Solusi dari Tantangan Ekonomi Global Jadi Komitmen G20
Sebagai Presidensi G20, Indonesia bertanggung jawab membawa forum demi forum mencapai konsensus, termasuk forum Pertemuan Kedua Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG), Rabu (20/4/2022), di Amerika Serikat.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kelompok G20 menjaga komitmen mereka dalam mencari solusi bagi tantangan global agar dunia pulih kembali secara kuat, berkelanjutan, inklusif, dan seimbang. Negara-negara anggota G20 juga mendukung langkah penyesuaian terhadap agenda yang tengah berjalan guna menanggulangi dampak ekonomi dari tantangan global tersebut.
”Sebagai pemegang Presidensi G20 saat ini, Indonesia menjamin dialog terbuka untuk meraih konsensus dalam isu-isu penting yang memengaruhi stabilitas dan pertumbuhan ekonomi,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers seusai sesi Pertemuan Kedua Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 kedua di Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (20/4/2022) malam waktu setempat.
Pertemuan ini sempat diwarnai aksi walk out delegasi AS, Inggris, dan Kanada yang dilakukan ketika delegasi Rusia angkat bicara. Menurut Sri Mulyani, aksi tersebut sudah diperhitungkan anggota forum sehingga tidak mengganggu jalannya pertemuan.
Anggota G20 satu suara bahwa konflik geopolitik telah membuat pertumbuhan dan pemulihan global jauh lebih kompleks. (Sri Mulyani Indrawati)
Untuk mencapai konsensus, Indonesia mengadopsi prosedur yang telah disepakati pada presidensi-presidensi sebelumnya, yakni kewajiban untuk mengundang semua anggota G20 ke dalam pertemuan dan mengawal diskusi secara efektif demi mencari solusi yang melibatkan suara semua anggota.
Hasilnya, lanjut Sri Mulyani, anggota G20 satu suara bahwa konflik geopolitik telah membuat pertumbuhan dan pemulihan global jauh lebih kompleks. Kompleksitas ini melemahkan upaya untuk mengatasi tantangan-tantangan global, di antaranya kesiapsiagaan dalam merespons pandemi, utang yang tinggi di negara-negara rentan, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
”Dengan semangat multilateralisme, para anggota dapat mencapai konsensus di pertemuan kedua FMCBG,” kata Sri Mulyani.
Pembahasan yang dilakukan dalam pertemuan ini terdiri atas empat sesi, yakni pembahasan tentang arsitektur kesehatan global, kondisi keuangan internasional, risiko ekonomi global, serta pembiayaan berkelanjutan.
Dalam sesi pembahasan arsitektur kesehatan global, G20 menyepakati bahwa tindakan kolektif dan terkoordinasi untuk mengendalikan pandemi tetap menjadi prioritas. Anggota G20 mencatat peningkatan angka Covid-19 di beberapa wilayah telah menghambat pertumbuhan, mendisrupsi rantai pasok, dan meningkatkan inflasi, serta memperlambat pemulihan global.
”Dalam hal ini, berdasarkan penilaian Organisasi Kesehatan Dunia dan Bank Dunia, terdapat kesenjangan pembiayaan signifikan yang perlu ditangani,” ujar Sri Mulyani.
G20 mencapai konsensus untuk mengatasi kesenjangan tersebut melalui pembentukan mekanisme keuangan baru untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan sekaligus meningkatkan kesiapsiagaan, pencegahan, dan tindakan terhadap pandemi. Mekanisme ini berupa Dana Perantara Keuangan (Financial Intermediary Fund/FIF) yang ditempatkan di Bank Dunia.
Untuk memulai proses mendirikan FIF, Presidensi Indonesia perlu mengawal diskusi seputar isu tata kelola dan pengaturan operasional. Indonesia menargetkan mekanisme keuangan baru tersebut dapat terselesaikan sebelum pertemuan tingkat menteri kesehatan G20 pada bulan Juni.
”Ini akan menjadi salah satu manfaat nyata dari Presidensi G20 Indonesia, sesuai arahan Presiden Joko Widodo,” kata Sri Mulyani.
Indonesia menargetkan mekanisme keuangan baru tersebut dapat terselesaikan sebelum pertemuan tingkat menteri kesehatan G20 pada bulan Juni.
Selanjutnya dalam sesi pembahasan aristektur keuangan internasional, anggota G20 berkomitmen untuk mendukung negara-negara berpenghasilan rendah, terutama yang mengalami kesulitan utang akibat pandemi. Para anggota mengakui peran penting bank pembangunan multilateral untuk mendukung pembiayaan pembangunan di negara-negara yang rentan.
G20 akan melanjutkan proses reformasi tata kelola Dana Moneter Internasional (IMF) melalui Tinjauan Umum Kuota Ke-16 selambat-lambatnya 15 Desember 2023. G20 juga membahas kemajuan dari pelaksanaan Kerangka Kerja Bersama G20 tentang perlakuan utang dan langkah-langkah selanjutnya untuk memastikan implementasi yang lebih tepat waktu, teratur, dan terkoordinasi serta dapat diprediksi.
”Anggota G20 menyambut baik kesepakatan perlakuan utang untuk Chad dan menantikan pembentukan komite kreditor untuk Zambia secara tepat waktu. Komitmen untuk penguatan dan efektivitas jaring pengaman keuangan global meletakkan IMF sebagai pusatnya,” ujarnya.
Sebelumnya, G20 telah menyatakan pentingnya memenuhi komitmen yang menjadi konsensus pada Pertemuan FMCBG G20 pertama di Jakarta, Februari lalu. Komitmen ini terkait strategi keluar yang terkalibrasi, terencana, dan dikomunikasikan dengan baik untuk mendukung pemulihan dan mengurangi potensi limpahan (spillover).
Menanggapi sesi pembahasan kondisi ekonomi global terkini, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, anggota G20 menyampaikan kekhawatiran mereka tentang tekanan inflasi yang lebih luas dan persisten. Kondisi ini telah mendorong sejumlah bank sentral menaikkan kebijakan suku bunga hingga mengakibatkan pengetatan likuiditas global yang lebih cepat dari perkiraan.
Perry menambahkan, peran G20 semakin penting dengan membawa kebijakan ke dalam ranah dunia. Setiap negara tidak lagi hanya berfokus pada dampak kebijakan secara domestik di negaranya, tetapi memandang lebih luas proses pemulihan di negara lainnya.
”Dengan demikian, proses normalisasi kebijakan yang dilakukan secara terkalibrasi, terencana, dan terkomunikasikan dengan baik oleh bank sentral akan semakin terfasilitasi, terutama dalam kondisi saat ini,” kata Perry.
Sementara dalam sesi pembahasan pembiayaan berkelanjutan, anggota G20 kembali menegaskan bahwa keuangan berkelanjutan sangat penting untuk pemulihan ekonomi global yang hijau, tangguh, dan inklusif. Anggota G20 membahas komitmen yang dicapai pada bulan Februari untuk memastikan implementasi dari Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan G20.
Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 berikutnya akan melanjutkan dialog dalam Pertemuan Ketiga FMCBG yang akan diselenggarakan di Bali pada 15-16 Juli 2022