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri di sela-sela sidak di Batu Ceper, Tangerang, Jumat (22/4/2022).
Liaison Officer Satgas Pangan Polri untuk Kemenperin Kombes Eko Sulistyo Basuki mengatakan, sejumlah perusahaan yang terindikasi melakukan pelanggaran dari hasil sidak saat ini sedang diproses secara pidana oleh kepolisian. Selain di Cipete, ada pula indikasi pelanggaran serupa yang dilakukan produsen dan distributor di Banten, Jawa Barat, serta Jawa Tengah.
”Dipastikan mereka bukan sekadar dikenai sanksi administratif, tetapi tetap disidik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 8 Tahun 2022, sanksi terhadap perusahaan yang menyelewengkan program minyak goreng curah bersubsidi diberikan bertahap, mulai dari sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda, pembekuan izin usaha, serta penghentian pembayaran subsidi, sampai hukuman pidana jika terbukti melakukan pelanggaran hukum.
Direktur Jenderal Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan, sampai sekarang belum ada perusahaan yang dicoret (blacklist) karena masih menunggu hasil penyidikan. Jika nantinya terbukti melanggar hukum, pemerintah akan mengevaluasi keberadaan perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan terkait juga tidak boleh lagi mengikuti program minyak goreng bersubsidi. ”Klaim penggantian biaya subsidi yang menjadi hak perusahaan itu juga akan kita pertimbangkan ulang,” ujar Putu.
Jika nantinya terbukti melanggar hukum, pemerintah akan mengevaluasi keberadaan perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan terkait juga tidak boleh lagi mengikuti program minyak goreng bersubsidi.
Sebagai gantinya, tugas distribusi minyak goreng curah pun akan dialihkan ke BUMN pangan, seperti ID Food dan Perum Bulog, yang memiliki jangkauan distribusi luas sampai ke pelosok daerah. ”Kami sudah menyiapkan BUMN pangan untuk menggantikan posisi distributor yang akan di-blacklist. Peran Bulog khususnya kita perlukan karena mereka punya pengalaman menstabilkan harga pangan dan bisa membantu penyaluran minyak goreng curah secara lebih luas dan merata,” kata Putu.
Untuk mendalami celah penyelewengan dalam bentuk pengemasan ulang minyak goreng curah menjadi minyak goreng kemasan, pengawasan pun akan diperluas terhadap 25 perusahaan pengemasan (repacking) yang terdaftar di aplikasi Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (Simirah). Sejauh ini, mereka tercatat sudah menerima pasokan 25.000 ton minyak goreng curah.
Hal itu dilakukan karena disparitas harga yang tinggi di pasar berpotensi memunculkan celah penyelewengan berupa pengemasan ulang minyak goreng curah untuk dijual dengan harga kemasan. Sebagai perbandingan, minyak goreng curah hanya bisa dijual dengan harga Rp 14.000 per liter, sementara minyak goreng kemasan dapat dijual dengan kisaran harga Rp 21.000-Rp 25.000 per liter.
Disparitas harga yang tinggi di pasar berpotensi memunculkan celah penyelewengan berupa pengemasan ulang minyak goreng curah untuk dijual dengan harga kemasan.
Putu mengatakan, sesuai dengan Permenperin Nomor 8 Tahun 2022, minyak goreng curah bersubsidi hanya boleh ditujukan untuk kebutuhan masyarakat serta usaha mikro dan kecil. Minyak goreng curah tidak boleh digunakan oleh industri, tidak boleh dikemas ulang dan dijual dengan harga kemasan, serta tidak boleh diekspor.
Jumat pagi hingga petang, sidak dilakukan ke lima titik jaringan distribusi PT Darmex Oil and Fats sebagai produsen minyak goreng merek Palma. Tim pengawas turut menyidak perusahaan pengemasan, yaitu PT Jujur Sentosa, yang berlokasi di Tambora, Jakarta Barat, dan Batu Ceper, Tangerang. Di aplikasi Simirah, perusahaan itu didaftarkan sebagai distributor pertama untuk PT Darmex Oil and Fats serta distributor kedua untuk PT Bina Karya Prima (produsen minyak goreng Tropical dan Forvita).
Kendati demikian, hasil sidak sejauh ini belum menemukan adanya indikasi penyelewengan dalam bentuk pengemasan ulang minyak goreng curah menjadi kemasan. Di jaringan distribusi itu, minyak goreng dijual seharga Rp 20.700 per kilogram, tetapi untuk kepentingan komersial atau nonsubsidi.
”Berikutnya, kami akan melakukan sidak ke 24 perusahaan pengemasan lain yang tercatat di Simirah untuk mengecek indikasi pengemasan ulang minyak goreng curah bersubsidi menjadi minyak goreng kemasan lainnya,” kata Febri.