Semua Segmen Kredit Bertumbuh, BCA Cetak Laba Bersih Rp 8,1 Triliun pada Triwulan I-2022
Pada triwulan pertama 2022, BCA mencetak laba bersih sebesar Rp 8,1 triliun, bertumbuh 14,6 persen secara tahunan. Peningkatan laba ditopang pertumbuhan penyaluran kredit yang naik 8,6 persen menjadi Rp 637,1 triliun.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA, JOICE TAURIS SANTI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran kredit yang bertumbuh di semua segmen mendorong kinerja keuangan PT Bank Central Asia Tbk (BCA) sehingga berhasil mencatat laba Rp 8,1 triliun pada triwulan-I 2022 atau bertumbuh 14,6 persen secara tahunan.
Per akhir triwulan I-2022, total kredit BCA mencapai Rp 637,1 triliun atau naik 8,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Semua segmen kredit, yakni kredit korporasi, kredit komersial dan UMKM, dan kredit konsumsi mencatat kenaikan.
Kredit korporasi yang memiliki kontribusi terbesar, yakni 45 persen dari total kredit BCA, mencatat pertumbuhan sebesar 9,2 persen secara tahunan menjadi Rp 286,87 triliun. Adapun kredit komersial dan UMKM yang berkontribusi 29,6 persen dari total kredit BCA bertumbuh 8,2 persen secara tahunan menjadi Rp 188,80 triliun. Sementara kredit konsumsi yang memberi porsi 24,3 persen dari total kredit BCA tercatat bertumbuh 7,6 persen secara tahunan menjadi Rp 154,80 triliun.
Dari segmen kredit konsumsi, kredit pemilikan rumah (KPR) bertumbuh 9,8 persen secara tahunan menjadi Rp 98,22 triliun. Sementara kredit kendaraan bermotor (KKB) bertumbuh 3,6 persen secara tahunan menjadi Rp 41,57 triliun.
Dalam jumpa pers paparan kinerja keuangan triwulan I-2021 BCA, Kamis (21/4/2022), Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja menjelaskan, pertumbuhan kredit itu, antara lain, ditopang oleh makin pulihnya kondisi perekonomian nasional.
Pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) BCA selama tiga bulan pertama tahun 2022 tumbuh 2,5 persen menjadi Rp 14,5 triliun. Pendapatan selain bunga bertumbuh 19,5 persen menjadi Rp 5,9 triliun, yang ditopang kenaikan pendapatan fee dan komisi sebesar 15,8 persen.
Pertumbuhan kredit BCA itu diikuti oleh perbaikan kualitas pinjaman. Rasio kredit berisiko (loan at risk/LAR) turun ke 13,8 persen di triwulan I-2022, dibandingkan 19,4 persen pada periode yang sama tahun lalu. Adapun rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL ) terjaga sebesar 2,3 persen.
Di sisi lain, total dana pihak ketiga naik 17,5 persen secara tahunan menjadi Rp 997,8 triliun sehingga turut mendorong total aset BCA naik 15,5 persen secara tahunan menjadi Rp 1.259,4 triliun di akhir Maret 2022.
Jahja menjelaskan, tahun ini pihaknya menetapkan target pertumbuhan kredit sebesar 8 persen.
Belanja modal Astra
Sementara itu, emiten PT Astra International Tbk menargetkan belanja modal mencapai Rp 20 triliun pada tahun 2022 ini. Belanja modal ini akan digunakan untuk mendorong pengembangan di seluruh bisnis Astra. Belanja modal tersebut sudah hampir menyamai level sebelum pandemi.
”Kalau dilihat dari ekspansi dan belanja modal Astra tahun 2019, kami menganggarkan belanja modal sekitar Rp 21 triliun. Pada tahun 2020, karena pandemi, hanya Rp 8 triliun dan 2021 sudah mulai naik menjadi Rp 9,2 triliun. Untuk tahun ini, rencana belanja modal kami sebesar Rp 18 triliun-Rp 20 triliun. Jadi, sebenarnya belanja modal kami sudah hampir menyamai level sebelum pandemi,” kata Presiden Direktur Astra International Tbk Djony Bunarto Tjondro, Rabu (20/4/2022).
Anggaran tersebut akan digunakan untuk menyasar peluang bisnis baru yang potensial. Djony mengatakan, Astra tidak pernah memiliki horizon investasi dalam jangka pendek. Sektor investasi yang sedang diperhatian Astra ada beberapa, misalnya sektor digital dan teknologi. Astra memang sudah berinvestasi pada beberapa perusahaan rintisan, seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk yang sudah menjadi lebih besar. Selain itu, Astra juga sudah berinvestasi pada Sayurbox dan Halodoc.
Sektor lain yang menjadi perhatian adalah jasa keuangan dan sektor kesehatan. Baru-baru ini, Astra membeli saham pengelola rumah sakit Hermina, PT Medikaloka Hermina Tbk. ”Langkah di Hermina merupakan langkah kecil. Kami banyak melakukan kajian, bukan hanya di rumah sakit, tetapi sektor kesehatan itu sangat luas. Kami kaji seluruh subsektor kesehatan, ada rencana yang belum bisa disampaikan saat ini,” ujar Djony.
PT Wijaya Karya Beton Tbk akan membagikan deviden tunai sebesar Rp 16,56 miliar. Deviden ini setara dengan Rp 1,9 per saham. Jumlah deviden yang dibagikan, sekitar 20 persen dari perolehan laba bersih sepanjang 2021 lalu. Laba bersih ini turun 35 persen dari laba bersih tahun sebelumnya yang sebesar Rp 128 miliar.
Pendapatan Wijaya Karya Beton turun 9 persen dari Rp 4,5 triliun menjadi Rp 4 triliun pada 2021. Dari keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia, Kamis (21/4/2022) tanggal cum deviden di pasar regular dan negosiasi pada 26 April 2022, sementara tanggal ex deviden di pasar regular dan negosiasi pada 27 April 2022.Deviden tersebut akan dibayarkan pada 20 Mei mendatang.
Beli balik saham
Sementara itu, produsen roti Sari Roti PT Nippon Indosari Corpindo Tbk akan mulai membeli balik sebagian sahamnya mulai Kamis (21/4/2022). Dari keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia, pembelian balik saham ini akan berlangsung hingga 20 Juli 2022.
Untuk aksi korporasi ini Nippon Indosari telah mempersiapkan dana sebesar Rp 227,27 miliar. Jumlah saham yang akan dibeli balik maksimal sebanyak 133.691.299 saham. “Perseroan akan membatasi harga pembelian saham maksimal Rp 1.700 per saham,” demikian penjelasan dari manajemen Nippon Indosari kepada Bursa Efek Indonesia.
Pembelian kembali saham ini dilakukan untuk menstabilkan harga dalam kondisi pasar yang fluktuatif. Pembelian kembali atas saham Nippon ini juga memberikan fleksibilitas bagi Nippon untuk mengelola modal dalam jangka panjang. Saham treasuri dapat dijual di masa yang akan datang dengan nilai maksimal jika diperlukan penambahan modal.
Adapun dana yang diperlukan untuk membeli kembali saham ini berasal dari dana internal yang didapatkan dari kegiatan operasional. “Pelaksanaan pembelian kembali saham tidak mengakibatkan penurunan pendapatan dan tidak memberikan dampak atas biaya,” jelas manajemen lagi.