Sektor Perdagangan dan Keuangan Terdampak Konflik Rusia-Ukraina
Perang Rusia dan Ukraina berdampak pada dua arah, yakni perdagangan dan keuangan.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketegangan geopolitik Rusia dengan Ukraina berdampak pada dua arah, yakni sektor perdagangan dan pada sektor keuangan. Pemerintah dan pemangku kebijakan ekonomi Indonesia perlu mengambil kebijakan yang tepat untuk mengantisipasi dampaknya sekaligus mempertahankan stabilitas serta tetap mendorong pemulihan ekonomi dalam negeri pascapandemi.
”Ketegangan geopolitik Rusia dengan Ukraina berdampak pada dua arah. Dampak pertama mengarah pada sektor perdagangan dunia, termasuk Indonesia, dan dampak kedua mengarah pada sektor keuangan,” ujar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti dalam diskusi yang dilakukan secara hibrida bertajuk ”Pemulihan Ekonomi Global dan Implikasinya terhadap Indonesia”, Jumat (22/4/2022), di Jakarta.
Ia menjelaskan, dampak ke sektor perdagangan terjadi lantaran terjadi disrupsi rantai pasok global. Konflik itu mengganggu arus perdagangan dunia sehingga terjadi ketidakseimbangan permintaan dan penawaran. Hal ini berdampak pada kelangkaan pasokan barang dan jasa, khususnya komoditas energi dan pangan.
Kelangkaan komoditas itu memicu lonjakan inflasi di sejumlah negara. Saat itulah, timbul dampak ke sektor keuangan. Bank sentral di tiap negara berupaya mengendalikan inflasi dan melakukan normalisasi kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga. Dampaknya, bisa timbul gejolak stabilitas sistem keuangan dan nilai tukar mata uang.
”Kita perlu mengantisipasi dua dampak ini baik dari moneter maupun fiskal. Kebijakan yang diambil harus bisa mempertahankan stabilitas sambil tetap mendorong pemulihan ekonomi nasional,” ujar Destry.
Ia menjelaskan, seperti yang disampaikan Dewan Gubernur BI dalam berbagai kesempatan, kebijakan moneter BI akan mendukung stabilitas. Tidak hanya itu, BI juga akan terus memberikan insentif untuk mendorong pemulihan ekonomi.
Kendati dibayangi dampak-dampak tersebut, Destry meyakini, ketegangan geopolitik Rusia dengan Ukraina itu punya dampak terbatas bagi Indonesia. Sebab, keduanya bukan merupakan mitra dagang utama dan ekonomi Indonesia.
Konflik ini, diakui Destry, bahkan bisa sedikit memberikan keuntungan bagi Indonesia yang diperoleh berupa kenaikan harga komoditas. Kenaikan harga tersebut bisa ikut mengerek naik nilai ekspor Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia adalah pengekspor komoditas seperti minyak sawit mentah dan batubara ke dunia.
Tak hanya itu, Destry juga optimistis kondisi ekonomi dalam negeri akan terus membaik. Hal ini tecermin dari makin membaiknya konsumsi rumah tangga dan produktivitas dunia usaha. Selain itu, nilai tukar rupiah juga tetap terjaga dan cadangan devisa dalam posisi mencukupi untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Pada diskusi yang sama, ekonom dan Lead Advisor Prospera, Anton H Gunawan, senada dengan Destry juga menyampaikan bahwa perang Rusia dengan Ukraina tidak berdampak luas bagi Indonesia. Meski demikian, Anton mengatakan, Pemerintah Indonesia tetap harus waspada. Selain itu, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan.
Ia mengatakan, dari sektor fiskal, pemerintah perlu terus memperkecil defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehingga pada 2023 nilainya bisa berada di bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Di sisi lain, fiskal juga tetap harus berperan sebagai instrumen negara untuk memberikan jaminan sosial berupa subsidi dan bantuan sosial kepada kelompok rentan masyarakat yang perekonomiannya belum pulih karena pandemi.
Upaya pertumbuhan ekonomi juga dibayangi lonjakan inflasi. Kenaikan harga malah bisa jadi penghambat pertumbuhan.