Tekanan Eksternal Meningkat, BI Revisi Target Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2022
Ketegangan geopolitik Rusia dengan Ukraina mengoreksi pertumbuhan ekonomi global karena menciptakan disrupsi rantai pasok global. Hal ini menahan pertumbuhan volume ekspor sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA, Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia merevisi target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari semula 4,7 persen-5,5 persen menjadi 4,5 persen-5,5 persen. Revisi ini dipicu ketegangan geopolitik Rusia dengan Ukraina yang mengganggu rantai pasok global sehingga menahan laju pertumbuhan ekspor Indonesia.
”Untuk keseluruhan tahun 2022 Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi akan mencapai 4,5 persen-5,3 persen, sedikit lebih rendah dari proyeksi awal sebesar 4,7 persen-5,5 persen,” ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam jumpa pers pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Selasa (19/4/2022).
Perry menjelaskan, ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina telah menciptakan disrupsi rantai pasok global.
Hal ini berdampak terhadap kinerja ekspor Indonesia ke pasar global. Volume ekspor Indonesia, lanjut Perry, diperkirakan tertahan akibat konflik Rusia dengan Ukraina. Permintaan barang dari beberapa negara mitra dagang Indonesia juga ikut menurun imbas dari ketegangan geopolitik itu.
”Gangguan mata rantai global ini menyebabkan tertahannya permintaan negara mitra dagang Indonesia. Hal ini membuat laju pertumbuhan ekspor Indonesia ikut tertahan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun ikut terdampak,” ujar Perry.
Sementara faktor eksternal memburuk, indikator ekonomi domestik relatif positif dan terjaga. Hal ini tecermin dari berbagai indikator, seperti Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) triwulan pertama 2022 yang mencapai 51,77 persen, lebih tinggi daripada triwulan keempat 2021 yang sebesar 50,17 persen. Nilai PMI-BI yang berada di atas level 50 itu menunjukkan industri pengolahan dalam fase ekspansi.
Selain itu, penyaluran kredit perbankan terus bertumbuh. Hingga Maret 2022, penyaluran kredit bank bertumbuh 6,65 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini lebih tinggi daripada Februari 2022 yang bertumbuh 6,33 persen. Hal tersebut menunjukkan telah terjadi peningkatan kegiatan usaha.
RDG BI memutuskan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5 persen, suku bunga deposit facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 4,25 persen.
Perry menjelaskan, keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan pengendalian inflasi serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi. Putusan tersebut juga mempertimbangan meningkatnya tekanan dari eksternal akibat ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina dan percepatan normalisasi kebijakan moneter di negara maju.
Analis Makroekonomi Bank Danamon Irman Faiz mengatakan, perlambatan ekonomi global imbas dari ketegangan geopolitik Rusia dengan Ukraina telah memicu penurunan volume ekspor Indonesia.
Perlambatan pertumbuhan ekspor ini turut menahan laju pertumbuhan ekonomi domestik Indonesia yang sedang dalam masa pemulihan.
”Meski demikian, kondisi pemulihan ekonomi di Indonesia masih tetap berjalan ditopang oleh pertumbuhan kredit dan ekspansi sektor manufaktur atau dunia usaha,” ujar Irman.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalan mengatakan, BI masih mempertahankan suku bunga acuan lantaran inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS masih terkendali. Jika tingkat inflasi terus naik, BI pasti akan memperketat kebijakan moneternya dengan menaikkan suku bunga acuan.
Menurut Piter, untuk sementara ini BI bersama dengan pemerintah akan fokus mengendalikan inflasi maksimal di kisaran batas atas 4 persen. Langkah itu dilakukan agar inflasi tidak menekan daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19.
”Jika tingkat inflasi naik tinggi, laju daya beli masyarakat yang mencerminkan konsumsi rumah tangga akan terhambat. Apabila konsumsi rumah tangga tidak tumbuh, maka akan berpengaruh pula pada pertumbuhan ekonomi pada tahun ini,” kata Piter dalam diskusi CORE Indonesia dengan media bertajuk ”Menghadapi Inflasi Menuju Kondisi Pra-Pandemi” yang digelar secara virtual, di Jakarta, Selasa (19/4/2022).
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Teuku Riefky, mengatakan, keputusan BI untuk mempertahankan tingkat suku bunga sudah tepat. ”BI perlu mempertahankan sikap moneter yang pro stabilitas dan kebijakan makroprudensial yang pro pertumbuhan selama masa-masa yang tidak pasti ini,” ujar Riefky.