Program Minyak Goreng Curah Bersubsidi Terkendala dari Hulu ke Hilir
Tantangan pelaksanaan program penyediaan minyak goreng curah bersubsidi cukup kompleks dan beragam. Terdapat hambatan di semua lini, dari produsen, distributor, sampai pengecer.
Oleh
AGNES THEODORA WOLKH WAGUNU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program minyak goreng curah bersubsidi menghadapi kendala dari tahap produksi sampai distribusi yang membuat pasokan dan harganya sampai sekarang belum kembali stabil di pasaran. Pemerintah dinilai perlu melakukan intervensi penyaluran minyak goreng curah bersubsidi agar segera bisa dinikmati masyarakat dengan harga terjangkau.
Data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan menunjukkan, per Minggu (17/4/2022), harga rata-rata minyak goreng curah masih mencapai Rp 18.200 per liter. Kendati menurun tipis dibandingkan dengan harga pekan lalu yang sebesar Rp 18.500 per liter, harga rata-rata tersebut masih jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter yang ditetapkan pemerintah. Padahal, program minyak goreng curah bersubsidi sudah berjalan selama hampir satu bulan.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, tantangan pelaksanaan program penyediaan minyak goreng curah bersubsidi cukup kompleks dan beragam. Terdapat hambatan di semua lini, dari produsen, distributor, sampai pengecer. ”Kami sedang upayakan untuk mengurai satu per satu dan mencari solusi dengan cepat,” katanya dalam keterangan pers, Minggu (17/4/2022).
Dalam rangkaian inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Kementerian Perindustrian bersama Tim Satuan Tugas Pangan Polri, akhir pekan lalu, ditemukan sejumlah ketidakpatuhan di tingkat produsen sampai distributor. Sejumlah produsen tidak mendaftarkan data jaringan distribusinya secara benar di aplikasi Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (Simirah). Hasil sidak pun menemukan ada distributor yang terdaftar dengan alamat palsu.
”Di salah satu distributor yang kami datangi, ada kesalahan meng-input data. Kalau ini saja salah, dikhawatirkan ada kesalahan-kesalahan lain lagi selain persoalan alamat,” kata Agus.
Pendataan jalur distribusi di aplikasi Simirah memainkan peran penting untuk memantau jalur penyaluran minyak goreng curah bersubsidi. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 8 Tahun 2022, produsen minyak goreng sawit diwajibkan melaporkan secara detail data rencana produksi, hasil produksi, serta sebaran distribusinya sampai ke tingkat pengecer.
Dibuka ke publik
Agus pun mengimbau para produsen agar lebih tertib dan akurat dalam memasukkan data supaya penyaluran program minyak goreng bersubsidi terdokumentasi dengan baik dan setiap persoalan di lapangan bisa cepat dideteksi dan diatasi. Pemerintah pun berencana melaporkan realisasi penyaluran minyak goreng bersubsidi oleh 75 perusahaan minyak goreng yang terlibat secara berkala kepada publik.
”Nantinya kami akan mengumumkan pelaku usaha yang tidak patuh dan belum mendukung program minyak goreng bersubsidi ini,” kata Agus.
Sebelumnya, pekan lalu, pemerintah juga merilis data adanya 24 produsen yang belum memulai produksi minyak goreng bersubsidi ataupun mendistribusikan hasil produksinya itu. Surat peringatan kepada perusahaan-perusahaan tersebut sudah dilayangkan. Berdasarkan Permenperin Nomor 8 Tahun 2022, sanksi akan diberikan bertahap, dari teguran tertulis sampai pembekuan izin usaha.
Pemerintah berencana melaporkan realisasi penyaluran minyak goreng bersubsidi oleh 75 perusahaan minyak goreng yang terlibat secara berkala kepada publik.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri menambahkan, terjadi pelanggaran lain di tahap distribusi, yakni indikasi monopoli distribusi. Distributor pertama di tingkat provinsi, distributor kedua di tingkat kabupaten/kota, serta agen pengecer ditengarai dimiliki oleh orang yang sama. Dengan menggunakan berbagai metode seperti mengemas ulang (repacking) minyak goreng curah, harga yang terbentuk di pasaran pun akhirnya di atas HET.
Salah satu modus yang ditemukan dari hasil sidak adalah repacking minyak goreng curah dengan menggunakan jeriken 5 liter dan dijual dengan harga Rp 85.000 per jeriken atau Rp 17.000 per liter. Distributor bersangkutan telah mendistribusikan minyak goreng curah bersubsidi dalam jeriken 5 liter dengan total 78 ton selama sebulan terakhir.
”Berdasarkan aplikasi Simirah, dalam rantai distribusi ini sudah ada sekitar 400 ton minyak goreng curah bersubsidi yang diproduksi sejak Maret dan hanya sebagian kecil yang dijual ke masyarakat,” kata Febri.
Melihat karut-marut penyaluran minyak goreng curah bersubsidi di lapangan, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad menilai, pemerintah perlu melakukan intervensi untuk menstabilkan kembali pasokan dan harga. Salah satunya dengan memberikan penugasan kepada Perum Bulog.
Pemerintah perlu melakukan intervensi untuk menstabilkan kembali pasokan dan harga. Salah satunya dengan memberikan penugasan kepada Perum Bulog.
Ia menilai, dengan jaringan distribusi yang dimiliki Bulog sampai ke daerah-daerah, penyaluran minyak goreng curah bersubsidi seharusnya bisa lebih lancar. Penyaluran minyak goreng yang diserahkan penuh pada mekanisme pasar seperti sekarang ini berpotensi berujung pada penyelewengan di jalur distribusi, membuat pasokan ke pedagang dan pengecer terhambat serta harga di tangan konsumen melejit.
”Di saat terjadi deadlock seperti ini, sudah seharusnya pemerintah mengambil alih. Beri penugasan kepada Bulog untuk membeli minyak goreng dari pelaku usaha dengan harga yang sepatutnya, lalu menyalurkannya ke pasar supaya tercapai harga Rp 14.000 per liter di pasaran,” kata Tauhid.
Jika kondisi ini tak kunjung terkontrol menjelang momen Lebaran, pasokannya akan semakin langka dan harga minyak goreng bisa melejit semakin tinggi di tengah permintaan yang meningkat. ”Risikonya akan semakin tinggi. Sekarang tinggal masalah political will dari pemerintah dan kecukupan anggaran untuk melakukan intervensi,” ujarnya.