Produk UMKM pasti membutuhkan pasar yang berkelanjutan. Kolaborasi menjadi kunci yang perlu terus dibangun oleh pelaku UMKM.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Demi membidik kepastian pasar yang lebih luas bagi usaha kecil dan menengah, kolaborasi perlu terus dibangun. Tidak hanya dibangun bersama pemerintah yang memiliki alokasi belanja barang dan jasa, tetapi juga dibangun bersama asosiasi-asosiasi terkait.
Langkah membangun kolaborasi tersebut secara resmi dibangun oleh Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA) dan Asosiasi Pengusaha Jasa Boga Indonesia (APJI). Kolaborasi itu ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh Ketua Pengurus YDBA Sigit P Kumala, Sekretaris Pengurus YDBA Ida RM Sigalingging, dan Ketua Umum Dewan Pusat APJI Rahayu Setiowati di Galery YDBA, Jakarta, Kamis (21/4/2022). Hadir pula menyaksikan penandatanganan itu, antara lain, Bendahara Pengurus YDBA Handoko Pranoto dan anggota Pengurus YDBA, Vilia Husin.
Rahayu mengatakan, pembinaan UMKM dengan sistem yang baik akan menghasilkan produk-produk yang baik pula. Pengurus APJI di seluruh Indonesia berkomitmen untuk menjalin kolaborasi dengan UKM binaan YDBA.
”Terus terang, banyak yang dibutuhkan para anggota APJI. Nantinya, kita akan berada di bagian pemasarannya, sekaligus penggunanya. Misalnya saja, produk pisau yang dihasilkan UMKM binaan Astra sangat dibutuhkan oleh para anggota APJI. Terlebih, saat ini pemerintah mendorong untuk mencintai produk dalam negeri,” tutur Rahayu.
Kolaborasi YDBA dan APJI tentunya akan memberikan keuntungan di kedua belah pihak. Saat ini, APJI dengan anggotanya yang tersebar di seluruh Indonesia membutuhkan berbagai alat yang mendukung kegiatan jasa boga. Salah satu contoh alat tersebut adalah alat pemecah telur. Rata-rata anggota APJI memecahkan telur sebanyak 1.000 butir per hari.
Hingga saat ini, kata Rahayu, anggota APJI masih melakukannya secara manual karena harga alat yang belum terjangkau. Adanya kolaborasi ini tentunya menjadi solusi dalam pemenuhan alat-alat yang dibutuhkan anggota APJI. Lagi pula, harga produk UMKM semakin kompetitif dan terjangkau dan tentunya memiliki kualitas yang sesuai dengan standar yang dibutuhkan APJI.
Ida memandang, pentingnya kolaborasi dengan swasta, lembaga pendidikan, bahkan asosiasi, sudah tidak boleh diragukan lagi. Kolaborasi menjadi kesempatan bagi pelaku UMKM untuk bisa memasarkan produknya sampai ke seluruh Indonesia.
Peluang ini pun menjadi pemacu bagi UMKM untuk terus memikirkan kualitas, biaya produksi, dan proses pengirimannya. Pemangku kepentingan seperti asosiasi ini nantinya bisa menjadi rantai pasok.
”Ketika rantai pasok mulai berkembang, kapabilitas dan kompetensi UMKM akan semakin meningkat. Ini momentum penting bagi UMKM. Kolaborasi menjadi kunci untuk kita mengembangkan UMKM se-Indonesia,” kata Ida.
Sigit mengatakan, kolaborasi baik sebagai expert maupun offtaker yang melibatkan UMKM sangat dibutuhkan. Semangat kolaborasi dalam menumbuhkan UMKM Indonesia harus ditanamkan dan diterapkan. Industri dan teknologi makin berkembang di berbagai sektor. Namun, mereka harus mengembangkan bersama UMKM di seluruh Indonesia.
Sejak didirikan tahun 1980, kata Sigit, YDBA terus mendorong UMKM binaannya untuk semangat berkolaborasi, baik dengan pemerintah, swasta, maupun asosiasi. Ini dilakukan agar usaha yang dijalankan pelaku UMKM dapat semakin mandiri dan berkelanjutan.
Dalam kesempatan itu, pengurus APJI dan koperasi binaan APJI juga diperlihatkan berbagai produk yang terdapat di ruang galeri ini. Bukan hanya produk makanan ringan, melainkan juga produk kerajinan, termasuk pisau dapur yang dihasilkan oleh UMKM binaan YDBA di Banyumas, Jawa Tengah.